Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Akal PBSI Cari Uang

Untuk mencari dana, PBSI mencoba menarik sebanyak mungkin donatur. Dari sejumlah apotik di Jakarta. PBSI juga akan memperoleh 10 rupiah dari setiap resep yang ditukarkan. (or)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASALAH sulit dana bukan cerita ban tentang PBSI. Rencana pengiriman tim bulutangkis puteri ke turnamen Piala Uber di Auckland, Selandia Baru bulan Mei lalu hampir saja gagal, gara-gara soal tersebut. Bayangkan, dua hari menjelang keberangkatan PBSI belum punya dana sepeser pun. "Waktu itu saya sangat cemas sekali," ungkap Bendahara PBSI, Titus Kurniadi. "Bagaimana tidak, sebab ini menyangkut nama bangsa." Tim puteri Indonesia, akhirnya berangkat berkat uluran tangan beberapa pengusaha nasional. Tim ini pemegang Piala Uber, lambang supremasi bulutangkis wanita. Tapi gagal mempertahankan reputasi tersebut. Di final, mereka dikalahkan oleh regu Jepang, 5 - 2. Kurniadi tampak tak ingin masalah serupa merongrong PBSI lagi. Dalam pertemuan pers di gedung KONI Jaya, September lampau ia menjual ide dalam menambal uang kas. Gagasan itu dituangkannya dalam bentuk penjualan kertas berharga kepada para donatur. Nilainya masing-masing 10.000, 25.000, dan 50.000 rupiah. Dipungut setiap bulan, dalam jangka setahun. Ia mentargetkan 400 orang donatur. Diperkirakan dari jumlah donatul tersebut, PBSI akan mengantongi dana 1 juta rupiah perbulan. "Jumlah itu sebenarnya belum mencukupi," lanjut Kurniadi. "Berdasarkan pengalaman tahun lalu, PBSI memerlukan dana sebesar 80 juta rupiah." Dari mata anggaran KONI Pusat, menurut pengakuan Kurniadi, PBSI cuma mendapat bantuan 10 juta rupiah. ElPiji Krisis dana yang dibeberkan Kurniadi itu ternyata belum menggugah hati. Dari 400 orang yang diharapkannya, sampai pekan lalu, baru 10 donatur yang bersedia menyumbang. Di antaranya adalah Arief, pemilik PT Nyala Baru, agen Elpiji. Kesedian Arief, menurut penuturannya dikarenakan ia merasa prihatin mendengar keluhan tahunan PBSI. Ia membeli kertas berharga PBSI yang bernilai 10.000 rupiah. "PBSI memang menjanjikan karcis gratis untuk menonton setiap pertandingan yang mereka selenggarakan sebagai imbalan," kata Arief. Tapi, "bukan itu sebab pokok yang mendorong saya menjadi donatur." Akan halnya, Handoko, 40 tahun, pedagang onderdil mobil di Gunung Sahari Jakarta juga seorang donatur. Ia tergugah karena, "hanya cabang olahraga inilah yang mampu mengangkat nama Indonesia di gelanggang dunia," katanya. "Sangat disayangkan kalau supremasi itu harus lepas hanya disebabkan oleh ketiadaan dana." Mengharap sumber pemasukan dari penjualan kertas berharga dan sumbangan KONI Pusat semata, PBSI kelihatan tidak akan ke luar dari lingkaran setan. Karena itu Kurniadi, pemilik apotik Jembatan Dua, berusaha untuk menjual gagasan lain untuk menutupi kekurangan tersebut. Mulai Nopember ini, ia akan memulai dengan perusahaannya sendiri, dari setiap resep akan dipotong 10 rupiah untuk dana PBSI. Pemotongan itu tanpa menaikkan harga obat yang dijual. "Berapa orang relasi saya yang memiliki apotik sudah ada yang bersedia untuk melakukan hal serupa," kata Kurniadi. Apotik yang telah menyatakan kesediaan adalah Seriti, Trisakti, Gandaria, Taman Solo, dan Lokasari. Target Kurniadi, 20 apotik. Jika gagasan Kurniadi dibeli oleh pengusaha apotik, maka PBSI akan memungut lagi dana sebesar 25.000 rupiah dari setiap apotik perbulan. Menurut Kurniadi, dalam sebulan tiap apotik rata-rata menjual 2.500 resep. Angka pemasukan untuk kas PBSI sementara masih di kertas bisa membuat cabang olahraga lain iri. Adakah jika hal ini menemui realisasi akan berarti KONI Pusat bisa berlepas tangan? "Inisiatif ini motifnya 'kan karena kekurangan dana. Kalau bantuan KONI Pusat dihapuskan PBSI akan tetap berada dalam lingkaran setan," ucap Kurniadi. Penjualan ide Kurniadi ini belum terlambat, memang. Tapi mengapa selama ini para dermawan agak enggan untuk mengulurkan tangan kepada PBSI? "Hal itu disebabkan antara lain para pengurus, nota bene orang yang cukup mampu, tak pernah memberi contoh kepada dermawan untuk menyumbang," alasan Kurniadi. Lembaran bagi PBSI telah dibuka, kini. Soal dana bagi pembinaan yang selama ini selalu menguatirkan telah mulai dicoba diatasi. Adakah itu akan berarti supremasi dunia bulutangkis bakal tetap di sini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus