DUNIA balap di Indonesia belakangan ini tampak agak sepi dari
kegiatan. Kalender.acara triwulan yang semula direncanakan
Ikatan Motor Indonesia (IMI) untuk menunjang prestasi dan
pengalarnan pembalap ternyata mandeg di tengah jalan. Sejak
lembaga itu dibentuk tahun silam, baru 2 kali program balapan
yaag terlaksana. Jakarta Motor Racing Management (JMRM) yang
dipercayakan sebagai pelaksana kelihatan tak mampu berbuat
banyak mengelola kegiatan. "JMRM itu impoten," komentar pembalap
Tinton Suprapto.
Tudingan itu tampak ada benarnya. Dua pekan lalu, IMI memberi
mandat baru kepada 6 pembalap dan 2 mekanik untuk menghidupkan
kembali acara balapan di sirkuit Ancol, Jakarta. Mereka yang
terpilih adalah Tinton Suprapto, Beng Suswanto, Doli Indra,
Robert Silitonga, Barnbang Sudarsono, Benny Hidayat, Suparto
Suyatno dan Bachtiar masing-masing 2 orang mewakili mobil,
go-kart, motor dan mekanik. Kepada mereka diberi tempo 1 bulan
untuk menuangkan acara balap pada pertengahan Oktober depan.
"Maksud pengadaan balapan ini, selahl guna menghidupkan kalender
acara kembali, juga untuk mencari bibit-bibit pembalap baru,"
lanjut Tinton yang menduduki kursi sekretaris Panitia Balapan.
Penekanan masalah pada 2 mata persoalan itu dimaksudkan Tinton
adalah untuk mengejar ketinggalan dunia balap Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara luar. "Setiap kali ada balapan
di Ancol, kita selalu mengatakan bahwa kita masih ketinggalan 1
tahun dari luar negeri baik dalam pelaksanaan maupun pada segi
ketrampilan di sirkuit," tambahnya. "Kapan kita mau maju, kalau
tidak dari masa sekarang ini diadakan perbaikan dalam berbagai
segi." Ia juga mengatakan dari segi kwantitas pembalap,
Indonesia tak kalah dibandingkan negara lain. Hanya saja di sini
mereka tidak mendapat penyaluran yang layak akibat keterbatasan
kegiatan balap. Sehingga, "yang muncul adalah nama yang itu-itu
juga," ujar Tinton sambil menyebut pemhalap Beng Suswanto. Aswin
Nasution Hanny Wiano alias Chepot, Bambang Sudarsono dan
lain-lain. Mereka ini adalah pembalap yang sering berpartisipasi
di berbagai kejuaraan di luar negeri.
Kekurangan yang terjadi selama ini menurut Tinton, dikarenakan
kurang komunikatifnya induk organisasi dengan perakit mobil dan
pembalap. "Kalau saja kita punya kalender yang teratur, saya
rasa masalah ini tidak akan menjadi hambatan lagi," ucap Tinton.
Hal itu di mata Tinton disebabkan penyelenggaraan balap belum
diurus secara profesional. Ia menyebut contoh, adanya perakit
mobil yang tidak ambil bagian dalam balapan lantaran mereka
diberitahu dalam waktu yang mepet dengan perlombaan. Sehingga
tidak dapat mempersiapkan diri. "Saya percaya, kalau approach
(pendekatan)nya kena, penyakit kendaraan bermotor itu pasti mau
berpartisipasi setiap kali balapan," cerita Tinton. "Bukankah
arena balap itu merupakan media pronlosi dari produksi mereka?".
Dari segi kehadiran pembalap luar negeri, Tinton mengatakan,
kedatangan mereka itu di sini kebanyakan didasari atas
persanabatan dengan pembalappembalap Indonesia. Bukan karena
penghargaan pada panitia penyelenggara semata. Tinton mungkin
benar. Pembalap Hongkong, Albert Poon pernah menyebut soal itu.
Poon adakah kawan dekat pembalap Yan Damladi.
Adakah kedelapan formatur ini akan mampu menjawab kekurangan
masa lalu? "Ini adalah ujian buat kita. Meski waktunya cukup
suntuk, tapi kita akan kerjakan apa yan terbaik kita bisa,"
janji Tinton selalu sekretaris Panitia Balapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini