ACARA temu muka Komite Pembinaan KONI Pusat dengan 13 cabang
olahraga untuk persiapan Asian Games VIII di gedung KONI
Senayan, Jakarta sejak 2 pekan lalu tak kurang menyesakkan dada.
Mengingat tidak semua cabang olahraga terpilih itu teruji
prestasinya -- patokan pengukur yang dipakai adalah medali emas
SEA Cames IX.
Adakah falsafah prestasi telah ditinggalkan lagi? Wakil Ketua
Komite Pembinaan KONI Pusat, Harsuki membantah kenyataan itu.
"Falsafah tersebut tetap dijadikan dasar bagi pemanggilan
cabang-cabang olahraga yang dipanggil berkonsultasi," katanya
kepada TEMPO.
Harsuki tak sepenuhnya benar. Karena dari 13 cabang olahraga
terpanggil (Bulutangkis, Renang, Tenis, Balap Sepeda, Tenis
Meja, Tinju, Panahan, Menembak, Angkat Besi, Atletik, Gulat,
Anggar, Sepakbola) terdapat caban yang gagal dan tak ikut SEA
Games IX di Kuala Lumpur, Nopember 1977 silam.
Soal Prestise
Cabang olahraga yang gagal membawa pulang medali SEA Games IX
itu adalah Sepakbola. Sedang yang tak ambil bagian adalah Gulat
dan Anggar. Bahkan untuk cabang Sepakbola, Ketua Harian KONI
Pusat, Suprayogi sepulangnya dan Kuala Lumpur sudah menyalakan
lampu kuning. "Untuk sementara Sepakbola tidak akan
diikutsertakan ke Asian Games," kata Suprayogi. "Kecuali PSSI
dapat menimbulkan kejutan-kejutan. Bukankah masih banyak
turnamen seperti Anniversary Cup dan lain-lain menjelang Asian
Games."
Tapi sebelum PSSI membuktikan kejutan yang dituntut itu ternyata
KONI Pusat lebih dulu membikin kagetan. Selesai acara konsultasi
dengan Komite Pembinaan, Selasa 17 Januari ke luar kabar bahwa
PSSI pasti akan diikutsertakan dalam kontingen Indonesia ke
Asian Games VIII di Bangkok, Desember depan. Sedang target yang
dibebankan kepada mereka adalah menjadi perempat-finalis.
Penyimpangan yang dilakukan KONI Pusat terhadap penentuan
Sepakbola ke Asian Games VIII tidak jelas dasar pertimbangannya.
Mungkinkah lantaran cabang olahraga ini mendapat popularitas
utama di kalangan masyarakat? Harsuki yang juga menjabat Wakil
Sekjen KONI Pusat mengelak untuk memberikan argumentasi terhadap
kata pasti bagi Sepakbola yang sudah jadi berita umum itu.
Terpanggilnya Gulat juga agak mengagetkan. Cahang ini semula
sama sekali tidak disebut-sebut untuk diminta berkonsultasi.
Baru dipanggil setelah Ketua PGSI, ir. Rio Tambunan mengecam
kebijaksanaan KONI Pusat yang cuma memanggil 10 cabang olahraga
yang disebut pertama saja.
Kecaman saja mungkin tak cukup untuk menopang pemanggilan
konsultasi buat Gulat. Tapi adalah PGSI salah satu sponsor yang
mengusulkan cabang ini untuk dipertandingkan dalam Asian Cames.
Agak janggal memang jika sponsor itu sendiri tidak ambil bagian.
Masalahnya kini, target apakah yang mungkin dipikul oleh PGSI?
Willy Warokka, pimpinan PGSI yang mendampingi Rio Tambunan dalam
konsultasi dengan Komite Pembinaan menolak membicarakan soal
sasaran itu. Ia cuma menyampaikan bahwa Federasi Gulat
Internasional telah menetapkan 4 negara unggulan untuk Asia.
Negara itu adalah Iran, Mongolia, Korea Utara, dan Jepang.
Bertolak dari daftar unggulan FGI itu, harapan medali bagi
Indonesia terasa sesuatu yang rnustahil dibawa pulang. Tapi
kenapa KONI Pusat tetap memanggil mereka? Tak ada komentar yang
keluar dari mulut pimpinan KONI Pusat maupun lewat pengurus
PGSI. Menilik tersisihnya masalah prestasi dalam hal pemanggilan
PGSI ke forum konsultasi, orang lantas menduga bahwa kehadiran
lain Kontinen Indonesia nantinya tak lebih dari soal prestise.
Idem dito dengan cabang olahraga Anggar .
Merubah Taktik
Dari cabang yang mungkin diharapkan medali, seperti Tennis Meja,
tarik urat dalam menentukan masuk tidaknya mereka dalam barisan
olahragawan Indonesia ke Asian Games cukup menegangkan. Komite
Pembinaan tak ayal menuntut pembuktian prestasi terlebih dahulu
dalam kejuaraan Tenis Meja Asia di Kuala Lumpur, Agustus depan.
Minimal mereka harus dapat memDawa medali perunggu 3 A pulang.
Dalam cabang ini terdapat 2 medali perunggu yang diperuntukkan
bagi semi-finalis. Medali perunggu 3 A, sekalipun nilainya sama
dengan 3 B, tapi untuk mendapatkannya mereka harus mengalahkan
lawan yang juga tersisih terlebih dahulu. "Kalau untuk medali
perunggu 3 A itu saya optimis," kata Willy Warokka yang juga
menjabat Sekjen PTMSI.
Tapi rasa optimis Warokka itu dengan syarat agar pemain Tenis
Meja segera dipelatnaskan. Untuk pemain putera, Warokka meminta
2 tempat buat berlatih. Kedua tempat itu adalah Jepang dan
Yugoslavia. Sementara buat mempersiapkan pemain puteri, ia cuma
mengajukan pelatih dari luar negeri saja yang didatangkan.
Pelatih yang diminta adalah dari Jepang. Nama yang diajukan
adalah Hasegawa, Kimura Inoue, dan Takashima. "Saya belum bisa
pastikan siapa di antara mereka yang akan datang," tambah
Warokka.
Masih dalam tuntutan prestasi, Walokka tak hanya ingin
mendapatkan fasilitas yang baik untuk menunjang maksud itu. Ia
juga ingin merubah taktik dengan penekanan pada partai ganda:
"Soalnya, partai ganda ini agak diabaikan lawan. Jadi kita
mencoba untuk merebut medali lewat jalan: itu," ujar Warokka.
Adakah taktik ini akan membuahkan medali dalam Kejuaraan Tenis
Meja Asia nanti" Masih perlu ditunggu pembuktiannya. Bagaimana
kalau mereka gagal di sana? "Kemungkinan tidak jadi dikirim ke
Asian Games," lanjut Warokka.
Peluang Belum Tertutup
Bagi tim menembak, tiket Asian Games itu tampak bukan persoalan
lagi. Dari 4 penembak pistol dan 2 senapan yang diajukan dalam
Komite Pembinaan, 3 nama (Boy Riswanto, Hidayat dan nyonya Lely
Sampurno) kelihatan sudah mendapat lampu hijau. Tinggal 1 nama
untuk nomor pistol dan 2 senapan yang masih diperebutkan.
Berbeda dengan cabang Tenis Meja atau Tinju yang berkeinginan
berlatih di luar negeri, Perbakin cuma mengajukan pelatih dari
luar negeri saja yang didatangkan. Kemungkinan besar pelatih
yang akan menangani tim menembak Indonesia itu adalah dari
Rusia.
Bagaimana dengan Atletik? Sekalipun pembinaan yang dilakukan
PASI akhir-akhir ini belum membuahkan hasil yang memuaskan, tapi
mereka juga masuk daftar induk organisasi yang di panggil untuk
berkonsultasi. Sasaran apakah yang mungkin dilimpahkan pada
mereka, jika dalam SEA Games IX lalu hanya membawa pulang 2
medali emas dan tanpa perbaikan rekor?
Sulit untuk menempatkan mereka dalam urutan yang mungkin tampil
dipanggung pemberian medali. Apalagi lawan yang bakal dihadapi
bukanlah musuh seperti di SEA Games IX. Di Asian Games VIII
nanti mereka akan bertemu dengan atlit-atlit Jepang, Korea
Utara, Muangthai, Korea Selatan, dan Burma yang nota-bene
merajai gelanggang Atletik.
Duduk persoalannya sekzrang, perlukah KONI Pusat mengirim
rombongan besar dengan memasukkan cabang olahraga yang
berkemungkinan tipis dapat medali? Jawabannya tidak mudah,
memang. KONI Pusat bisa saja berdalih bahwa di balik Asian Games
VIII, kita punya sasaran lain yaitu SEA Games X di Jakarta,
tahun 1979 depan.
Bagaimana kalau induk organisasi lain juga menuntut tiket dengan
alasan persiapan SEA Games X?
Ini persoalan baru lagi. Tapi kemungkinan untuk ditambahnya
cabang olahraga yang akan diminta mempersiapkan diri ke Asian
Games VIII sudah tipis kelihatannya. Tapi bukan pula berarti
peluang sudah tertutup sama sekali. 5engingat KONI Pusat selama
ini jarang menunjukkan sikap yang tegas dalam keputusan. Lihat
saja, masalah pemanggilan Sepakbola, misalnya. "Mereka yang
terpanggil ini belum tentu semuanya berangkat ke Asian Games,"
kata Harsuki. "Kemungkinan akan diciutkan itu ada."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini