PEKAN ini, tepatnya hari Kamis, PSSI genap 60 tahun. Di kantornya di Stadion Senayan, Jakarta, kesibukan top organisasi bola ini terasa lebih padat. Tim nasional untuk Asian Games Beijing tengah dipersiapkan dan kini berlatih di Australia. Ketua Umum PSSI Kardono pun baru saja pulang dari beberapa daerah untuk meresmikan penataran pelatih dan wasit. Yang menarik, dengan alasan ulang tahun tadi, PSSI memberikan remisi besar-besaran untuk 11 pemain dan pelatih. Penerima remisi ini tadinya dihukum karena berbagai pelanggaran. Ada yang menghina wasit, ada yang rusuh di lapangan, dan ada pula kena kasus suap. Remisi ini, yang kedua dalam sejarah PSSI dalam kaitan HUT-nya, adalah yang terbesar. Pada HUT ke-58, ada lima pemain yang memperoleh remisi. Pengurangan hukuman ini pun tergolong luar biasa. Hukuman untuk Hamid Asnan, pemain Niac Mitra yang terlibat suap pada 1987 dan dihukum 10 tahun, kini jadi sembilan bulan dengan masa percobaan satu tahun. Artinya, Hamid praktis cuma tiga tahun menjalani hukuman. Pemain Pelita Jaya, Elly Idris, yang berbuat asusila di depan ofisial tim lawan -- ketika Pelita Jaya melawan Petrokimia Gresik, awal 1989 -- tadinya kena dua tahun. Kini, ia diberi hukuman sebulan dengan masa percobaan dua bulan. Tapi, ada pro dan kontra. Sebagian menganggap tak mendidik. Apalagi untuk pemain yang kena suap. Sebagai contoh, pemain nasional Italia Paolo Rossi sempat dihukum dua tahun pada 1980. Rossi dituduh terlibat kasus suap ketika klub Perugia yang diperkuatnya bertanding melawan Avelino dan berakhir 2-2. Walau Italia sedang bersiap ke Piala Dunia 1982 di Spanyol, Rossi tak diberi pengampunan. Hukumannya berakhir hanya beberapa minggu menjelang Piala Dunia dimulai. Apa kata Kardono? "Kalau mereka menyadari kesalahannya, mengapa tidak diberi remisi? Toh, hukuman bukan untuk mematikan karier, tapi untuk mendidik mereka," ujarnya. Ia belum melihat adanya preseden yang negatif dengan remisi itu. Namun, Kardono juga menegaskan fair play yang kini gencar dikampanyekan PSSI akan jalan terus. Walhasil, tindakan Kardono ini kurang lebih bisa diartikan: remisi tetap diberikan, tapi, kalau ada pemain membanting atau meninju wasit dan berbuat kerusuhan di lapangan, hukuman tetap dijatuhkan. Malah, "Jika mereka mengulangi perbuatannya, hukumannya akan lebih berat," katanya kepada Hedy Susanto dari TEMPO. Remisi kali ini juga diterima Ferril Raymon Hattu. Libero Petrokimia Gresik ini dihukum enam bulan karena menghina wasit dalam pertandingan antara Perkesa Mataram dan klubnya di Yogya, November 1989. Ketika remisi ini belum dikeluarkan PSSI, Ferril sudah dipanggil untuk memperkuat tim nasional PSSI ke Asian Games Beijing. Padahal, Ferril masih harus menyelesaikan hukumannya. Dengan adanya remisi ini, Ferril tak perlu lagi menjalani sisa masa hukuman. "Paling tidak sekarang sudah tidak ada ganjalan bagi saya untuk berlatih. Yang penting bagaimana memenuhi kepercayaan itu dengan prestasi yang baik," ucap Ferril. Konon, pengurangan terhadap Ferril ini keluar karena tenaganya sebagai libero sangat dibutuhkan pada tim nasional PSSI yang kini dilatih Polosin dan Urin dari Soviet. Abdul Rachman Gurning, 29 tahun, juga bersyukur. Pemain PSMS Medan yang kena 5 tahun karena memukul wasit pada Februari 1988 ini menganggap kariernya terselamatkan. "Saya sudah lega karena hukuman lima tahun itu sama dengan pembunuhan," kata Abdul Rachman Gurning, yang selama menjalani hukuman melatih pemain remaja di Perkebunan PTP IX Medan. Ia merencanakan hijrah ke klub galatama Pusri Palembang. "Awak sadar sekarang, hukuman itu merupakan cambuk dalam karier saya yang tinggal beberapa tahun lagi," katanya. Hamid Asnan mulai dengan karier barunya. Ia sejak beberapa waktu lalu menjadi asisten pelatih Asyaabab Galatama. Klub ini kini menduduki peringkat pertama kompetisi Divisi I Galatama. Dan "bebasnya" Hamid ini disambut gembira. "Alhamdullilah, ini merupakan tantangan juga untuk Asyaabab supaya berprestasi lebih baik," ujar wakil manajer Asyaabab Drs. Cholid Ghoromah. Namun, tidak semua pihak puas. Ketua Komda PSSI Sulawesi Selatan Haji Andi Unru, misalnya. Ia menilai pengurangan hukuman itu bisa menimbulkan masalah apalagi dari nama-nama itu tak ada pemain PSM Ujungpandang. "Padahal, jika dilihat, dosa pemain PSM tidak seberat dosa yang dilakukan Hamid Asnan dan kawan-kawan," kata Andi Unru. Yang dimaksud Unru adalah diskorsnya empat pemain PSM yang terlibat perkelahian dengan Persib Bandung dalam kompetisi Perserikatan, Februari lalu. Pokoknya, masih banyak "cacat" PSSI di mata Ketua Komda Suiawesi Selatan ini, oleh karena itu, 22 Maret lalu ia melayangkan surat ke PSSI untuk mengusulkan kongres luar biasa. Kardono sendiri cukup tanggap dengan suara-suara itu. "Memang perlu ditelaah kembali apa tradisi remisi ini perlu dilanjutkan. Tapi saya yakin remisi ini tidak membuat pemain, pelatih, maupun ofisial jadi tidak takut lagi dengan sanksi," tambah Kardono. Seperti kata Sekum PSSI Nugraha Besoes, skorsing atas pemain sepak bola itu sifatnya lain dengan hukum pidana. "Bayangkan saja, mereka tak boleh main bola atau mengurus bola padahal jiwanya di bola. Apa tak menyiksa ini?" tanya Besoes. Tapi, kalau sportivitas di lapangan hijau diinjak-injak, bukankah ini juga pelanggaran serius atas fair play yang dikampanyekan PSSI? Walhasil, PSSI memang masih harus jadi wasit yang adil. Dan, selamat ulang tahun. Rudy Novrianto, Affan B. Hutasuhut (Medan), dan Erwin P. (Ujungpandang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini