Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di Sea Games Mungkin Akan Sulit

Hasil kejurnas 1979 belum memberi harapan untuk bisa merebut medali dalam Sea Games x. Sistem pembinaan atletik belum terarah, kurangnya pelatih, frekuensi pertandingan kurang.

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESTASI di cabang atletik masih merangkak. Hasil kejuaraan nasional pekan lalu di stadion utama Senayan, Jakarta, belum memberi harapan untuk bisa merebut medali dalam SEA Games X di tempat yang sama September nanti. Tahun 1978, adalah lari 100 m gawang, pancalomba, lempar cakram, dan lari 1.500 -- semuanya nomor puteri -- memperbaiki rekor. Pekan lalu catatan prestasi sedikit saja, yaitu lari 400 m gawang 64,8 detik (Eklevina Rumayauw), lari 100 m gawang 1576 detik dan pancalomba 3014 (Irawati Subiyono), lontar martil 43,44 m (ir. Komot Heruwatno). Di mana kesalahannya? Stanley Gouw, bekas pelatih atlit nasional Lelyana Tjandrawidjaja, melihat sistim pembinaan atletik masih belum terarah. Misalnya, seorang pelatih, terutama di luar Jakarta, masih menangani banyak atlit dan banyak nomor. "Kalau saja kita bisa menerapkan perbandingan 1 pelatih untuk 3 atlit, itu sudah bagus sekali," kata Gouw. Di luar Jawa, ada yang 1 banding 10, dan dengan ragam nomor. Di Jakarta, daerah yang punya sarana dan pelatih cukup banyak, hampir sama saja keadaannya. Misalnya, pembinaan di sekolah khusus olahragawan di Ragunan -- untuk belasan pelajar dari cabang atletik -- cuma dilakukan oleh Steve Thenu. Pelatih kepala PASI Jakarta Wuryanto M.Ed. tak hanya mempersoalkan perbandingan antara pelatih dan atlit, tapi juga kurangnya frekwensi pertandingan. "Sedikitnya dalam 1 tahun perlu diselenggarakan 30 pertandingan," katanya. Di Jakarta, walaupun ada kompetisi bulanan antar klub, seorang atlit baru mengikuti paling banyak 15 kali kejuaraan dalam 1 musim. Di daerah lain frekwensinya jauh lebih rendah. Dengan segala kekurangan itu, tentu saja, semua 15 atlit terpilih Indonesia gagal total dalam kejuaraan atletik Asia Mei lalu di Tokyo. Bahkan rekor nasional pun tak ada yang diperbaiki mereka. Merosot? "Bukan," bantah pelari Carolina Riewpassa. "Lawan yang jauh lebih maju." Namun Sri Purwidiati di Tokyo hanya mampu melangkahi mistar pada ketinggian 155 cm, sama dengan kemampuannya dalam kejuaraan nasional pekan lalu. "Saya nggak habis ngerti, kok loncatan saya cuma begitu," kata Sri. Padahal ia pernah mencapai 162 cm. Dengan materi seperti sekarang, tim atletik Indonesia mungkin akan sulit untuk unggul dalam SEA Games X. Di nomor puteri, misalnya, Carolina yang diandalkan harus bersaing berat dengan Usanee Laopinkarn, pelari 100 m dan 200 m dari Muangthai. Usanne adalah pemegang medali emas Asian Games VIII. Rekornya dalam nomor lari 200 m, misalnya, adalah 24,81 detik. Sedang catatan terakhir Carolina 25,3 detik. Belum lagi terhitung pelari Malaysia, dan Birma. "Untuk nomor puteri memang agak berat buat kita," kata Gouw. Dalam SEA Games IX, 1977, Carolina meraih 1« medali emas -- nomor 100 m waktu itu adalah juara kembar. Gouw melihat peluang di nomor putera, terutama 4 x 400 m an 400 m gawang, didasarkan pada kemampuan Mujiono, Haryanto, Melly Moffu, Mathias Mambay, dan Rachman Zakin. Kelimanya mencatat waktu yang imbang, rata-rata sekitar 48 detik. Dengan itu saja mereka cuma ketinggalan 1 detik dari prestasi regu Malaysia (3 menit 11,1 detik) yang tercatat sebagai rekor SEA Games. Di nomor lari 400 m gawang, harapan mungkin ada pada Melly Moffu. Prestasi terbaiknya adalah 51,9 detik. Dalam kejuaraan kemarin, sekalipun tetap merenggut medali emas, ia cuma membetot waktu 52,7 detik. Saingannya dari Malaysia sudah mencatat tempo 48,7 detik. "Asalkan Melly ditangani secara baik, saya yakin angka itu bisa didekatinya," kata Gouw. "Anak ini punya potensi." Tak Minta Medali Ketua Bidang Pembinaan PASI, Sukoyo, tampaknya mencoba mengejar waktu. Sekalipun KONI Pusat cuma memberikan jatah 3 pelatih untuk menangani 34 atlit cabang atletik, ia akan menyertakan sejumlah pembantu dengan tanggungan PASI. "Kita berharap lebih baik dari SEA Games IX " katanya. Presiden Soeharto muncul secara tak resmi di stadion utama Senayan (14 Juni sore). "Beliau tidak minta medali untuk SEA Games X nanti," kata seorang tokoh PASI yang tak mau ditulis nama. "Beliau hanya ingin melihat atletik bisa digemari sampai ke desa-desa. Pemassalan ini diharapkan untuk mendatangkan prestasi nanti." Kehadiran Kepala Negara itu -- pertama kali dalam sejarah kejuaraan nasional atletik -- jelas mendorong semangat para atlit. Ada pula itu ditafsirkan orang sebagai 'sentilan' untuk para pejabat di daerah agar menggelorakan semangat beratletik di kawasan masing-masing. Tim DKI Jakarta pekan lalu menempati urutan teratas dalam pengumpulan medali. Mereka mengantongi 20 medali emas, 11 perak, dan 10 perunggu. Di bawahnya menyusul kontingen Jawa Timur (12-17-12), Jawa Barat (4-5-7), Irian Jaya (2-4-5), dan Jawa Tengah (1-0-2). Tak membawa pulang medali sama sekali adalah tim dari Sumatera Selatan, Riau, Aceh dan Sulawesi Tenggara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus