Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sawit yang Meninggalkan Sakit

Hutan Tesso Nilo di Riau menyusut karena perambah dan ekspansi perkebunan. Sudah 22 gajah mati dan belasan spesies terancam hidupnya.

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI itu, Kamis, 12 Juni 2014, radio komunikasi di markas Tim Flying Squad atau Tim Penanganan Konflik Gajah mengabarkan seekor gajah masuk ke permukiman warga Desa Rantau Kasih, Riau. Enam anggota tim gabungan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), dan Yayasan Tesso Nilo cepat menuju lokasi untuk menggiring hewan raksasa itu kembali ke hutan.

Namun di perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo dan perkebunan PT Riau Andalan Pulp and Paper, di sektor Ukui, Desa Lubuk Kembang Bunga, tercium bau bangkai yang menyengat. Tak lama, mereka pun menemukan sumbernya: seekor gajah jantan dewasa sudah tak bernyawa.

"Gadingnya sudah tidak ada dan belalai terpotong," ujar Suhandri, Koordinator Program Sumatera-WWF Indonesia, menceritakan kejadian itu kepada Tempo, 23 Juli lalu.

Tim memecah diri. Tiga anggota tetap melanjutkan perjalanan menuju Rantau Kasih untuk menangani gajah yang masuk ke permukiman. Sisanya menyelidiki jasad gajah yang tewas. Dari temuan ini, kata Suhandri, tercatat ada 22 ekor gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang mati sepanjang Januari-Juni 2014.

Lokasi temuan sebagian besar di sektor Baserah, di lahan konsesi RAPP yang berbatasan dengan Taman Nasional. Menurut dia, kematian gajah-gajah ini disebabkan oleh konflik dengan manusia yang merambah habitat gajah untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit, akasia, dan tanaman monokultur lain.

Penyebab lain, menurut Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia Krismanko Padang, komplotan pemburu gading gajah. Mereka menggunakan jalan koridor Baserah yang dibangun perusahaan untuk mengangkut hasil hutan. "Selaku pengelola kawasan, RAPP semestinya turut bertanggung jawab dan mendorong terungkapnya kasus kematian gajah ini," ucapnya.

Angka kematian gajah di blok hutan Tesso Nilo, yang terdiri atas Taman Nasional Tesso Nilo dan kawasan hutan tanaman industri, meningkat. Selama 2012, kata dia, 11 gajah mati, tahun berikutnya 13 ekor.

Sejauh ini penyidik Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam baru memberkas satu kasus seekor gajah jantan yang mati pada 31 Mei 2012. Mereka berencana melimpahkannya ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Pelalawan. Karena keterbatasan sumber daya, penyelesaian kasus lain masih mangkrak.

Hal ini mengkhawatirkan karena gajah Sumatera dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lembaga IUCN pada 2012 menaikkan status gajah Sumatera di alam dari genting menjadi kritis. Ini satu langkah sebelum terjadinya kepunahan gajah Sumatera.

Di blok hutan Tesso Nilo terdapat dua kantong habitat gajah yang menampung sekitar 200 ekor gajah Sumatera. Pada 2004, Menteri Kehutanan mengubah bekas lahan konsesi PT Inhutani IV seluas 38.576 hektare menjadi Taman Nasional Tesso Nilo. Lima tahun berikutnya luasnya bertambah 44.492 ha, yang diambil dari bekas lahan konsesi hak pengusahaan hutan PT Nanjak Makmur. Jadi total luas Taman Nasional menjadi 83.068 ha.

Pada 2006, Menteri Kehutanan menetapkan kawasan Tesso Nilo sebagai contoh Pusat Konservasi Gajah Sumatera. Namun konflik dan kematian gajah terus terjadi. "Karena aksi perambahan di Taman Nasional makin meningkat," kata Suhandri. Para perambah dari Sumatera Utara dan daerah lain menyerbu masuk. Saat ini ribuan perambah menguasai lahan seluas 28.600 ha serta menjadikannya permukiman dan kebun kelapa sawit.

"Selain gajah, sejumlah satwa lain kritis," ucap Krismanko Padang. Dari harimau Sumatera, badak, beruang, sampai tapir. Pada 2009, WWF menyurvei ada tujuh ekor harimau di Tesso Nilo. Belum lama ini kamera trap yang dipasang hanya menemukan seekor harimau.

Padahal Tesso Nilo merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa di Sumatera. Kawasan hutan ini juga merupakan perwakilan ekosistem transisi dataran tinggi dan rendah. "Dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi," kata Bambang Supriyanto, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Kementerian Kehutanan.

Mengapa aksi perambahan makin meningkat dalam lima tahun ini? Bupati Pelalawan M. Harris menunjuk pada lemahnya pengawasan oleh Balai Taman Nasional Tesso Nilo--badan di bawah Kementerian Kehutanan. Kunci penyelesaian kasus ini ada di tangan Menteri Kehutanan. "Selama ini kami dijadikan bumper pemerintah pusat ketika para perambah masuk dan melakukan unjuk rasa pada saat penertiban," ujar Harris.

Balai Taman Nasional sendiri mengakui keterbatasan tenaga dan biaya. Tempo, yang melakukan reportase pada akhir September 2013, mendapati bangunan pos penjagaan di jalan masuk di Toro Makmur, Desa Kesuma, kosong melompong. Pintu pos terbuka dan plang di bagian depan roboh.

Pada 27 September 2013, Tempo mengikuti kunjungan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Komisi Kehutanan ke Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, yang ada di dalam Taman Nasional. Rombongan memergoki mobil Toyota Kijang dan Suzuki berpelat BK (Medan dan sekitarnya) masuk dari jalan koridor. Mobil ini mengangkut kandang berisi anak ayam serta beras, gula, dan bibit pohon sawit. Sunardi, pengemudi mobil Kijang, menjelaskan bahwa mereka hendak membeli lahan yang ditawarkan seseorang dengan harga Rp 8 juta untuk satu pancang (dua hektare). Dia akan membeli sepuluh pancang untuk kebun sawit.

Alhamran Ariawan, konsultan WWF, menerangkan bahwa oknum tokoh adat dan aparat desa memperjualbelikan lahan. Ada pula anggota legislatif dan aparat keamanan yang memiliki lahan. Lemahnya penegakan hukum, kata Alhamran, yang pernah melakukan investigasi di Tesso Nilo, membuat mereka nekat masuk ke Taman Nasional.

Harga kelapa sawit yang tinggi memang jadi magnet. Tahun lalu harga sawit tandan buah segar pernah mencapai Rp 2.000 per kilogram. Berkat menanam sawit, banyak transmigran dari Jawa yang kaya raya. Begitu juga keuntungan yang diperoleh perusahaan perkebunan.

Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Tandya, menjelaskan, jumlah perambah saat ini mencapai 70 ribu keluarga. Sebagian besar berasal dari Sumatera Utara. Badan Pengelola Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dua kali mengumpulkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan Tesso Nilo. "Ini bagian dari resolusi konflik di beberapa taman nasional dan hutan lindung di Tanah Air," ujar William Sabandar, Deputi Bidang Operasional BP REDD+.

Untuk jangka pendek, kata William, semua pihak harus menjaga agar tidak ada lagi perambah yang masuk. Penyelesaian jangka menengah dan panjang ditangani tim ahli yang melibatkan ilmuwan sosial. Pada pertemuan selanjutnya, mereka akan mengundang perwakilan para perambah. Solusi yang menyeluruh memang dibutuhkan untuk menyembuhkan Tesso Nilo, yang kini sakit karena ekspansi kebun sawit.

Untung Widyanto


Peta Perambah di Taman Nasional Tello Nilo:

  • Kelompok Simpang Nanjak Makmur
  • Kelompok Kuala Onangan Toro Jaya (Toro Jaya, Kuala Onangan, Toro Makmur, dan Mandiri Indah)
  • Kelompok Koridor RAPP (Kampung Bukit, Bukit Horas, dan Km 84)
  • Kelompok Desa Air Hitam (Simpang Silau, Bina Warga Sejahtera)
  • Kelompok Bagan Limau
  • Kelompok Pondok Kempas
  • Ulayat Batin Pelabi
  • Ulayat Batin Hitam
  • Ulayat Batin Muncak Rantau
  • Ulayat Batin Putih

    Perambahan hutan dalam skala kecil dimulai sejak dikuasai PT Inhutani dan Nanjak Makmur.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus