Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tami Grende Merenda Ambisi

Petenis remaja asal Bali ini berhasil menjadi juara ganda putri turnamen bergengsi Wimbledon Junior. Sayang, sudah dibelit sengketa.

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti remaja Denpasar pada umumnya, Tami Grende tidak bakal terlihat di gerai-gerai waralaba tongkrongan anak muda seusai jam pulang sekolah. Begitu bel tanda akhir pelajaran berbunyi pukul 15.00, gadis 17 tahun ini segera melesat ke rumah dan bersiap menjalani rutinitas lain: melatih variasi-variasi pukulan tenis bersama ayahnya, Olivier Grende. Baru pukul tujuh malam nanti mereka menuntaskan latihan.

Lapangan tenis yang digunakan Tami dan Olivier hanya berjarak 200 meter dari rumah mereka di Suwung, Denpasar, Bali. Di lapangan ini pula, saat sinar matahari pagi masih kemerah-merahan, Tami mengawali harinya dengan joging dan latihan kelincahan kaki. Setelah itu, barulah ia berangkat ke sekolah. Ini adalah kebiasaan yang dibangun Tami sejak berumur 8 tahun.

Latihan spartan semacam itu tidak sia-sia. Pada awal Juli lalu, Tami sukses menyabet gelar juara ganda putri turnamen Grand Slam Wimbledon Junior di Inggris. Saat itu, ia berpasangan dengan petenis Cina, Qiu Yu Ye. Tami menjadi petenis putri Indonesia kedua yang mengangkat trofi di turnamen bergengsi itu, setelah Angelique Widjaja menjadi kampiun tunggal putri 13 tahun lalu.

Sekalipun harus menjalani rutinitas lumayan berat, Tami tidak merasa tertekan. Ia justru mengaku gembira. "Saya menikmati sesi-sesi latihan itu," kata Tami kepada Tempo di Denpasar, 23 Juli lalu.

Rasa cinta Tami kepada olahraga raket ini tidak muncul sekonyong-konyong. Kegemaran itu diturunkan Olivier, ekspatriat Italia yang datang ke Bali 20 tahun lalu. Pria yang lancar berbahasa Indonesia ini menikahi wanita asli Singaraja, Luh Kertiadi, yang ternyata juga penggila tenis. "Malah Ibu bisa menonton pertandingan tenis di televisi sampai pagi bersama teman-temannya," tutur Tami, yang lahir di Denpasar, 22 Juni 1997.

Olivier mengatakan Tami mulai bermain tenis saat berusia 5 tahun. Kala itu, tujuannya hanya untuk senang-senang. Namun, ketika melihat bakat besar di dalam diri Tami, Olivier mulai serius. Dia pun mengatur pola latihan Tami dan mengikutsertakan putri kecilnya itu ke beberapa turnamen.

Untuk memberangkatkan Tami ke berbagai turnamen nasional dan internasional, Olivier dan istrinya mengumpulkan uang dari teman-teman sesama penggemar tenis. "Saya punya banyak kenalan orang yang cinta tenis," ujar Olivier. "Mereka biasanya datang ke turnamen internasional yang diadakan di Bali. Teman-teman saya senang melihat bakat Tami, jadi mereka menyumbangkan uang. Ada yang 1.000 dolar, 2.000 dolar."

Olivier bahkan rela membawa Tami menempuh perjalanan dengan bus selama 14 jam dari Pulau Bali menuju Jawa untuk mengikuti turnamen. "Kira-kira 20 kali kami melakukan perjalanan dengan bus selama karier Tami," kata Olivier. "Itu adalah saat-saat di mana kami harus menghemat uang."

Bukan hanya itu, Olivier juga beberapa kali membawa Tami ke Thailand agar putri kesayangannya tersebut bisa dilatih pelatih kawakan Paul Dale. "Saya tahu latihan di Indonesia tidak cukup sehingga Tami harus dibimbing pelatih yang punya level tinggi," ucapnya. Dengan dukungan serius seperti itu, tidak mengherankan bila Tami punya pencapaian yahud. Namanya mulai masuk papan prestasi berbagai turnamen lokal hingga internasional.

Namun, memasuki 2012, kesulitan mulai menelikung. Olivier kehabisan dana. Setelah mengikuti tiga turnamen pada Maret, mereka tak bisa ke mana-mana. Tami harus rela absen dari turnamen internasional selama setahun.

Pertolongan datang pada awal 2013. Sebuah yayasan manajemen dan pengembangan atlet, Sportama, menawari mereka kontrak tiga tahun. Isinya: Sportama akan membiayai keikutsertaan Tami dalam berbagai turnamen internasional dan mereka memiliki hak eksklusif mengorganisasi kegiatan si atlet. Tami juga akan tinggal di Jakarta berlatih bersama akademi milik Sportama. Biaya sekolah Tami selama di Jakarta pun ditanggung yayasan. Sayang, kerja sama ini akhirnya berujung pada sengketa (baca "Aral di Tangga Prestasi").

Uniknya, di tengah belitan perkara itulah justru Tami menorehkan prestasi keren. Dia terpilih masuk tim internasional Grand Slam Development Fund (Dana Pengembangan Grand Slam)—bentukan Federasi Tenis Internasional (ITF)—yang terdiri atas 10 pemain putra dan putri berbagai negara. Para pemain berbakat ini dibiayai mengikuti berbagai turnamen internasional, termasuk kejuaraan setingkat Grand Slam Junior.

Kesempatan semacam itu pernah dinikmati Angelique Widjaja, petenis Indonesia yang menjuarai kejuaraan junior Wimbledon dan Prancis Terbuka.

Melalui program ini, Tami berkesempatan mengikuti turnamen junior internasional di Italia, Belgia, Prancis, Jerman, dan Inggris (Mei-Juli 2014). Dia pun berhasil membuktikan kualitasnya dengan menjadi juara ganda putri di Wimbledon Junior.

Bukan hanya gelar juara yang Tami raih selama tur di negara-negara Eropa itu. Ia juga berkesempatan bertemu dengan petenis-petenis elite dunia. Tami mengaku sempat berbincang dengan legenda tenis putri Martina Navratilova dan sang idola asal Spanyol, Rafael Nadal. "Saya membutuhkan ketenangan seperti Nadal saat bertanding," ujarnya.

Seusai Wimbledon, Tami sejatinya mendapat kesempatan menjajal turnamen di Amerika Serikat dan Kanada, termasuk Grand Slam Junior Amerika Serikat Terbuka, 18 Agustus nanti. Dia kembali terpilih sebagai anggota tim Grand Slam Development Fund.

Namun persoalan yang membelitnya dengan Sportama menyebabkan Tami mesti tetap di Tanah Air. Jika berangkat dengan biaya pribadi, tak kurang dari Rp 200 juta mesti disiapkan. Sesuatu yang sulit dijangkau. Toh, Tami tak kehilangan ambisi. Ia tetap merenda tekad mampu berprestasi di masa depan. "Saya ingin menjuarai Wimbledon Junior tahun depan di nomor tunggal putri," ucapnya.

Seorang remaja dengan tekad besar semacam ini semestinya mendapat dukungan memadai. Biarkan Tami mengayunkan raket hingga ke pentas dunia.…

Gadi Makitan, Rofiqi Hasan (Denpasar)


Catatan Prestasi

Juni 2007
Juara internasional Sony Ericsson STA-SPEX kelompok umur di bawah 12 tahun (U-12) di Singapura, baik di nomor ganda maupun tunggal

2010
Juara turnamen nasional U-16 New Armada di Magelang, Jawa Tengah.

Februari 2011
Juara tunggal putri turnamen junior internasional di Melaka, Malaysia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus