Sebuah Klub dari Timur Bank Summa membuat klub sepak bola di Dili. Tim pelatihnya didatangkan dari Brasil. Mau masuk Galatama? MULANYA adalah sebuah bisik-bisik. Gubernur Timor Timur Mario Viegas Carrascalao mendekati bos Summa Group Edward Soeryadjaya dan berbisik, "Saya berharap daerah ini punya kesebelasan sepak bola yang kuat." Ketika itu ada upacara pembukaan kantor cabang Bank Summa di Dili. Jawaban dari Edward tak lagi bisik-bisik. Malah sebuah proyek besar. Ia segera bikin langkah mengejutkan dengan mengontak Brazilian Football Academy (BFA) dan membentuk Summa Football Club (SFC) yang bermarkas di Dili. Presiden BFA Profesor Manuel E. Neto, 56 tahun, kemudian datang bersama Antonio Leone (pelatih teknik), Fransisco Jorge (pelatih kiper), Calixto Silva (pelatih fisik), Eguenol Louis (administratur), Celsio Caillenux (masseur), dan Claudio Laurindo (bagian perlengkapan). Rencananya tim ini dikontrak lima tahun dengan imbalan US$ 500 ribu atau sekitar Rp 925 juta setahun. Kok begitu banyak anggota tim pelatih? "Pembinaan bisa bagus kalau ada pelatih khusus," ujar Neto pada TEMPO. SFC resmi berdiri Juli lalu. Dan sejak pekan lalu, klub ini melawat ke luar Tim-Tim untuk pertama kalinya. Prestasinya memang belum kelihatan. Di Gresik, SFC kalah 0-3 dari klub Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya. Lalu, digasak Persegres Gresik 1-2. "Mereka masih demam panggung," ujar John Mintha, orang Tim-Tim yang menjadi asisten pelatih dan sekaligus penerjemah. Neto tak kecil hati dengan kekalahan ini. Dari Gresik, SFC masih melawat ke Jawa Tengah dan Jakarta sebelum kembali ke Dili. "Summa akan jadi klub terbaik di Indonesia," kata Neto. Bahkan, Nurachman Sukasah, Direktur Bank Summa yang juga penanggung jawab SFC, punya cita-cita besar: partisipasi pemain SFC di Piala Dunia 1994. "Cita-cita boleh, dong," ujar Nurachman sembari tertawa. Tahun depan direncanakan SFC akan ikut kompetisi Galatama. Neto bilang, Summa FC harus jadi juara Galatama di musim kompetisi 1991. Dari 22 pemain SFC sebagian besar adalah putra Tim-Tim yang berusia 16 sampai 24 tahun dan dididik jangka panjang, lima tahun. Hanya ada satu pemain berusia 34 tahun yakni Fransisco Xanier de Sousa Gama, yang pernah bergabung dengan klub Galatama Arseto dan Persedil Dili. Xanier dipilih untuk memberi motivasi pada pemain-pemain muda. Ketika wartawan TEMPO berkunjung ke Dili, pertengahan Agustus lalu, 22 pemain tengah sibuk berlatih. Yang unik, aba-aba diberikan dalam bahasa Porto oleh tim pelatih Brasil tadi. "Faktor bahasa tak menjadi masalah, pemain masih banyak yang mengerti bahasa Porto," ujar John Mintha yang bekas pemain Persedil Dili ini. Para pemain ini dijaring lewat kompetisi Piala Gubernur, Juli lalu, yang diikuti 13 kabupaten. Mulanya terpilih 62 orang. Setelah diseleksi, banyak yang tak memenuhi syarat. "Ada yang sakit jantung, paru-paru, atau sakit gigi. Itu karena kekurangan gizi," ujar Calixto Silva. Pemain ini diasramakan dan digaji Rp 90 ribu sebulan. Hasil uji coba sebelum melawat ke Jawa tergolong lumayan. Di antaranya menang 8-1 atas kesebelasan bond Kupang Summa A menang 2 atas Perseden Denpasar dan Summa B ditahan 0-0 oleh kesebelasan yang sama. Ketika menjamu kesebelasan Brothers dari Darwin, Australia, Summa FC bertanding dua kali, dengan hasil menang 1-0 dan seri 0-0. "Sebelum ini kesebelasan Dili selalu kalah dari Darwin," ujar Gubernur Tim-Tim Carrascalao yang rajin menengok latihan klub ini. Pemain SFC belum sepenuhnya bisa bermain 2 X 45 menit. Mereka bisa berlari kencang sampai 20 menit pertama. "Selebihnya gerakan mereka lamban," ujar Calixto. Kelemahan fisik ini yang sekarang dibenahi. "Kita berharap akan muncul pemain-pemain terbaik dari Timur," ujar Calixto lagi. Tak cuma pemain yang akan dilahirkan tim pelatih Brasil ini. Mereka menargetkan mencetak 100 pelatih teknik, 100 wasit, dan 100 administratur di Timor Timur sebagai bagian paket Summa FC ini. Target yang luar biasa. Ini semua untuk mengembalikan masa jaya kesebelasan di Tim-Tim. Kata Carrascalao, di tahun 1960-an, di Dili ada kesebelasan Benfica, Sporting Lisboa, Uniao, dan Academica -- yang merupakan afiliasi dari klub-klub di Portugal. "Hampir tiap bulan ada pertandingan dan penontonnya penuh," ujar Gubernur, yang mantan gelandang kanan klub Benfica ini. Akankah Neto dkk. bisa mengembalikan masa jaya itu? Menurut Carlos Roberto de Carvalho, pelatih tim Muangthai, Neto adalah organisator yang baik. "Tapi saya belum dengar dia melahirkan pemain baik," ujar Carlos kepada TFMPO. Menurut Nurachman Sukasah, Neto pernah melatih di Aljazair, Arab Saudi, dan Irak. Juga ia pernah melatih Pele di tahun 1962. Yang terakhir ini perlu dicurigai mengingat usia Pele kini 58 tahun sedang Neto sekarang 56 tahun. Sementara itu, kini terungkap, tim Neto sebenarnya tak kompak benar. Menurut sumber TEMPO, hanya Antonio Leone yang mengenal Neto sebelumnya. Yang lain tidak. "Yang mengajak saya adalah Leone," kata Eguenol, administratur yang bertubuh gendut ini. Mereka juga ricuh soal honor. Neto berjanji membayar mereka US$ 6.600 sebulan, tapi, kata Eguenol, mereka sekarang menerima US$ 2.500 sebulan. Belakangan Neto bilang akan membicarakan lagi soal honor ini. Neto membawa istrinya ke Indonesia, tapi yang lain tidak. "Kalau Desember nanti istri saya tak bisa dibawa kemari, saya mundur," ancam Eguenol. Mudah-mudahan ini soal kecil dan tidak menjadi ganjalan. Toriq Hadad, Yudhi Soerjoatmodjo (Jakarta), dan Zed Abidien (Dili)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini