Sudah Tiba bagi Gaby Untuk pertama kalinya, Sabatini merebut gelar di turnamen seri grand slam, AS Terbuka. Pete Sampras juara tunggal putra. AMBISI Gabriela Sabatini terpenuhi. -Dalam usianya yang kedua puluh, Gaby -- panggilan akrabnya -- menjuarai turnamen tenis bergengsi AS Terbuka. Ini untuk pertama kalinya petenis ayu asal Argentina itu mampu merebut gelar pada salah satu turnamen tenis seri grand slam, sejak terjun di gelanggang tenis profesional. Di final, di Stadion Flushing Meadow, New York, Sabtu pekan lalu, Gaby menundukkan petenis nomor satu dunia, Steffi Graf, 6-2 dan 7-6. "Saya ngotot memenangkan pertandingan dalam dua set. Berdasarkan pengalaman, kalau main tiga set, saya bisa kecapekan dan kalah," katanya. Permainannya memang mengagetkan pengamat tenis. Gaby tampil agresif, maju ke depan jaring mencegat pukulan terobosan dari Graf. Di set pertama, pemain unggulan kelima ini tidak memberi kesempatan Graf untuk mengembangkan pukulan forehand geledeknya. "Saya hampir tidak percaya mampu mengalahkan Graf dengan straight set. Ini suatu mukjizat, saya benar-benar merasakannya," kata Gaby. Ini merupakan kemenangan keempat dari Graf dalam 22 kali perjumpaannya. Ia mengakui, kemenangannya ini bukan suatu kejutan. Bila seseorang tahu bagaimana cara mengalahkannya, "dia akan dapat melakukannya suatu saat," tambah Sabatini, yang berhasil mengantungi hadiah US$ 350 ribu atau sekitar Rp 650 juta. Menurut Sabatini, keberhasilannya kali ini tidak terlepas dari andil pelatih barunya asal Brasil, Carlos Kirmayr. Sebelumnya ia dilatih oleh Angel Gimenez asal Spanyol, selama tiga tahun. Tapi Kirmayr merendah dengan menyebutkan bahwa saat buat Sabatini sudah tiba. "Dalam kurun waktu tahun-tahun terakhir, ia selalu berada di kelompok lima besar," ucap Carlos Kirmayr. "Untuk menjadi yang terbaik, diperlukan kesabaran, di samping kerja keras. Dan saat itu sudah tiba bagi Gaby," tambah Kirmayr. Kegagalan di babak keempat pada Prancis Terbuka, Juni lalu, membuat Sabatini kecewa. Ia kehilangan rasa percaya diri. "Itu sebabnya, mengembalikan rasa percaya dirinya, memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya, merupakan tugas pertama saya," ujar Kirmayr lagi. Di bagian putra, Pete Sampras, 19 tahun, menjadi pemain termuda yang merebut gelar dalam sejarah 100 tahun turnamen AS Terbuka. Pemuda lulusan Palos Verdes, California, ini membuyarkan impian petenis senegaranya, Andre Agassi, dalam pertarungan tiga set 6-4, 6-3, dan 6-2. Keberhasilan pemain unggulan ke-12 ini sudah terlihat sejak babak perempat final. Di babak itu, Sampras menggagalkan ambisi bekas petenis nomor satu dunia, Ivan Lendl, dengan maraton set 6-4, 7-6, 3-6, 4-6, dan 6-2. Sedangkan di semifinal ia menghentikan si urakan John McEnroe, dengan 6-2, 6-4, 3-6, dan 6-3. "Menjadi juara di AS Terbuka merupakan cita-cita saya. Ini bukti hasil kerja keras saya selama ini," ujar Pete Sampras. Menurut dia, ini semua berkat pelajaran yang diberikan oleh Lendl, baik di lapangan maupun di luar lapangan. "Saya berlatih lima sampai enam jam sehari dan menggenjot sepeda 10-15 km. Nasihat Lendl yang selalu saya ingat adalah kalau mau jadi petenis terbaik kamu harus berlatih keras sampai tidak bisa jalan pulang ke rumah," tutur Sampras, yang mulai memegang raket sejak usia 8 tahun. Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini