Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sobri duduk di balik sebuah meja bercat cokelat pudar. Mata lelaki 59 tahun itu memandang ke arah pintu masuk di depannya. "Renang atau diving?" ujarnya kepada seorang pemuda yang baru saja melangkah dari balik pintu tersebut, Ahad pekan lalu.
Sudah 32 tahun Sobri menjadi penjaga loket Stadion Renang Senayan, kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Pria asal Batak yang berlogat Jawa ini menjadi saksi perjalanan panjang stadion yang pernah menjadi arena Asian Games 1962 itu. Tempat ini juga menjadi lokasi perhelatan SEA Games 1997. "Itu terakhir kali stadion renang direnovasi," katanya sembari menunjuk pigura yang berderet di dinding ruangan.
Salah satu pigura berukuran setengah meter persegi itu merekam megahnya stadion renang setelah direnovasi pada zaman Orde Baru. Undakan tribun penonton tampak bersih bercat putih. Lantai keramik putih mengkilat dengan jejeran payung bercorak pelangi dan papan skor elektronik yang berfungsi dengan baik.
Delapan belas tahun sesudahnya, kondisi stadion ini malah memprihatinkan. Undakan tribun itu kini berlumut dan ditumbuhi rerumputan, yang menambah kesan kumuh gedung stadion yang catnya sudah "keriput". Kamar bilas dan ganti pakaian juga bolong-bolong dan banyak coretan tangan iseng. Belum lagi keran airnya yang mampet. "Kami sudah berusaha memperbaiki. Tapi, sepanjang belum direnovasi, kondisinya tidak akan jauh berubah," kata Kepala Unit 6 Stadion Renang GBK Slamet Riyadi di kantornya, Rabu pekan lalu.
Namun, tak lama lagi, stadion renang itu bakal bersolek. Ini karena Dewan Olimpiade Asia (OCA) memilih Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Lembaga internasional yang dipimpin Syekh Ahmad al-Fahad al-Sabah itu mewajibkan pemerintah Indonesia merenovasi arena di kompleks GBK, yang dianggap tak laik standar gelanggang kejuaraan dunia.
Menurut OCA, ukuran arena pertandingan cabang olahraga mesti disesuaikan dengan standar Olimpiade. Misalnya, stadion renang harus punya 10 lintasan dengan kedalaman kolam 3 meter, bukan seperti kolam renang GBK yang hanya punya 8 lintasan dengan kedalaman 2,5 meter.
Arena olahraga lain juga bermasalah. Stadion panahan GBK, contohnya. Alih-alih nyaman bagi penonton dan atlet, tribun stadion panahan kini malah menjadi sarang kotoran binatang. Bahkan toiletnya menguarkan bau tak sedap akibat keran air yang mampet. "Untuk latihan, tempat ini sudah cukup. Tapi untuk kompetisi internasional belum," kata Nurfitriyana Saiman, peraih medali perak panahan nomor recurve beregu putri di Olimpiade 1988.
Kondisi GBK yang jauh dari standar itu jadi perhatian OCA karena GBK nanti tak hanya jadi tempat digelarnya upacara pembukaan dan penutupan, tapi juga arena pertandingan sembilan cabang olahraga, yakni renang, panahan, polo air, selam, atletik, bulu tangkis, hoki, rugbi, dan tenis. Adapun 29 cabang olahraga lain bakal digelar di Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
Pemerintah sudah menyanggupi permintaan OCA untuk merenovasi GBK. Namun belakangan rencana itu terhambat status GBK sebagai milik Sekretariat Negara. Yang bikin ribet, instansi yang kini dipimpin Pratikno itu tak punya kewenangan mengurusi fasilitas keolahragaan, meski tetap mengelolanya melalui Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK-GBK). Itulah sebabnya tanggung jawab renovasi akhirnya dibebankan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Sengkarut ini memantik perdebatan karena Kementerian Pemuda semula emoh membiayai renovasi bangunan yang bukan asetnya. Penggelontoran duit untuk keperluan tersebut bisa menuai masalah di kemudian hari. Kementerian sempat mengajukan opsi penghibahan aset olahraga GBK kepada mereka dengan ketentuan bahwa kawasan bisnis di GBK tetap berada di tangan pengelola stadion. "Tapi belum ada jalan keluar," kata Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi di kantornya, Selasa pekan lalu.
Waktu persiapan yang tinggal dua tahun membuat Kementerian tak bisa mengelak dari tugas tersebut. Mereka akhirnya membiayai renovasi GBK setelah bertemu dengan Sekretariat Negara pada 17 September. Kementerian setuju juga lantaran ada jaminan kebijakan itu tak bakal dipersoalkan Kementerian Keuangan. Anggaran renovasi lantas diajukan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat pada 29 September. Proses ini pun tak gampang karena parlemen mengusik status aset tersebut. "Ini murni faktor kedaruratan waktu," kata Imam.
Semula Kementerian memperkirakan proyek renovasi menelan biaya Rp 200 miliar. Namun, menjelang pengajuan anggaran ke Dewan, jumlahnya membengkak empat kali lipat menjadi Rp 765,5 miliar. Penyebabnya adalah proposal dari PPK-GBK yang berisi 148 hal yang perlu diperbaiki dan dibangun di GBK. "Setelah kami hitung lagi, faktanya jumlah itu tidak cukup untuk merenovasi fisik stadion," ujar juru bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S. Dewa Broto, akhir September lalu.
Imam Nahrawi tak memungkiri bahwa kenaikan anggaran itu karena kerusakan GBK tergolong parah. Namun ia akhirnya menyepakati kenaikan anggaran setelah Presiden Joko Widodo menghendaki GBK menjadi ruang publik yang nyaman dan aman untuk semua kalangan. "Ke depan, tidak ada lagi model pengelolaan seperti sekarang, termasuk soal parkir," katanya.
Beresnya urusan anggaran adalah lampu hijau bahwa GBK bakal direnovasi. Raut wajah Sobri pun menyiratkan rasa bahagia karena tempat gawenya selama ini tak lama lagi akan dipercantik. Sobri juga bungah kendati kelar renovasi nanti ia akan pensiun. "Saya mau istirahat. Paling ke sini untuk jalan-jalan saja," ujarnya.
Kendaraan roda dua antre memasuki pintu 1 kompleks Gelora Bung Karno, Rabu siang pekan lalu. Namun antrean itu tak membuat macet lantaran sepeda motor bisa segera berlalu setelah membayar ongkos parkir Rp 5.000 tanpa menunggu bukti pembayaran. "Alatnya rusak, Pak," kata petugas yang berada di dalam bilik parkir.
Tempo, yang berada di antrean, menanyakan penyebab kerusakan. Namun petugas parkir itu buru-buru mencatat nomor polisi motor Tempo di komputernya. Krikiiik..., bukti pembayaran lalu tercetak dengan lancar.
Ini bukan tarif parkir satu-satunya karena di area kolam renang GBK, pengunjung juga mesti membayar parkir lagi, tapi tanpa karcis. "Yang di sana di-outsourcing-kan kantor pusat PPK-GBK," kata Slamet Riyadi.
PPK-GBK beroperasi sejak 2008, menggantikan Badan Pengelola Gelora Senayan yang didirikan Presiden Soeharto pada 1984. BLU di bawah naungan Sekretariat Negara ini bertugas meningkatkan kelayakan finansial, pengelolaan keuangan, serta menerapkan praktek bisnis yang sehat di atas aset GBK. Itulah yang membuat PPK-GBK dapat mengelola tanah seluas 1,9 juta meter persegi dalam kerja sama dengan sistem bangun-operasi-transfer (BOT), kerja sama operasi (KSO), dan penyewaan sarana dengan swasta. Sekitar 20 perusahaan terlibat di sana, termasuk PT Lingga Hamparan Krida, pengelola Hotel Atlet Century Park.
Ketua Komisi Olahraga DPR Teuku Riefky Harsya menilai aset yang besar seharusnya membuat PPK-GBK bisa membiayai sarana dan prasarana olahraganya secara maksimal. "Tapi, belajar dari sejarah selama ini, cita-cita tersebut tidak tercapai," katanya Senin pekan lalu.
Menteri Imam Nahrawi menyatakan aset GBK yang bisa dioptimalkan fungsinya adalah fakta di balik kebijakan renovasi ini. Sekretariat Negara pun, kata dia, juga jengah karena banyak yang menduga duit kas PPK-GBK "segunung", padahal kecil. "Internal PPK-GBK sebenarnya bisa diaudit keuangannya untuk diketahui sebanyak apa jumlahnya," ujarnya. "Tapi saya tidak mau berdebat tentang masalah itu."
Badan Pemeriksa Keuangan sebenarnya sudah mengauditnya dua tahun lalu. Hasilnya, terdapat 19 masalah pada pengelolaan PPK-GBK tersebut. Misalnya, 13 kerja sama BOT diikat dengan perhitungan tarif berbeda, sehingga tak memenuhi standar kontribusi. Bahkan terdapat empat kerja sama BOT dan dua KSO tak disertai pembagian keuntungan dengan pengelola GBK. Lebih gawat lagi, delapan BOT dikelola swasta lebih dari 30 tahun atau melebihi ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Temuan lain BPK adalah bahwa pengelola GBK telah menerapkan praktek bisnis tidak sehat. BPK mendapati adanya pengelolaan sejumlah aset oleh swasta tanpa perjanjian kerja sama yang jelas. Akibatnya, negosiasi pengenaan tarif dari GBK lemah lantaran secara de facto telah dikuasai swasta.
Praktek pengelolaan seperti itu terlihat di Stadion Madya, yang juga masuk proyek renovasi untuk Asian Games 2018. Tak ada penarikan kontribusi terhadap pemakai fasilitas dan tak diikat surat perjanjian, "Pihak PPK-GBK belum optimal mewujudkan praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas atas pengelolaan aset," tulis BPK dalam laporannya.
Pelaksana tugas juru bicara PPK-GBK, Tiapul Elfrida Simanungkalit, bergeming saat hendak diwawancarai di kantornya, Rabu pekan lalu. Dia berdalih suatu saat lembaganya bakal menyampaikan ke publik semua hal yang menyangkut renovasi GBK. "Kondisi GBK bisa dilihat sendiri seperti apa. Anda kan lebih tahu dari kami yang berada di kantor," kata Tiapul, yang juga Direktur Keuangan PPK-GBK.
Teuku Riefky menyayangkan bila kompleks GBK kembali ke tangan PPK-GBK setelah proyek renovasi rampung. Ia setuju bila aset GBK nantinya diambil alih Kementerian Pemuda dan Olahraga atau dikelola badan usaha milik negara. "Tempatkan orang-orang profesional di situ. Jangan 'parkir' para pensiunan lagi," ujarnya.
Imam Nahrawi menyatakan renovasi adalah langkah awal untuk mengambil alih aset tersebut. Ia bercita-cita mewujudkan GBK sebagai ruang publik yang menyatu dengan rutinitas warga Jakarta. Untuk itu, nantinya GBK bakal punya fasilitas olahraga yang lengkap, sejumlah restoran, tempat berbelanja, dan bahkan hotel yang terintegrasi dengan fasilitas transportasi terpadu di Jakarta. Ini mirip dengan gelanggang olahraga modern di luar negeri, seperti Wembley Stadium, stadion utama Inggris.
Menurut Imam, sudah banyak konsultan berpengalaman yang menawarkan konsep GBK anyar kepada pihaknya. "Kami sedang menawar," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Imam berharap renovasi GBK akan berjalan tanpa masalah hukum, tak seperti proyek Wisma Atlet Palembang dan pembangunan pusat olahraga Hambalang yang tersandung kasus korupsi. Maka ia melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sejak awal perencanaan renovasi. "Kami berharap ada payung hukum yang menguatkan semua kebijakan ini. Saya tidak mau kalau nanti ada persoalan, kami yang jadi tumbal," katanya.
Tri Suharman, Agus Baharuddin, Gadi Makitan, Linda Trianita
Dari Talang Sampai Jamban
Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) menjadi pusat pergelaran Asian Games 2018, sehingga Kementerian Pemuda dan Olahraga hendak memolesnya mulai tahun depan. Pengelola mengusulkan perbaikan 148 item di arena GBK.
Sembilan cabang di GBK
- Panahan
- Renang
- Polo air
- Menyelam
- Atletik
- Bulu tangkis
- Hoki
- Rugbi
- Tenis
Total usulan anggaran renovasi GBK ke DPR
Rp 765,5 miliar
STADION UTAMA
Rp 279,5 miliar
49 item, antara lain:
- Penggantian kursi tribun
- Perbaikan toilet penonton
- Perbaikan pintu
- Lintasan sintetis
- Pengadaan AC
- Loket karcis
- Pengecatan dinding luar dan dalam
STADION RENANG
Rp 250 miliar
11 item, antara lain:
- Kolam jadi 10 line
- Perbaikan tribun
- Renovasi toilet, ruang ganti, ruang atlet, ruang bilas.
- Penyediaan layar lebar (LED)
- Pekerjaan kolam tanding dan loncat indah
- Renovasi kolam umum menjadi kolam polo air
ISTORA
Rp 57 miliar
25 item, antara lain:
- Atap dan talang
- Instalasi air
- Pengadaan AC
- Ruang ganti dan toilet
- Pengadaan CCTV
- Penggantian kursi dan lampu arena
STADION TENIS
Rp 40 miliar
14 item, antara lain:
- Perbaikan dan pengecatan atap dan talang
- Penggantian kursi tunggal
- Ruang ganti dan toilet
- Penggantian keramik
- CCTV dan sound system
- Pengadaan cooling tower dan instalasi
LAPANGAN PANAHAN
Rp 15 miliar
8 item, antara lain:
- Perbaikan lapangan rumput
- Pembangunan tribun semipermanen
- Perbaikan ruang ganti dan toilet
- Perbaikan bangunan
- Perbaikan pagar
INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
Rp 41,5 miliar
9 item, antara lain:
- Pengaspalan jalan lingkungan
- Pintu gerbang
- CCTV kawasan
- Perbaikan jalur pedestrian
- Perbaikan taman
STADION MADYA
Rp 33,5 miliar
GEDUNG VOLI
Rp 3 miliar
GEDUNG BASKET
Rp 14 miliar
LAPANGAN SEPAK BOLA "A"
Rp 3 miliar
Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga | Tri Suharman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo