KETIKA Eklevina Rumayauw, kini 23 tahun, mengikuti lari 400 m
gawang puteri dalam kejuaraan nasional atletik 1977, tak banyak
orang yang memperhatikannya. "Waktu itu, saya masih
mencoba-coba," katanya. Tapi di stadion utama Senayan, Jakarta,
pekan lalu Eklevina melompati gawang bagaikan seekor kijang, dan
dengan ritme kecepatan yang teratur. Ia tiba di finish dalam
64,8 detik -- suatu rekor nasional.
Rekor lama 400 m gawang dipegang oleh Sri Winarsih dengan tempo
65,6 detik. "Sebelum berangkat ke Jakarta, saya sudah meramalkan
Eklevina akan menumbangkan rekor itu," kata pelatih Deddy
Ririmase.
Di Jayapura, Eklevina mencatat waktu 66,4 detik. "Prestasi itu
dicapainya di lintasan rumput," tambah Ririmase. Di Scnayan,
atlit berpacu di jalur gravel, membantu memperpendek waktu.
Eklevina -- tinggi 160 cm, berat 55 kg -- berlatih selama 10
bulan dalam setahun. Rata-rata 3 kali seminggu dengan 2 jam
latihan. Kesempatannya mengikuti pertandingan masih kurang.
Kompetisi bulanan antar klub, seperti di Jakarta, belum hidup di
Jayapura.
"Selama ini program latihan di Irian Jaya, lebih banyak
didasarkan pada pengamatan alamiah, dan cuma sedikit yang
ilmiah," kata Ririmase. "Guna mencapai perbaikan rekor bagi
Eklevina, juga atlit lainnya, nanti saya minta bantuan PKO
(Pusat Kedokteran Olahraga) untuk meneliti." PK0 baru ada di
Jakarta.
Emma Tahapari, 18 tahun, mungkin memberi harapan. Pelari nomor
100 m dan 200 m puteri ini terpilih bersama Carolina Riewpassa
untuk memasuki pelatnas Asian Games VIII tahun lalu. "Anak ini
berbakat, dan punya kemampuan," kata pelatih kepala PASI
Jakarta, Wuryanto.
Yang Ada Gaya
Tingginya 159 cm dan berat badannya 46 kg. Gerak kaki dan
tangannya mengingatkan orang pada gaya lari seorang juara.
"Ayunannya (kaki dan tangan) lebih baik dari Carolina," tambah
Wuryanto. Carolina adalah pemegang rekor nasional lari 100 m
(11,7 detik), dan 200 m (24,2 detik). Emma pada usia 17 tahun
sudah mampu menekan tempo 12,2 detik.
Tapi dalam kcjuaraan nasional pekan lalu, Emma sedikit lambat.
Ia memasuki finish bersama Henny Maspaitella dari Jawa Timur
dengan waktu 12,5 detik, dan sekaligus menjadi juara kembar.
Mengapa merosot? "Hampir 1« bulan saya sakit maag," kata Emma.
"Latihan saya jadi tak teratur."
Emma pernah mengesalkan pelatihnya. "Dulu, ia enggan untuk
latihan over distance," kata Awang Papilaya, pelatih tim Asian
Games VIII. Maksudnya, jarak latihan harus lebih panjang dari
nomor spesialisasi atlit bersangkutan. Buat Emma, misalnya,
perlu latihan lari 400 m. "Sekarang, baru saya tahu kegunaan
latihan itu," ucap Emma.
Emma, atlit klub P3 (Pembinaan Prestasi Pelajar), anak bungsu
dari 3 bersaudara, dan yatim. "Orangnya acuh," kata nyonya
Tahapari, ibunya. "Pelatih harus tahu betul karakternya."
Sejak Maret, Emma berlatih 2 jam perhari untuk seminggu penuh.
"Minimal, ia harus kembali mencapai waktu 12,2 detik," kata
Wuryanto. Rekor SEA Games adalah 12,1 atas nama Khin Pu dari
Birma. Saingan lain adalah pelari Muangthai, Usanee Laopinkarn,
pemegang medali emas Asian Games VIII.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini