Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah canton fair

Delegasi tak resmi indonesia sudah mengikuti canton fair, pekan dagang di cina. hubungan dagang langsung belum dilakukan, impor barang eks rrc terus meningkat melalui pialang hongkong & singapura. (eb)

28 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELEGASI tak resmi dari Jakarta sudah pergi ke RRC mengikuti Canton Fair, suatu pekan dagang, bulan Nopember yang lalu. Sesudah itu senyap tanpa gerah lanjut, yang mencerminkan sikap pemerintah RI yang berhati-hati untuk memulai hubungan dagang langsung dengan RRC. Kedua negara masih 'membeku" ikatan diplomatik. Namun produksi RRC masih terus mengalir ke sini via Hongkong dan Singapura, dan melalui penyelundupan Kepala Bakin Letjen Yoga Sama pernah mengungkapkan di Komisi I DPR bahwa jumlah penyelundupan itu bukan sedikit. Dari 1400 jenis barang eks-RRC yang beredar di Indonesia, katanya kurang dari 50% yang diimpor resmi. Tidak pernah bisa diketahui benar berapa jumlah nilainya. Sementara itu RRC kelihatan makin gesit menjual dan kantor-berita Hsinhua minggu lalu melaporkan bahwa volume dagang RRC meningkat tahun lalu dengan 12% dari 1976 kenaikan tertinggi sejak rezim komunis berkuasa di daratan Cina. Dalam kaitan ini koresponden TEMPO di Singapura, Khoe Hak Liep, melaporkan: Sedari Mao meninggal dan Gang of Four kalah, diganti oleh Hua Kuo-feng dan bangkitnya kembali Teng Hsiaoping, RRC membuka pintu dagangnya lebih lebar. Jepang, sebagai tetangga terdekat, menjadi partner dagangnya yang utama. Menyusul lain-lain dalam urutan ukuran: Hongkong sebagai pintu gerbangnya ke dunia luar Jerman Barat dan Perancis, dari siapa RRC banyak membeli teknologi Barat, Malaysia/Singapura yang menyukai barang makanan, tekstil dan kelontong RRC yang murah yang kemudian menjualnya ke Indonesia. Amerika Serikat, jika tidak ada persoalan Taiwan dapat menjadi partner dagang RRC yang lebih besar. Lantas Kanada dan Australia dipilihnya sebagai tempat membeli gandum. Negeri Inggeris (UK) diincernya sebagai tempat membeli mesin teknologi tinggi seperti motor Rolls Royce. Di barisan negara komunis Eropa, Romania menjadi favoritnya. Sebetulnya sudah dengan 155 negara - hampir dengan semua di dunia ini ia berdagang. Besar kemungkinan Teng mengaktifkan perdagangan luar negerinya dengan mencabut pelbagai halangan politis dan teknis, antara lain bertujuan supaya tidak dikurung oleh Soviet. Rivalitas RRC-Soviet terasa dalam gaya pendekatannya pada ASEAN. Soviet, umpananya, melepaskan kredit untuk dunia bisnis di wilayah ini via Bank Norodny di Singapura. RRC berdagang dengan kelima negara ASEAN walaupun secara tidak langsung barangnya tiba di Indonesia. Sudah umum baginya berdagang dengan negara-negara non-komunis. Jika berdagang langsung, RRC mungkin membeli pupuk dan karet dari Indonesia. Karet dewasa ini dibelinya dari Malaysia/Singapura, sedang pupuk diimpornya dari Jepang. Impor Indonesia dari RRC, jika tidak via pialang Hongkong dan Singapura, semustinya bisa lebih murah 20 - 30% tapi ini tergantung pada kemahiran bisnis. Walaupun kini tidak terlihat dari angka statistik, barang buatan RRC toh sudah banyak memasuki Indonesia, mungkin bernilai sekitar US$ 150 juta setahun. Dapat dibayangkan para tauke perantara di Singapura dan Hongkong dengan kakitangannya di Indonesia akan mencoba mempertahanian kepentingan bisnis mereka. Malaysia, meskipun sudah dua tahun berdagang langsung dengan RRC, ternyata masih terus berbisnis dengan para pialang Hongkong dan Singapura terutama untuk komoditi RRC yang lekas busuk. Akhirnya komoditi RRC belum terjamin jadi lebih murah untuk konsumen Malaysia. Terdapat 15 emporium (pusat perdagangan) di Singapura yang menjual barang RRC, yang murah dan populer di kalangan rakyat kecil. Menurut data artistik Singapura, kota Singa ini tahun 1977 mengimpor dari RRC senilai S$ 630 juta dan mengekspor ke KRC seharga S$ 120 juta. Barang RRC yang, murah itu, terutama makanan sudah lama beredar di Indonesia dengan pasaran tersendiri yang tak akan merupakan persaingan keras industri domestik. Melihat pengalaman Malaysia yang masih mengeluarkan lisensi impor khusus untuk barang RRC via Hongkong dan Singapura, bagi Indonesia apakah perlu dagang langsung ? Jika mau langsung juga, mungkin berfaedah untuk dagang partai besar saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus