Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tidak Asal Jalan

Lomba gerak jalan tradisional bogor-jakarta ke-4 dimenangkan oleh regu puteri siswa bidan bangkalan peserta perorangan, haji chasan basri paling rajin mengikuti lomba gerak jalan tersebut.

13 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GERAK Jalan tradisional Bogor- Jakarta ke IV dimulai dari lapangan bola RS Jiwa Bogor tepat jam 17.00 pekan lalu tanggal 29 Nopemher. Start kehormatan diberikan pada para peserta yang berumur di atas 60 tahun. Disusul kemudian peserta perorangan wanita, perseorangan pria dan kemudian peserta beregu. Perseorangan pria di atas 60 tahun hanya diikuti oleh 14 peserta, mereka nampak lebih semangat dari peserta yang lain. Terbukti mereka mencuri start sesaat pistol Dan Rem 061/Suryakencana Kolonel Rauf Efendi belum mencetus. Sehingga oleh panitia diulang kembali. Dan ketika letusan bunyi terdengar peserta nomor 612 Haji Chasan Basri sedikit terkejut. Dan rokok lintingan yang sedang diisapnya sampai terjatuh. Lalu dengan langkah yang tegap si kakek itu maju dengan bantuan tongkat berkepala ularnya. Haji Chasan Basri dari Bandung termasuk salah satu yang tidak pernah absen mengikuti acara gerak jalan tradisionil Bogor - Jakarta. Ia ikut juga gerak jalan Mojokerto - Surabaya. Bahkan katanya: "Bandung Surabaya saya tempuh dalam 5 hari". Untuk prestasi itu ia memperlihatkan surat keterangan dari walikota dan beberapa medali serta badge. "Kalau waktu itu tidak dilarang oleh cucu, anak dan isteri saya, barangkali saya akan meneruskan untuk keliling pulau Jawa dengan jalan kaki", ucapnya pula. Kelompok beregu terdiri dari ABRI. Pelajar, Mahasiswa dan karyawan. Tentu saja tak ketinggalan regu pramuka, karateka, pendekar pencak silat, kungfu dan wartawan. Tapi yang paling menonjol adalah regu siswi bidan Bangkalan (Madura). Puteri-puteri Madura ini bernomor dada 75, mengenakan seragam merah jambu dan bertopi merah jambu juga. Langkahnya selalu tegap dengan tempo yang teratur sekali. Regu ini adalah pemegang piala bergilir Gubernur Ali Sadikin tahun lalu. "Kami akan pertahankan piala Bang Ali ini", ucap komandan regunya sehabis menyelesaikan pos ke II di Cimanggis sambil menyuruh anak buahnya memasang plastik pada topi untuk menahan hujan yang turun malam itu. Rupanya tekad regu bidan Bangkalan ini tak banyak saingannya. Karena dari 4 regu puteri yang mendaftarkan, yang ikut hanya dua regu: siswa bidan Bangkalan dan SMP Marsudirini. Sedangkan yang sampai finis (dan waktunya tepat) hanya puteri Madura itu. Gerak Jalan Bogor-Jakarta yang berakhir minggu pagi di Balaikota Jakarta diikuti tidak kurang dari 92 regu, yang masing-masing terdiri dari 20 orang. Kecuali regu PWI/SIWO yang hanya diikuti 13 orang. Ditambah dengan 576 peserta perorangan. Selain regu bidan dari Bangkalan, yang juga tampak menonjol adalah pendatang baru dari Banyuwangi. Mereka ini terdiri dari pemuda-pemuda karyawan Pabrik Kertas Basuki Rachmat Banyuwangi. Bahkan regu Banyuwangi ini sepanjang perjalanan tidak berhenti bernyanyi. "Maju Tak Gentar", "Halo Halo Bandung" sampai pada lagu Potong Bebek Angsa. "Lagu lau yang kita bawakan untuk sekedar menambah semangat dan juga untuk menjaga kerapian", kata kepala regu Banyuwangi. Sehingga regu pabrik kertas Basuki Rachmat ini sempat menciptakan sebuah lagu Bogor - Jakarta. Gerak jalan tradisionil Bogor - Jakarta berjarak 57 km. Lebih berat dari medan Mojokerto - Surabaya yang 55 km itu. Apalagi jalan yang ditempuh ini liwat arung: harus melalui sawah dan perkebunan karet yang gelap. Ditambah lagi dengan hujan rintik-rintik. Penerangan lampu tidak ada kecuali dari para pedagang buah-buahan. Tapi tentu saja ini tidak membuat para peserta perorangan takut. Bahkan ada peserta wanita yang asyik berjalan sendiri. Ada juga yang menyempatkan diri berjalan berdua-duaan. Romantis deh! Nampak juga seorang kakek dan cucunya jalan bergandengan sampai memasuki finis di Balaikota. Juga keluarga Kartono S mendapat sambutan meriah. Ia bersama isteri dan anaknya yang baru 7 tahun berjalan dengan teratur sekali. Jauh lebih teratur dari regu-regu karateka, kungfu, pencak silat dan para wartawam Mereka ini berjalan tanpa perhitungan. "Pokoknya jalan", ucap salah seorang wartawan. Mereka nampaknya ingin menunjukkan jalan cepat. Padahal penilaian ditentukan pada ketepatan waktu dan kerapian. Dalam gerak jalan Bogor Jakarta ini dibagi dalam 3 pos. Pos pertama di Lebak Wangi, Pos II di Cimanggis dan pos III di Panglima Polim. Untuk putera harus ditempuh dalam waktu 11 jam dan untuk puteri 13 jam 5 menit, termasuk waktu istirahat. Istirahat diberikan pada tiap pos, dengan ketentuan pada pos I 45 menit pos II 25 menit dan pos III 20 menit. Sedangkan bagi yang terlambat ataupun terlalu cepat setiap 1 menit nilai dikurangi 1. Jumlah nilai tertinggi sebesar 500 untuk ketepatan waktu. Dengan perincian start sampai finis terbaik 100, dari start sampai pos I 100, Pos I sampai pos II 100 dan pos II sampai pos III 100, kemudian dari pos III sampai finis 100. Juga nilai untuk kelengkapan barisan jumlah keseluruhan 500. Walaupun jalan kaki itu hampir pekerjaan setiap orang, tapi untuk mengikuti sebuah gerak jalan bukan pekerjaan yang ringan. Sebagian besar dari mereka yang berhasil masuk finis adalah mereka yang setiap pagi berolahraga. Jalan kki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus