Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang berangkat tanpa restu

Dengan kekalahan pssi utama di turnamen pra piala dunia grup i asia-oceania, tiba-tiba nama risdianto & hadi ismanto menjadi pembicaraan. mengapa kedua pemain itu tidak diikutsertakan dalam tim tersebut. (or)

6 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURS Risdianto dan Hadi Ismanto melonjak terus di balik kegagalan beruntun PSSI Utama. Karena dalam turnamen Pra Piala Dunia Grup I Asia-Oceania sembilan gol bersarang tanpa balas di gawang tim nasional Indonesia, orang seperti tak punya pilihan lain. "Pemain seperti Ris dan Hadi masih dibutuhkan untuk tim nasional," kata bekas Kapten PSSI tahun 60-an Sutjipto Suntoro. "Dan belum terlambat untuk memanggil mereka." Kedua pemain itu bukanlah muka baru dalam dunia sepakbola nasional. Risdianto dari Klub Warna Agung dan Hadi dari Indonesia Muda merupakan pencetak gol terbanyak dalam kompetisi Galatama. Risdianto dalam putaran pertama 1981-1982 mencetak 16 gol. Sedang Hadi adalah pemegang "Sepatu Emas" -- lambang supremasi pencetak gol terbanyak dalam kedua putaran Galatama 1979-1980. Tapi Risdianto, 31 tahun, setelah memperkuar tim nasional dalam SEA Games-1979 di Jakarta tak terpanggil lagi. Ia tak mendapat "restu " dari Pengurus PSSI sekalipun kapten tim Ronny Pattinasarany berulang memintanya. "Padahal kondisi Ris prima sekali," kata Ronny yang seklub dengan Risdianto. "Latihannya tetap teratur." Ada yang menilai Risdianto tidak cocok menjadi salah satu mata tombak kembar dari pola 4-4-2 1 jong. Walaupun dikenal "malas bergerak ", ia menjadi macan di daerah penalti, lebih sesuai dengan pola 4-3-3. Karena ia tinggal menunggu operan dari sayap kiri atau kanan maupun lewat ternbosan tengah. Materi pemain depan yang tersedia untuk mendampinginya cukup banyak. Ada Hadi, Dullah Rahim, Joko Malis maupun Robby Binur --semuanya bisa berperan sebagai pemain sayap. Risdianto sehari-hari oleh teman dekatnya dipanggil Gayeng. Pada usia 14 tahun ia sudah terpilih memperkuat tim Persekap -- bond dari Pasuruan - bahkan menjadi pemain inti. Tahun 1970, ia sudah masuk pelatnas. Tapi ia mulai terpakai dua tahun kemudian, karena Waskito sakit. "Pokoknya di zaman saya susah sekali masuk tim nasional, " ujar Risdianto yang sempat boyong ke Klub McKinnons di Hongkong tahun 1975 . Bagaimana kalau akhirnya dia terpilih masuk tim nasional? "Saya khawatir masyarakat akan kecewa. Sebab saya bukanlah Ris yang dulu lagi," kaatanya. Memang Risdianto kini menjadi ayah dari seorang putri. "Kalau pun nanti dipanggil PSSI, saya akan berpikir dua kali. Tapi saya cenderung menolaknya. " Bagaimana dengan Hadi? Terserah pada boss, katanya. Hadi, karyawan Pertamina, kabarnya dipersiapkan untuk jabatan baik di kantornya. Tapi ia tidak dilarang untuk memperkuat tim nasional. Hadi, 25 tahun, adalah produk Diklat Salatiga zaman kepengurusan Bardosono periode 1974-1977. Baginya penyesuaian diri dalam tim tampak tak begitu sukar. Bisa saja ia dipasang dalam berbagai posisi -- penyerang tengah maupun digeser ke sayap. Tapi ia belum tentu disukai pelatih Fischer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus