Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

"Saya Waktu Dulu, Gagah Ya"

Lebih 100 atlit Indonesia zaman dulu bereuni di Solo, mengenangkan masa jaya atletik Indonesia, hadir a.l: Marijo, Mohamad Saleh, Mohamad Sarengat, Agus Sumadi, atlit veteran, dsbnya.

13 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KULITNYA sudah kisut. Bekas penggemarnya tak mengenalnya lagi. Itulah Marijo, bekas juara nasional loncat tinggi tahun 1950-an. Di Solo, dalam Reuni Atletik Tiga Zaman (5-7 September), Marijo kembali merampas perhatian, walau mengenakan baju lusuh. "Teman saya dulu sudah hebat-hebat sekarang," komentarnya. "Saya ini ya begitu-begitu saja. Ya, nasib." Sebagai pegawai sipil di Korem 072 Pamungkas, Yogyakarta, Marijo -- menurut Sekretaris Panitia Reuni J. Mariono -- hidup di bawah 'garis kemiskinan'. Marijo, 53 tahun, ayah dari empat putri, membanding dunia atletik zamannya dengan sekarang. "Fasilitas latihan kini lebih baik," katanya. "Modal utama kami dulu adalah semangat." Prestasi terbaik Marijo, di tahun 1956, adalah 194 cm. Rekornya kemudian dipertajam oleh Okamona menjadi 196 cm. Setelah bertahan 16 tahun, itu diperbaiki oleh Suwignyo menjadi 198 cm. Kini rekor Indonesia itu tetap atas namanya. Mulai terjun ke atletik tahun 1940 Marijo pernah mewakili Indonesia dalam Asian Games II di Manila (1954) dan Olympiade XVI di Melbourne (1956). Di dalam negeri sudah tak terhitung kejuaraan yang diikutinya. Mohamad Saleh, bekas atlet tolak peluru, loncat tinggi dan lompat jauh, menyesalkan bahwa akhir-akhir ini atletik mulai tak populer di kalangan generasi muda. Mengapa? "Seorang yang sukses di cabang atletik tak pernah mendapat kaveling seperti pemain bulutangkis," kata Saleh, 50 tahun. "Juga tak pernah dibayar tinggi dan dapat bonus seperti pemain sepakbola jika memasukkan gol." Sekjen KONI, M.F. Siregar, pernah mensinyalir minat guru olahraga mengajarkan atletik pun makin berkurang. "Umumnya guru olahraga sekarang lebih tertarik mengajar renang dan sepakbola," cerita Siregar. "Selain banyak muridnya yang suka, juga dapat honor." Mayjen (Pol) Drs. Hartawan, Kadapol X/Jawa Timur mengenang atletik di zaman dulu populer karena cabang olahraga ini wajib di sekolah. "Padahal waktu itu gizi tak ada yang menghitung, pelatih khusus tak ada, fasilitas pun nol," kata Hartawan, 54 tahun, bekas atlet loncat tinggi. Ia pernah mewakili Jawa Timur dalam PON I di Solo, 1948. Masa jaya atletik di Indonesia ialah pada periode 1962-1966. Waktu itu Mohamad Sarengat, kini dokter pribadi Wakil Presiden Adam Malik, merupakan pelari Indonesia yang tercepat di Asia. Rekornya 10,4 detik -- dibuat dalam Asian Games IV di Jakarta, 1962 -- sekarang masih tercatat sebagai prestasi nasional. Agus Sumadi, 49 tahun, atlet veteran dari Yogyakarta, mengatakan prestasi Sarengat itu "harus ditumbangkan". Reuni ini "hendaknya dimanfaatkan untuk mendobrak kemacetan prestasi." Cara pendobrakan? Hendarsin, 54 tahun, berpendapat atletik perlu digiatkan lagi di sekolah, dan masuk kurikulum. Nurbambang, 63 tahun, mengusulkan supaya diadakan piagam prestasi bagi olahragawan atletik. Atletik dianjurkannya pula supaya menjadi suatu syarat seleksi bagi calon siswa SPG, PGA, AKABRI dan FKIK (d/h STO). F.G.E. Rorimpandey, 63 tahun, melihat faktor pelatih dan wasit. "Perlu mereka berkualitas nasional dan internasional lebih banyak," ujarnya. Harapan ini sebetulnya mulai dipenuhi oleh Ketua PASI, Bob Hasan. Bersamaan dengan reuni itu didatangkannya pelatih Frank Beckman dari Jerman Barat untuk menatar ke daerah-daerah. Dari Solo tak cuma ada kritik dan anjuran. Para atlet tua juga membuka kisah lama -- termasuk kisah cinta. Ada juga yang terkesima melihat foto sendiri di ruang pameran. Ada juga yang mengigatkan mereka pada teman lama. "Oh ini si Bob, musuhku dulu." Atau "waduh, lihat tuh saya waktu dulu. Gagah, ya." Di lintasan hari, walau ngos-ngosan, mereka tetap bersemangat, dan tak peduli celetukan penontor yang sebaya anak atau cucu mereka. "Kacamatanya dilepas dulu, mbah," teriak mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus