TIDAK, sekali lagi tidak," demikian KONI Pusat. Maka sepakbola
pasti tak akan diberangkatkan ke Asian Games VIII. KONI Pusat
menyatakan akhir pekan lalu, bahwa dilihat dari sudut prestasi,
pengiriman sepakbola hanya bersifat untung-untungan. Memang
sifat untung-untungan dalam prestasi tidak pernah diterapkan
oleh tim Peneliti/Evaluasi KONI Pusat.
Jadi, isyu bahwa sepakbola akan disertakan dalam kontingen
Indonesia berdasarkan "missi" juga lenyap.
"Sekalipun bicara soal prestasi," kata Frans Hutasoit, Ketua
Pembinaan Tim Nasional PSSI, "saya kira hanya Iran dan Korea
Selatan di atas kita. Lainnya boleh dikata masih setaraf dengan
kita." Tapi siapa yang berani memberi jaminan bahwa sepakbola
minimal akan berhasil membawa pulang medali perunggu KONI Pusat
dalam partisipasinya ke Asian Games VIII ini merasa pasti dapat
memenuhi targetnya: minimal 3 besar. Itulah sebabnya hampir 40%
dari para atlit yang di-pelatnas-kan tersisihkan. Dari 115 atlit
terpilih 75 orang. Sedang jumlah pelatih yang ditunjuk
mendamping para asuhannya berjumlah 20 orang. Para atlit
tersebut berasal dari bulutangkis (15 = 7 puteri, 8 putera),
renang/loncat indah (12 = 5 puteri, 7 putera), tinju (7), tenis
(8 = 4 puteri, 4 putera), panahan (6 = 3 puteri, 3 putera),
balap-sepeda (6), anggar (4 puteri), atletik (9 = 7 putera, 2
puteri), tenis-meja (4), menembak (2) dan angkat-besi (2). Gulat
seperti halnya dengan sepakbola dinyatakan masih belum
meyakinkan untuk diturunkan ke gelanggang Asian Games VIII.
Tapi keputusan KONI Pusat, dalam memilih atlit yang akan
diberangkatkan ke AG VIII, mendapat tanggapan yang seru.
Misalnya mengenai terpilihnya pembalap sepeda Suharto dan Fanny
Fatulla. Kedua atlit ini dalam Tour d'issi, Oktober, belum
memperlihatkan prestasi yang meyakinkan dibandingkan Seno
Sudono, misalnya. Tapi Sudono sendiri tak terpanggil. Tentang
ini, Ketua Harian KONI Pusat, Suprayogi cuma mengatakan bahwa
semua penetapan itu telah melalui pintu seleksi dan konsultasi
dengan induk organisasi yang bersangkutan.
Di cabang atletik, atlit yang tersisih adalah A. Rahman Zakin,
pelari 800 m dan 1.500 m. Tempatnya digantikan oleh Joseph
Miagan. Penggantian ini, menurut KONI Pusat, didasarkan karena
Miagan lebih mempunyai potensi untuk disertakan dalam nomor
estafet 4 X 400 meter. Betulkah Miagan mempunyai kelebihan
ketimbang Zakin? Tak ada perbandingan tertulis. Zakin sendiri,
dalam pengakuannya kepada TEMPO, tidak pernah diuji dalam nomor
400 m tersebut. Meski sebelum keputusan KONI Pusat dikeluarkan,
ia sudah menantan Miagan untuk saling menguji ketrampilan.
Di dalam nomor renang, ceritanya lain lagi. Ketika seleksi
diadakan Oktober lalu, hanya 8 orang berhasil menembus
persyaratan kwalifikasi. Tapi dalam daftar kontingen tercantum
11 perenang. Menurut Suprayogi, juga menjabat Ketua PRSI,
penambahan tersebut didasarkan bahwa mereka dibutuhkan untuk
nomor estafet. "Prestasi kita tidak jelek untuk nomor ini," kata
Suprayogi.
Melihat tersisihnya 40 atlit dari 115 orang yang dipersiapkan,
tidakkah ini merupakan kegagalan dari sistim pembinaan yang
dijalankan di pelatnas? Komandan pelatnas, Mohamad Anwar tampak
sulit menjawab. Ia mengambil contoh pada atlit angkat besi yang
diwakili oleh Bambang Sugiono dan Sindharta Halimana. "Dalam
angkat besi, adalah atlit yang menambahkan rekor angkatan sampai
25 kg," katanya tanpa menyebut nama. "Apa itu suatu kegagalan
pembinaan?"
Lalu, berapakah jumlah medali yang diharapkan? "Pokoknya lebih
baik dari Asian Games VII di Teheran," kata Suprayogi. Dalam AG
VII, kontingen Indonesia cuma mengikuti 4 cabang olahraga
(Tinju, Bulutangkis, Tenis, dan Loncat Indah) dengan mengantongi
3 medali emas, 4 perak, dan 4 perunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini