MASALAH sulit dana bukan cerita ban tentang PBSI. Rencana
pengiriman tim bulutangkis puteri ke turnamen Piala Uber di
Auckland, Selandia Baru bulan Mei lalu hampir saja gagal,
gara-gara soal tersebut. Bayangkan, dua hari menjelang
keberangkatan PBSI belum punya dana sepeser pun. "Waktu itu
saya sangat cemas sekali," ungkap Bendahara PBSI, Titus
Kurniadi. "Bagaimana tidak, sebab ini menyangkut nama bangsa."
Tim puteri Indonesia, akhirnya berangkat berkat uluran tangan
beberapa pengusaha nasional. Tim ini pemegang Piala Uber,
lambang supremasi bulutangkis wanita. Tapi gagal mempertahankan
reputasi tersebut. Di final, mereka dikalahkan oleh regu Jepang,
5 - 2.
Kurniadi tampak tak ingin masalah serupa merongrong PBSI lagi.
Dalam pertemuan pers di gedung KONI Jaya, September lampau ia
menjual ide dalam menambal uang kas.
Gagasan itu dituangkannya dalam bentuk penjualan kertas berharga
kepada para donatur. Nilainya masing-masing 10.000, 25.000, dan
50.000 rupiah. Dipungut setiap bulan, dalam jangka setahun. Ia
mentargetkan 400 orang donatur.
Diperkirakan dari jumlah donatul tersebut, PBSI akan mengantongi
dana 1 juta rupiah perbulan. "Jumlah itu sebenarnya belum
mencukupi," lanjut Kurniadi. "Berdasarkan pengalaman tahun lalu,
PBSI memerlukan dana sebesar 80 juta rupiah." Dari mata anggaran
KONI Pusat, menurut pengakuan Kurniadi, PBSI cuma mendapat
bantuan 10 juta rupiah.
ElPiji
Krisis dana yang dibeberkan Kurniadi itu ternyata belum
menggugah hati. Dari 400 orang yang diharapkannya, sampai pekan
lalu, baru 10 donatur yang bersedia menyumbang. Di antaranya
adalah Arief, pemilik PT Nyala Baru, agen Elpiji. Kesedian
Arief, menurut penuturannya dikarenakan ia merasa prihatin
mendengar keluhan tahunan PBSI. Ia membeli kertas berharga PBSI
yang bernilai 10.000 rupiah. "PBSI memang menjanjikan karcis
gratis untuk menonton setiap pertandingan yang mereka
selenggarakan sebagai imbalan," kata Arief. Tapi, "bukan itu
sebab pokok yang mendorong saya menjadi donatur."
Akan halnya, Handoko, 40 tahun, pedagang onderdil mobil di
Gunung Sahari Jakarta juga seorang donatur. Ia tergugah karena,
"hanya cabang olahraga inilah yang mampu mengangkat nama
Indonesia di gelanggang dunia," katanya. "Sangat disayangkan
kalau supremasi itu harus lepas hanya disebabkan oleh ketiadaan
dana."
Mengharap sumber pemasukan dari penjualan kertas berharga dan
sumbangan KONI Pusat semata, PBSI kelihatan tidak akan ke luar
dari lingkaran setan. Karena itu Kurniadi, pemilik apotik
Jembatan Dua, berusaha untuk menjual gagasan lain untuk menutupi
kekurangan tersebut. Mulai Nopember ini, ia akan memulai dengan
perusahaannya sendiri, dari setiap resep akan dipotong 10 rupiah
untuk dana PBSI. Pemotongan itu tanpa menaikkan harga obat yang
dijual. "Berapa orang relasi saya yang memiliki apotik sudah ada
yang bersedia untuk melakukan hal serupa," kata Kurniadi. Apotik
yang telah menyatakan kesediaan adalah Seriti, Trisakti,
Gandaria, Taman Solo, dan Lokasari. Target Kurniadi, 20 apotik.
Jika gagasan Kurniadi dibeli oleh pengusaha apotik, maka PBSI
akan memungut lagi dana sebesar 25.000 rupiah dari setiap apotik
perbulan. Menurut Kurniadi, dalam sebulan tiap apotik rata-rata
menjual 2.500 resep.
Angka pemasukan untuk kas PBSI sementara masih di kertas bisa
membuat cabang olahraga lain iri. Adakah jika hal ini menemui
realisasi akan berarti KONI Pusat bisa berlepas tangan?
"Inisiatif ini motifnya 'kan karena kekurangan dana. Kalau
bantuan KONI Pusat dihapuskan PBSI akan tetap berada dalam
lingkaran setan," ucap Kurniadi.
Penjualan ide Kurniadi ini belum terlambat, memang. Tapi mengapa
selama ini para dermawan agak enggan untuk mengulurkan tangan
kepada PBSI? "Hal itu disebabkan antara lain para pengurus, nota
bene orang yang cukup mampu, tak pernah memberi contoh kepada
dermawan untuk menyumbang," alasan Kurniadi.
Lembaran bagi PBSI telah dibuka, kini. Soal dana bagi pembinaan
yang selama ini selalu menguatirkan telah mulai dicoba diatasi.
Adakah itu akan berarti supremasi dunia bulutangkis bakal tetap
di sini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini