Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ujung Tombak Ganda Putra

Kemenangan Hendra/Ahsan di Malaysia Terbuka memercikkan harapan baru bagi bulu tangkis Indonesia. Siap mengembalikan dominasi.

27 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN terlalu bernafsu, santai saja," bisik Hendra Setiawan kepada Muhammad Ahsan. Pemain bulu tangkis senior Indonesia itu mafhum, pada poin-poin kritis menjelang kemenangan, biasanya orang ingin cepat mengakhiri pertarungan. Itulah situasi yang mereka hadapi saat berlaga di final Malaysia Terbuka Super Series 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia, Ahad pekan lalu. Saat itu, keduanya sudah unggul 20-13 atas pasangan Korea Selatan pada set kedua. "Kita hanya perlu satu poin lagi," Hendra mewanti-wanti.

Ahsan, 25 tahun, yang mengisahkan kembali saat-saat menegangkan tersebut kepada Tempo, ketika itu hanya mengangguk kecil. Dia menarik napas pelan sebelum melakukan servis. Peluang emas itu tak ingin ia sia-siakan. Sebuah bola rendah ia mainkan. Shuttlecock pun melaju pelan di atas net. Ko Sung-hyun, pemain Korea, menyambar bola dengan cepat, tapi pengembaliannya nanggung. Sedetik Ahsan melihat peluang. Tanpa ampun ia sambar bola enak itu dengan smes mendatar. Lee Yong-dae, pasangan Sung-hyun, gagal menghadang kok. Masuk! Game over!

Stadion bergelora. Penonton Indonesia bersorak kencang. Bendera Merah Putih pun berkibar di sudut arena. Ahsan memeluk erat Hendra. Trofi Malaysia Super Series nomor ganda putra akhirnya menjadi milik mereka. Ini gelar pertama kedua anak muda itu sejak dipasangkan. Ini juga gelar pertama bagi Indonesia tahun ini.

"Mereka lawan yang berat. Tapi permainan mereka kurang berkembang," kata Ahsan. Menurut pemuda asal Palembang ini, kondisi lapangan yang sedikit berangin merepotkan lawan. Belum lagi aksi Hendra yang kerap memotong bola di depan net. "Itu membuat mereka tertekan."

Kemenangan Ahsan/Hendra cukup mengejutkan karena mereka belum lama berpasangan. Praktis, keduanya baru berjodoh seusai Olimpiade London, Agustus tahun lalu. Ahsan sebelumnya berduet dengan Bona Septano, sedangkan Hendra bertandem dengan Markis Kido. Sebagai pasangan baru, kehadiran mereka di Malaysia Super Series jelas tak diunggulkan. Maklum, keduanya hanya menempati peringkat ke-66 dunia, sementara Lee Yong-dae/Ko Sung-hyun jauh bertengger di urutan keenam.

Meski baru, sebenarnya Ahsan-Hendra tak asing satu sama lain. Di lapangan, mereka sudah menemukan formasi yang pas. Hendra banyak mengambil posisi di depan, seperti peran yang ia mainkan ketika masih berduet dengan Markis Kido. Adapun Ahsan mengawal lini belakang.

Pelatih ganda putra, Herry Iman Pierngadi, mengatakan keduanya dipasangkan karena bisa saling melengkapi. Hendra ahli dalam membaca permainan, sementara Ahsan bertugas melakukan finishing dengan gebukan smes. "(Karena) power-nya kuat."

Pertimbangan lain dalam menduetkan mereka adalah umur yang berdekatan. Jarak usia keduanya tak sampai tiga tahun. Ini selisih yang ideal untuk pasangan ganda putra. "Sebab, kalau terpaut terlalu jauh, bebannya akan lebih banyak kepada yang lebih muda," ujar Herry. "Dulu Ricky (Subagja) dan Rexy (Mainaky) juga dua tahunan selisihnya," katanya memberi contoh.

Kombinasi senior-junior dari segi usia diharapkan berguna dalam menjaga konsistensi permainan. Hendra, yang lebih senior, dianggap mampu menyuntikkan semangat kepada "adik kelas"-nya itu. "Jam terbang Ahsan masih kurang. Karena itu, dia butuh pemain lebih senior yang bisa membuatnya berfokus sepanjang pertandingan," ucap Herry.

Toh, pelatih kawakan itu tak memungkiri terbatasnya stok pemain yang dipanggil ke pemusatan tim nasional juga menjadi pertimbangan. Menurut Herry, semua pemain ganda putra yang dipanggil telah memiliki pasangan. Tinggal Ahsan dan Hendra yang masih sendirian. "Mereka akhirnya berbicara dan sepakat untuk bersama."

Apalagi Hendra/Ahsan juga tidak berangkat dari nol. Bekal kerap berlatih bareng sebelumnya membuat mereka gampang saling menyesuaikan. "Di wisma pun mereka tidur sekamar," ujar Herry. Singkatnya, chemistry kedua atlet sudah menyatu. Ketika disinggung tentang hal itu, Ahsan mengiyakan. Bagi dia, Hendra bukan sosok anyar baginya. Demikian juga sebaliknya.

Kini, seperti yang dicetuskan Hendra, yang mereka butuhkan adalah memperbanyak pertandingan untuk membangun kekompakan. "Seperti pengambilan bola di tengah, siapa yang harus ambil," kata Hendra.

Keberhasilan duet ini mengangkangi turnamen di Malaysia memercikkan harapan akan kembalinya era gemilang sektor ganda putra. Sejak "perceraian" Hendra dan Kido pada 2008, memang tak ada lagi prestasi puncak yang disabet ganda putra.

Indonesia pernah memiliki pasangan ganda putra tak terkalahkan sejak 1970-an. Saat itu, pasangan Tjun Tjun/Johan Wahyudi dan Christian/Ade Tjandra bahu-membahu menjaga supremasi Garuda. Pada 1990-an, Indonesia mempunyai Ricky Subagja/Rexy Mainaky, yang malang-melintang menyabet berbagai gelar terhormat di dunia, dari peraih medali emas Olimpiade (1996), pemenang Asian Games (1994, 1998), juara dunia (1995), sampai juara All England (1995, 1996).

Lalu dominasi Indonesia seperti mandek ketika Kido dan Hendra berpisah. Kini Herry optimistis duet Hendra/Ahsan bisa mengembalikan kejayaan ganda putra. Mereka diharapkan Herry mampu menjadi ujung tombak barisan ganda putra dalam menguasai dunia.

Target paling dekat bagi Hendra/Ahsan adalah All England 2013, Maret mendatang. Mampukah mereka mengangkat piala di ajang paling bergengsi jagat bulu tangkis itu? Kemenangan di Malaysia membuat mereka lebih percaya diri. Kata Herry, pasangan ini tengah on fire. Dia yakin Hendra akan all out. "Karena itu satu-satunya gelar yang belum pernah dia raih," ujarnya.

Ayo, smes, Hendra!

Dwi Riyanto Agustiar


11 Pasangan untuk Dunia

SAYA gemas!" kata Rexy Mainaky. Pernyataan pendek mantan pebulu tangkis peraih emas Olimpiade Atlanta 1996 (bersama Ricky Subagja) ini menggambarkan perasaan pencinta badminton di Tanah Air terhadap terpuruknya prestasi Indonesia. Karena gemas itu, Rexy kini bersedia menjabat Kepala Pembinaan dan Prestasi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia periode 2012-2016.

Ia bersedia pulang ke Indonesia setelah berkarier sebagai pelatih di luar negeri. Dia bertekad membangun kembali kejayaan Indonesia—termasuk sektor ganda putra, yang selama bertahun-tahun milik Garuda.

Ini akan menjadi tugas berat Rexy. Apalagi, khusus untuk ganda putra, penghuni pemusatan latihan nasional (pelatnas) di Cipayung sekarang semuanya adalah pasangan baru.

Mereka tidak benar-benar gres memang. Para pemain umumnya dari stok lama yang dibongkar-pasang kembali. Kocok ulang ini dilakukan menyusul kegagalan Indonesia pada Olimpiade London 2012. Saat itu, tak sebiji pun medali emas bisa digondol pulang.

Hendra Setiawan, yang semula berpasangan dengan Markis Kido, kini dipasangkan dengan Muhammad Ahsan. Adapun Kido memilih keluar dari pelatnas Cipayung dan berpasangan dengan Alvent Yulianto Chandra (sekarang peringkat ke-29 dunia).

Ahsan sebelumnya berpasangan dengan Bona Septano. Bona sekarang dipasangkan dengan Afiat Yuris Wirawan. Sedangkan Afiat sebelumnya berpasangan dengan Yohanes Rendy Sugiarto. Karena pasangannya dicabut, Yohanes kin berpasangan dengan Berry Angriawan. Demikianlah, bongkar-pasang ini seperti permainan urutan kartu jatuh. Begitu satu dibongkar, berimbas pada pasangan lain.

Di atas pundak pasangan-pasangan baru muka lama inilah misi mengembalikan kejayaan badminton Indonesia bertumpu. Herry Iman Pierngadi, pelatih ganda putra, mengatakan para pemain digembleng dua kali sehari, yakni pukul 08.00-11.00 dan pukul 15.00-18.00. Khusus Rabu dan Sabtu, latihan hanya setengah hari. "Sedangkan hari Minggu mereka istirahat," katanya.

Selain latihan teknik, sisi disiplin kini dibenahi. Pemain dan pelatih tak boleh kelayapan ke luar gedung tanpa izin tertulis. Tata tertib ini diterapkan agar orang tidak sembarangan selanang-selonong keluar-masuk lingkungan pelatnas. Pemain pun dibatasi jam malam. Izin untuk keluar diberikan pelatih masing-masing dengan form khusus. Para pemain sudah harus kembali ke wisma sebelum pukul 22.00. "Ini aturan yang wajar saja karena di cabang olahraga lain juga seperti itu," ujar Kepala Subbidang Pelatnas Christian Hadinata.

Herry menyambut. "Sebab, prestasi dan disiplin itu satu paket," katanya. Selain harus menaati jam malam, pemain diwajibkan datang tepat waktu berlatih. Jika telat, mereka didenda Rp 100 ribu. Kalau telat lagi kena denda Rp 300 ribu. "Sanksi terberat: tidak diikutkan dalam pertandingan," ucap Herry.

Hendra Setiawan yakin aturan baru ini tak akan memberatkan pemain. "Karena ini demi kebaikan kami juga," katanya.

Dengan sistem tersebut, diharapkan pebulu tangkis siap lahir-batin menjajal berbagai turnamen. Para pemain ganda bakal diterjunkan ke berbagai kejuaraan internasional selama 12 bulan ke depan. Pada Desember 2013, mereka akan dievaluasi.

Adapun si juara baru, Hendra dan Ahsan, ditargetkan nangkring di peringkat kelima dunia, akhir tahun ini. "Saya optimistis itu akan tercapai," ujar Herry.

Dwi Riyanto, Agus Baharuddin, Tw

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus