Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Pulangnya Karol Wojtyla

Paus Johanes Paulus II, dalam 9 hari kunjungannya ke Polandia tanah kelahirannya, berpidato tentang perang, masa lalu, totalitarianisme dan hak asasi. Paus secara inplisit menyerang pemerintah komunis. (ag)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAUS telah menggunakan wibawanya untuk mempengaruhi sebuah negeri komunis. Kunjungannya selama sembilan hari di Polandia (berakhir malam mingu 10 Juni ketika ia disambut kembali di Lapangan Santo Petrus di Vatikan), tidak sekedar kunjungan menjenguk rumah yang telah ditinggalkannya tujuh bulan lalu -- ketika ia berangkat masih sebagai Kardinal Karol Wojtyla, Uskup Agung Krakow. Dalam kongregasi di bekas Kamp Konsentrasi Auschwitz, di mana lebih satu juta orang meninggal di tangan Nazi di tahun-tahun 1939-1945, Paus tak hanya bicara tentang perang dan masa lampau. Tapi juga tentang totalitarianisme dan hak asasi. "Adakah cukup memompakan kepada seseorang suatu ideologi, di mana ia semata menjadi obyek dari seluruh keinginan sebuah sistim, seakan si manusia sama sekali tak pernah ada?" Di Kuil Perawan Maria di Jasna Gora, yang setiap tahun dikunjungi jutaan penziarah dari seantero negeri, Paus tak urung ingin menekankan bahwa jantung Polandia terletak di kuil itu -- dalam dada Bunda Maria, dan bukan pada Sentral Komite Partai Komunis. "Orang haruslah mendengar degup jantung negeri ini pada degup jantung Bunda." Dan "degup jantung Bunda terdengar resah." Tidak Sedap Di Katedral Gniezno, berdiri di atas balkon dengan ratusan ribu umat di bawahnya, Paus bahkan secara implisit menyerang pemerintah komunis yang tetap tidak mau memberi waktu di radio dan TV kepada pihak Gereja, bahkan menyensor segala berita tentang Gereja di pers yang dikontrol Pemerintah -- dan menjadikan umat Katolik, kira-kira 90% dari 30 juta jumlah penduduk, "warga negara kelas dua", seperti biasa dikatakan kalangan Gereja. Hubungan Pemerintah Komunis dengan Gereja, di Polandia, sudah tentu tak sedap. Walaupun, seperti juga disebut Paus di Gniezno, masih jauh lebih mendingan dari yang terjadi di negeri Slav yang lain, Cekoslowakia. Perbedaan situasi di kedua negeri tersebut mungkin disebabkan karena Gereja di Polandia secara tradisionil sangat berwibawa terhadap umatnya yang patuh turun-temurun. Juga karena propaganda atheisme di sini mengalami banyak hambatan untuk menjadi intensif. Beberapa kegagalan perekonomian menjadi sebab pula. tahun-tahun 1970 dan 1976 misalnya mencatat teror berdarah dengan banyak orang meninggal. Dan Gereja, hampir dalam segala kesempatan, mengambil oper kedudukan sebagai 'pembela proletar' -- yang justru diaku oleh pemerintahan komunis di mana-mana. Tak heran bila dua juta orang di seluruh pinggir jalan mengelu-elukan imam mereka, yang tiba-tiba pulang dari Vatikan sudah dengan jabatan pemimpin puncak umat seagama di seluruh dunia. Bahkan pemerintah Edward Gierek sendiri mempertimbangkan keangkatan Paus sebagai kebanggaan nasional -- dengan rasa prihatin, dan terpaksa, tentu. Karena itulah, menganggap kedatangan Paus juga sebagai kunjungan diplomatik, para pemimpin puncak Partai sendiri turut menyambut, walaupun sebentar. TV dibolehkan menyiarkan acara-acara tertentu kunjungan itu -- juga sebagai upaya mengurangi jumlah orang turun ke jalan-jalan. Minuman keras dilarang selama sembilan hari -- untuk menjaga jangan sampai acara penyambutan khalayak berubah menjadi "panas". Padahal pemerintah telah mengerahkan 80.000 orang polisi, ditambah 10.000 sukarelawan Gereja. Tetapi akankah terjadi perobahan dalam politik keagamaan pemerintah Polandia, atau negeri-negeri Eropa Timur umumnya? Dr. Donald Coggan, Uskup Agung Canterbury dari Gereja Anglikan, menyatakan setelah kunjungannya 12 hari di Eropa Timur bahwa dewasa ini sebenarnya terdapat pelunakan dalam politik pemerintah-pemerintah komunis terhadap agama. Meski begitu, dalam kasus Polandia, Paus sudah tentu masih perlu menggaungkan keinginan untuk menormalkan hubungan Gereja dengan Pemerintah -- atas dasar kemerdekaan beragama, yang pada gilirannya dihubungkan dengan "kebutuhan riil Gereja yang bersangkutan dengan aktivitasnya di banyak segi." "Theologi Pembebasan" Paus mengungkapkan hal itu dalam sebuah pidato yang dikatakan "penuh dinamit politik" di hadapan para pembesar Gereja di Jasna Gora. Tidak ada sambutan resmi pemerintah terhadap pidato itu. Hanya seorang pejabat senior Partai mengatakan "Paus telah membuat tuntutan yang tidak realistis -- dan seharusnya dia tahu itu." Sudah tentu kebebasan agama, yang seperti dikatakan Paus merupakan hak asasi, bisa menjadi pokok keprihatinan nomor satu bagi Gereja. Betapapun, itu bisa dianggap sebagai jawaban mengapa gaung suara Paus di Polandia -- di mana terdapat penggencetan hak asasi -- berbeda dari apa yang dikumandangkannya di negeri-negeri Amerika Latin, yang juga penuh penggencetan hak asai. Berkunjung ke sana akhir Januari lalu, Paus justru mengecam "theologi pembebasan" dari para pastor -- yang karena didesak oleh penginjak-injakan hak asasi dan kemelaratan rakyat di bawah para diktator (Katolik), lalu begitu "demam marxisme" dan bahkan merasa perlu mengambil sikap konfrontatif dengan pemerintah AS. Barangkali karena Paus yang manapun memang tak pernah menyukai marxisme, setidaknya penubuhannya dalam sistim. Barangkali karena Paus Yohanes Paulus II tak lain Karol Wojtyla dari sebuah negeri komunis -- yang tahu benar bahwa pada akhirnya komunisme tak menyelesaikan soal. Betapapun, misi agama Katolik haruslah "di atas semua sistim". Toh para pastor yang prihatin itu, dan kecewa terhadap pidatonya, barangkali menginginkan bahwa satu kali ia akan juga mengutuk rezim-rezim diktator Amerika Latin. Paus toh bukan sekedar seorang kepala negara dalam barisan negara-negara Barat di seberang Moskow.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus