UNTUK pertama kalinya terjadi, final kejuaraan bulu tangkis
internasional di Istora Senayan, Jakarta, menjadi malam
menyedihkan buat Indonesia. Dalam final Grand Prix Pro-Kennex
yang berlangsung Minggu malam lalu, tak seorang pun pemain tuan
rumah mengayun raket ke lapangan. Tiga jago yang diturunkan
Indonesia - Liem Swie King, Icuk Sugiarto, dan Hastomo Arbi-
tumbang sebelum mencapai semifinal. Akan halnya pemain putri
Indonesia, tak seorang pun yang masuk dalam delapan finalis yang
memperebutkan hadiah US$ 70.000 ini.
Kesedihan itu masih ditambah dengan cobaan yang datang dari
alam. Hujan lebat yang mengguyur Jakarta ternyata meneteskan air
di dalam gedung dan, celakanya, jatuh di atas karpet
pertandingan. Lebih dari 25 menit pertandingan terhenti, dan
semua kepala mendongak. Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia
(PBSI) sebagai penyelenggara pertandingan yang disponsori
perusahaan aiat olah raga Taiwan, mau tak mau, kena tampar.
Tetapi bukan lantaran itu bila tahun depan final sirkuit bulu
tangkis yang disponsori perusahaan raket Pro-Kennex ini tidak
akan diselenggarakan di Jakarta. "Mungkin di India, atau
Denmark, atau Jepang," kata Kunnan Lo, direktur utama
Pro-Kennex. c Pertimbangannya, tentu saja dari segi promosi.
Pro-Kennex terjun ke dunia bulu tangkis untuk promosi mulai
1982. Tujuannya menciptakan suatu turnamen terbuka di dunia.
Grand Prix ini adalah hasil persetujuan Federasi Bulu Tangkis
Internasional (IBF) dan International Management Grup (IMG),
sebuah grup yang berpusat di AS yang mengatur kegiatan
olahragawan dari berbagai cabang.
Dalam tahun 1983, sirkuit bulu tangkis ini menetapkan tujuh
rangkaian kejuaraan. Urutannya: Kejuaraan Swedia Terbuka
(Maret), All England (Maret), Kejuaraan Dunia Kopenhagen (Mei),
Malaysia Terbuka (Juli), Indonesia Terbuka (Agustus), Piala
Skandinavia (Oktober), dan Kejuaraan Kanada Terbuka (November).
Finalnya, yang baru saja dilangsungkan di Istora itu.
Grand Prix ini mempergunakan sistem nilai yang dikumpulkan dari
setiap kejuaraan yang diikuti. Pemain yang mengantungi nilai
tertinggi, dua belas putra dan delapan putri berhak maju ke
babak final. Semakin rajin pemain mengikuti pertandingan makin
banyak nilai yang diperoleh. Inilah yang dikeluhkan pemain dari
kawasan Asia. Sebab rangkaian sirkuit itu, dilihat dari segi
biaya yang dikeluarkan, sangat menguntungkan pemain Eropa.
Ivanna Lie sebuah contoh. Ia hanya mengikuti tiga dari tujuh
rangkalan kejuaraan - turnamen Malaysia Terbuka, Indonesia
Terbuka, dan Piala Skandinavia - hingga nilai yang diperolehnya
cuma 310. Angka itu kurang sepuluh dari angka total pemain Cina
Han Aiping yang menempati urutan kedelapan di antara finalis
putri. "Sayang, Ivanna tidak ikut. Padahal, ia pemain berteknik
tinggi. Kalau saja ia ikut, barangkali asilnya jadi lain,"
komentar Li Lingwei, pemain putri Cina yang menjadi juara
pertama.
Pengumpulan nilai, selain karena pemain harus rajin mengikuti
turnamen, juga ditentukan oleh kejuaraan yang diikuti. Dari
tujuh rangkaian hanya All England dan Kejuaraan Dunia yang
digolongkan kelas satu. Sisanya kelas dua. Juara pertama dalam
turnamen kelas satu nilainya 250, runner up 200, semifinalis
160, dan perempat finalis 120. Untuk kejuaraan kelas dua, urutan
nilainya: 175, 140, 110, dan 80. Sistim nilai inilah, yang
menyebabkan tak seorang pun pemain putri Indonesia masuk final
Grand Prix, Pro Kennex.
Sementara puluhan pemain putra ikut berpartisipasi
setidak-tidaknya dalam Indonesia Terbuka - hanya tiga pemain
yang masuk 12 besar. Liem Swie King dengan nilai 500 di urutan
kedua, Icuk (440) di urutan keempat, dan Hastomo Arbi (350) di
urutan kedelapan.
Finalis putra yang dibagi empat grup ini menempatkan King di
grup A bersama Luan Jin (Cina) dan Ong Beng Teong (Malaysia).
Hastomo Arbi di grup B dengan Prakash Padukone dan Sompol
Kukasemkij (Muangthai). Sedangkan Icuk Sugiarto di grup D
bersama Misbun Sidek (Malaysia) dan Nick Yates (Inggris).
Finalis putri hanya dibagi dua grup. Pada malam pertama, Rabu
minggu lalu, Icuk yang menjuarai Kejuaraan Dunia tumbang di
tangan Nick Yates. Suatu tamparan menyakitkan mengingat Yates
baru masuk urutan ke-32 ketika Icuk masih juara dunia. "Istora
merupakan momok bagi Icuk," komentar seorang pelatih, M. Ridwan.
Alasannya, pengunjung Istora tak segan-segan melontarkan makian
terhadap pemain yang bermain jelek, termasuk atlet tuan rumah.
Sebelum Icuk menyerah pada Yates, Hastomo Arbi digulung Prakash
Padukone dari India. Prakash, yang pernah berguru di Indonesia
dan lama menetap di Denmark, dengan cerdik mendikte Hastomo.
Pertandingan berakhir: 8-15 dan 7-15.
King, yang tampil pada malam kedua, sempat menghibur penonton
Istora yang berjubel. Ia menundukkan Ong Beng Teong dengan
permainan yang hampir tanpa cela. Tapi, diam-diam, Luan Jin
mempelajarinya (lihat: Resep sang Guru). Esoknya, dalam
perebutan tiket semifinal, King praktis dibuat salah tingkah
oleh Luan Jin. Dan Istora mencatat sejarah buruk: untuk pertama
kali Indonesia gagal menempatkan pemain di babak semifinal.
Dari hadiah US$ 70.000 yang disediakan Pro-Kennex, milik
Taiwan, Cina memboyong US$ 26.250 lewat Luan Jin (juara tunggal
putra), Li Lingwei (kampiun putri), Han Aiping (juara kedua),
dan Zhang Ailing (juara ketiga). Tapi hadiah uang hanya 10% yang
diserahkan kepada para pemain. Sisanya, hak organisasi bulu
tangkis Cina. "Paling-paling cukup untuk membeli suvenir kecil
dan murah," kata Chen Fu Shou, pelatih Cilla kelahiran Solo ini.
"Tidak ada pemain yang dapat hadiah tanah, rumah, atau mobil."
Dengan bangga ia menunjukkan, pemain Cina walau berprestasi di
tingkat dunia, tetap sederhana.
Hadiah yang diterima pemain Indonesia, Liem Swie King dan
Hastomo Arbi, masingmasing US$ 3.000, serta Icuk US$ 2.000, juga
diserahkan ke PBSI. Sebab, mereka tidak menyandang predikat
pemain profesional. Inilah bedanya dengan pemain nyentrik dari
Malaysia, Misbun Sidek, 24, yang masuk "jaringan" IMG. Hadiah
US$ 5.250 ia makan sendiri. Persatuan Bulu Tangkis Malaysia
(BAM) tak dapat apa-apa. Risikonya, Misbun, yang terjun ke dunia
pro pertengahan Oktober, harus mencari pelatih sendiri dan
membiayai perlawatan yang diatur IMG, kantor cabang Hong Kong.
"Dalam berlatih, saya ikut selera sendiri. Pelatih ada, tapi
lebih senang berlatih sendiri, bangun pukul sepuluh tak ada yang
marah," kata Misbun, yang rambutnya meniru model punkrock -
bagian tengah dicat cokelat.
Tentang kontraknya dengan IMG, Misbun berkomentar, "Saya sendiri
tak tahu apa untungnya masuk IMG." Ia menjelaskan, ia hanya akan
bermain bulu tangkis sekitar dua tahun lagi.
Apa arti Grand Prix Pro-Kennex ini bagi Indonesia? Menurut ketua
Bidang Pembinaan PBSI, Rudy Hartono, selain untuk mengetahui
peta kekuatan pemain dunia, sirkuit ini semacam uji coba
menjelang perebutan Piala Thomas tahun depan di Kuala Lumpur.
"Permainan beregu berbeda dengan perorangan. Saya optimistis
menghadapi Piala Thomas. Waktu masih cukup untuk mempersiapkan
pemain," ujar Rudy.
Melihat kemerosotan demi kemerosotan, tak jelas kenapa Rudy
cukup optimistis. Sekadar menghibur diri di tengah kesedihan?
Entahlah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini