Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tanpa Ikan Asin dan Supermi

Bob Hasan belum puas dengan prestasi Sea Games XIV targetnya prestasi Asia dan Olimpiade. akan mencari bibit dari daerah-daerah. Prestasi atlet putri belum baik. Soal gizi dan pelatih masih belum memadai.

3 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUM gembira masih saja tersungging di wajah Bob Hasan, Ketua Umum PB PASI, sepekan setelah SEA Games XIV usai. Penampilan para atlet atletik Indonesia dalam SEA Games memang cukup membanggakan. Dari 45 medali emas yang tersedia mereka merebut 17 emas. Itu berarti menggeser dominasi Muangthai dan Malaysia, yang masing-masing hanya merebut 8 emas. Filipina -- dengan pelari jarak pendeknya, Lydia de Vega harus puas dengan 6 emas. Begitu juga Burma. Meski prestasi tim atletik Indonesia lebih baik dibanding perolehan di SEA Games Bangkok, 1985, yang merebut 9 emas, Bob Hasan belum puas. Yang dicitakannya: mencapai tingkat Asia bahkan Olimpiade. Untuk itu ia merencanakan mencari bibit-bibit baru guna menggantikan mereka yang sudah tua. "Kalau hanya memikirkan SEA Games saja, bagaimana bisa berprestasi di tingkat internasional?" ujarnya. Yang agak mengecewakan, prestasi yang dicapai itu sebagian besar andil dari atlet-atlet putra. Para atlet putri dinilai belum cukup baik prestasinya terutama di nomor-nomor lintasan. Dari 17 emas yang didapat, cuma 5 yang diperoleh atlet putri, Tati Ratnaningsih (lempar lembing), Yos Mahuse (tolak peluru), Juliana Effendy (lempar cakram), Jublina Mangi (Sapta lomba), dan Ice Magdalena (jalan cepat). Yang paling kecewa tampaknya Bob Hasan. "Prestasi atlet-atlet putri kita bukannya merosot, tapi sebagian dari mereka malas dan tidak disiplin dalam latihan. Akibatnya, gampang cedera dalam pertandingan," tuturnya tegas. Mereka juga dinilainya terlalu manja. Hal ini dibenarkan oleh J.E.W. Gosal, Ketua Komisi Teknik PB PASI. Pengurus dan pelatih, katanya, sudah memberikan segalanya, tapi semuanya bergantung pada pribadi masing-masing, bisa memanfaatkan fasilitas yang diberikan atau tidak. "Toh mereka semua sudah dewasa dan sudah bertahun-tahun di pelatnas," kata Gosal. Untuk memperbaiki prestasi, PASI merencanakan untuk mencari bibit-bibit yang masih berusia 15-16 tahun guna dibina menghadapi Olimpiade 1992 di Barcelona, Spanyol. Mereka yang dipilih harus tinggi, pandal, mempunyai motivasi juara disamping bakat, selain lulus tes-tes yang akan diberikan. Misalnya, secara umum semuanya akan dites lari 2.400 m untuk mengetahui daya tahan (endurance). Selain itu dilakukan juga tes spesialisasi, seperti tes frekuensi langkah bagi sprinter dan vertical jump maupun full squat bagi nomor-nomor lompat. "Diharapkan mulai Oktober ini para pelatih sudah bisa menyebar ke daerah-daerah untuk melakukan pemanduan bakat," ujar Bob Hasan. Di daerah diduga banyak bibit terpendam yang belum sempat ditemukan. Contohnya, Nini Patriona, peloncat tinggi asal Sumatera Barat. Baru dibina sekitar lima bulan, ia sudah mampu berbicara di SEA Games dengan loncatan 171 cm dan merebut perak. Empat cm lebih tinggi dari rekornas atas nama Yudi Karmani. "Melihat prestasinya, diharapkan Nini mampu melampaui mistar setinggi 2 m," kata Bob. Sistem pembinaan akan tetap menggunakan sistem pemusatan latihan, baik daerah (Pelatda) maupun pusat (Pelatnas). Jika perkembangan prestasi mereka terus meningkat selama dalam latihan, kemungkinan untuk dikirim berlatih di luar negeri cukup besar. Terutama yang prestasinya mendekati tingkat Asia, seperti Frans Mahuse. Sehingga nantinya ada tiga macam pemusatan latihan. "Tapi itu semua bergantung kepada sekolah mereka masing-masing, terganggu atau tidak," kata Bob. Bibit-bibit yang benar-benar berbakat langsung akan ditangani di Pelatnas. Daerah tidak diberi kesempatan untuk membina atlet-atlet mereka sendiri, bukan karena mereka tidak dipercaya. "Saya pikir mereka akan banyak menghadapi masalah-masalah nonteknis," tutur Bob. Pertama, walau jumlah pelatih di Indonesia sudah mencapai lebih dari 6.000 orang, kebanyakan dari mereka masih pelatih pemula. Sedangkan yang mempunyai sertifikat internasional paling-paling hanya 2-3 orang saja di setiap provinsi. "Sehingga, pemikiran mereka level-nya masih medali emas di PON saja," tambahnya. Kedua, menyangkut masalah gizi. Siapa yang akan mengontrol keseimbangan antara karbohidrat dan protein yang mereka makan? "PB PASI bisa saja kirim uang untuk membantu mereka dalam meningkatkan gizi. Tapi apakah bisa dijamin uang itu untuk atlet itu sendiri?. Bisa-bisa untuk dimakan bersama keluarganya," ujar Bob. Ia menunjuk contoh. Para atlet yang ada di pelatnas sekarang pun masih ada yang susah diubah cara makannya. "Kegemaran mereka hanya makan dengan ikan asin atau supermi saja, padahal sudah berlatih sampai ke Jerman Barat segala. Nantinya, hal-hal seperti ini tidak akan terjadi lagi. Saya tidak mau menghamburkan uang hanya untuk hura-hura," tutur Bob. Setiap tahun, Bob, pemilik dan pemegang saham di kira-kira 20-30 perusahaan ini, mengeluarkan dana sekitar Rp 500 juta sampai Rp 1 milyar. Itu dikumpulkannya dari teman-temannya yang sama-sama menyenangi atletik. Anggaran rutin sudah disusun di buku laporan keuangan yang diperiksa oleh akuntan publik. "Bukannya sombong, mungkin PASI satu-satunya induk organisasi yang laporan keuangannya diperiksa oleh akuntan," katanya. Rudy Novrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus