SEBUAH pesawat angkut militer Belgia yang membawa dua puluh lima pendukung kesebelasan Liverpool dari Inggris, Rabu pekan silam, mendarat di bandar udara militer Melsbroek di Brussels. Kedatangan mereka bukanlah untuk menyaksikan klub kesayangannya berlaga di lapangan hijau. Para pemuda itu justru akan dihadapkan ke meja hijau sebagai terdakwa untuk mempertanggungjawabkan serangkaian tindakan mereka yang kemudian dicatat sebagai "Tragedi Heysel". Mereka diekstradisikan dari negara asalnya untuk diadili dengan UU yang berlaku di Belgia. Peristiwanya sendiri terjadi pada 29 Mei 1985. Ketika itu pertandingan final Piala Champions antara Juventus (Italia) dan Liverpool (Inggris) di stadion Heysel, Brussels, belum lagi dimulai. Entah siapa yang mengawalinya, tiba-tiba terjadi kekacauan di sektor Z stadion Heysel. Pagar penyekat yang memisahkan massa Liverpool dan Juventus ambruk. Penonton panik dan berhamburan untuk menyelamatkan diri. Beberapa orang tewas karena terinjak-injak. Dan orang-orang Inggris itu pun kemudian mulai beraksi. Ratusan kaleng, botol, pecahan batu, rantai, dan besi pagar yang patah, dihunjamkan ke arah orang-orang Italia. Stadion Heysel dalam waktu singkat berubah menjadi arena pembantaian. Tragedi ini menelan 39 korban jiwa -- 25 warga Italia -- dan 450 luka-luka berat dan ringan. Kabinet Belgia guncang. Wakil PM Jean Gol bersama lima menteri kabinet lainnya meletakkan jabatan sebagai tanda ikut bertanggung jawab atas kejadian berdarah ini. Ironisnya, kejadian itu disaksikan oleh jutaan pasang mata yang mengikuti langsung dari siaran TV yang dipancarkan ke berbagai penjuru dunia -- termasuk Indonesia. "Darah saya mendidih," kata PM Inggris Margaret Thatcher, seusai menyaksikan lewat layar TV. Ia langsung menyatakan rasa dukacita dan penyesalan yang mendalam kepada Presiden Italia -- waktu itu -- Sandro Pertini. Dengan jiwa besar, pemimpin Inggris itu menawarkan bantuan 250.000 untuk keluarga korban. Dari rekaman siaran TV inilah akhirnya dapat teridentifikasi siapa pelaku yang ganas itu. Mereka ditangkap. Setelah menjalani proses hukum di Inggris, para pelaku tadi masih harus menerima ganjaran lagi di Brussels. Kini kedua puluh lima orang itu mendekam di penjara Louvain, 20 km sebelah timur Brussels. Mereka menantikan sidang yang dijadwalkan paling cepat akhlr tahun Ini. Di persidangan nanti akan didengar tuntutan jaksa yang membeberkan keterlibatan para pemuda itu, dalam rekuisitor setebal 47.000 lembar halaman. Mereka dapat diancam hukuman sampai 10 tahun penjara. Sidang diperkirakan akan berlangsung selama dua bulan penuh. Dalam pengadilan nanti, juga akan diikutsertakan tiga orang warga Belgia sebagai tertuduh. Salah satunya Albert Roosens, sekretaris persatuan sepak bola Belgia, dan dua perwira polisi penanggung jawab keamanan dari kepolisian setempat. Mereka didakwa lalai dalam mengamankan stadion dari kerusuhan. Setelah Tragedi Heysel, persepakbolaan Inggris mendapat vonis yang cukup berat. Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) melarang klub-klub Inggris mengikuti kompetisi tingkat Eropa selama tiga tahun, sedang Liverpool sendiri dikenai sanksi lima tahun. Para suporter Inggris memang terkenal ganas, sampai-sampai mereka dijuluki "penyakit Inggris". Rabu pekan lalu, pertandingan kesebelasan nasional Inggris melawan Jerman Barat di Dusseldorf berbuntut dengan penahanan 30 warga Inggris berikut sepucuk pistol suar (flare gun), dua pisau belati, 50 gagang bendera, dan 500 payung. Melihat ini FIFA mengancam akan membatalkan penampilan kesebelasan Inggris dalam turnamen Piala Dunia, kalau penyakit ini tak segera disembuhkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini