BANTUAN uang Rp 100.000 setiap bulan kepada
perserikatan-perserikatan akan berakhir mulai Maret 1983.
Sebagai gantinya, PSSI menyerahkan kebijaksanaan
komisaris-komisaris daerah (Komda) dan perserikatan untult
menggali sumber-sumber keuangan baru.
Keputusan Sidang Paripurna Pengurus (SPP) PSSI akhir Oktober
lalu itu ditegaskan kembali dalam pertemuan pengurus PSSI dengan
para wartawan di Jakarta Senin lalu. Hal itu agaknya berkaitan
dengan usaha-usaha PSSI kini, yang menurut ketua umumnya,
Syarnubi Said, "sedang merumuskan sistem mencari dana."
Uang Rp 100.000 yang dibagi-bagikan kepada 301 perserikatan di
seluruh Indonesia setiap bulan itu, berasal dari kantung pribadi
Syarnubi Said. Yaitu sesuai dengan janjinya pada saat-saat ia
hendak terpilih menjadi Ketua Umum PSSI dalam kongres Desember
1981. "Saya berikan selama satu tahun penuh, sejak matahari
terbit 1 Januari 1982," ucap Syarnubi ketika itu. Tambahan lagi
sepuluh buah bola untuk tiap perserikatan. Dan memang benar: ia
terpilih menjadi ketua umum, bantuan uang itu pun ia laksanakan,
meskipun baru dapat dinikmati perserikatan-perserikatan sejak
Maret 1982.
Ternyata perserikatan-perserikatan tak menganggap pencabutan
uang itu sebagai tendangan penalti. Sebab "kalau delapan klub
Persipon (Pontianak) harus melakukan kompetisi dengan 12
pertandingan sebulan, uang itu terlalu kecil," ungkap Ketua
Komda PSSI Kal-Bar, Masdulhak Simatupang. "Honor wasit, hingga
pengurus lapangan untuk sekali pertandingan saja minimum Rp
50.000."
Bagi perserikatan-perserikatan di Sumatera Utara bantuan itu
terasa tak banyak menolong pula. Klub-klub perserikatan di
daerah ini tersebar di beberapa kota yang saling berjauhan,
sehingga harus bertanding dengan sistem home-and-away. "Kalau
klub Binjai harus bertanding lawan klub di Tanjung Balai (yang
berjarak 220 km) harus dikeluarkan biaya Rp 300.000 " kata
seorang pengurus PSKB (Binjai), Awaluddin.
Sedangkan PSMS Medan dengan 40 klub yang terbagi dalam empat
divisi, menurut Saur Panggabean, ketua bidang pertandingan Komda
PSSI Sum-Ut, "setiap kompetisi membutuhkan banyak biaya--untuk
bola saja sebuahnya Rp 15.000." Kata Awaluddin, "hadiah sepuluh
bola dari Syarnubi sudah kami kembalikan, sebab sekali pakai,
meletup waktu digiring pemain."
Bagi perserikatan-perserikatan di Sum-Ut sebenarnya kompetisi
antarklub seiama ini berjalan tanpa mengandalkan bantuan Rp
100.000 itu. Sebab PSL Langkat misalnya, anura lain mendapat
dana tetap dari Pertamina. PSMS, menurut ketua umumnya, Syarif
Siregar SH, memperoleh dana dari para donatur tetap. "Yang
menyumbang Rp 25.000 sebulan saja kira-kira ada 100 orang," kata
Syarif.
Persib Bandung, yang dipimpin Solihin G.P. juga tak sulit dana.
"Kami sudah memiliki sistem pengumpulan dana yang efektif lewat
sponsor dan donatur," kata Ketua I Persib, Yayat Ruchiyat.
Sedang bagi Persebaya, Surabaya, bantuan Rp 100.000 memang tak
sia-sia -- meskipun perserikatan ini memang agak mundur
akhir-akhir ini. "Bantuan PSSI itu kami manfaatkan untuk
menggaji empat karyawan sekretariat dan 11 tenaga honorer
pembersih lapangan, bayar air dan listrik,' tutur Ketua
Persebaya, Djoko Sutopo.
BEBERAPA perserikatan di berbagai daerah juga mengungkapkan:
bantuan uang Rp 100.000 itu selama ini diterima kurang lancar.
Penguruspengurus PSP (Padang), PSPP (Padang Panjang), PSKB
(Binjai), PSMS, Persib dan Persipon, mengatakan bantuan rutin
itu hanya diterima untuk Maret sampai dengan Mei 1982. Untuk
Juni sampai dengan Agustus, "kami hanya terima Rp 50.000 sebulan
dan sejak September tak ada dropping lagi".
Ketua Umum PSSI, Syarnubi Said sendiri tak mau menanggapi semua
itu ketika ditanyakan. Tapi yang pasti, menurut sumber TEMPO di
kalangan PSSI, keuangan organisasi ini akhir-akhir ini memang
cukup gawat. Biaya pelatnas tim nasional PSSI Pratama (kini PSSI
Perserikatan) bahkan sempat harus berutang pada PT Krakatau
Steel Cilegon. Sedangkan untuk biaya rutin sekretariat, seperti
gaji karyawan, kerap diambilkan dari dana Rp 100.000 yang
mestinya dikirim ke perserikatan-perserikatan.
Barangkali melihat keadaan keuangan serupa itu, berbagai
perserikatan tak mengharap bantuan dana lagi pada PSSI. Lagi
pula, seperti kata Masdulhaksima tupang, "tugas PSSI sebenarnya
meningkatkan kualitas dan kemandirian." Kalaupun ada uang,
menurut Ketua Komda PSSI Kal-Bar itu, lebih baik dimanfaatkan
untuk antara lain memperbesar armada wasit dan pelatih.
"Tempatkan pelatih di daerah-daerah dengan honor dari PSSI,
minimal untuk enam bulan. Coaching clinic seminggu seperti
selama ini sangat kecil manfaatnya," kata Masdulhak yang
berhasil mengangkat kesebelasan kota Katulistiwa itu masuk 10
Besar dalam PON 1981.
Sekarang, apa akal perserikatan-perserikatan mencari dana untuk
menunjang kegiatan masing-masing? Djoko Sutopo dari Persebaya
belum berani mengungkapkan. Sebab, menurut dia, sumber yang
dapat diandalkan selama ini, yaitu lewat uang karcis
pertandingan, telah disedot pertandingan-pertandingan Liga
Utama. Akibatnya, jika perserikatan mengadakan pertandingan,
penonton sangat berkurang.
Beberapa pengurus perserikatan di Sumatera Utara berjanji akan
terus menggali sumber-sumber dana baru, selain tetap membina
sumber yang telah ada selama ini. Di Jakarta, Persija Menteng
akan tetap mengandalkan sumber tetapnya selama ini, yaitu
menyewakan lapangannya untuk kompetisi Liga Utama dengan tarif
Rp 250.000 sekali main.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini