Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang remaja ricuh juga

Pertandingan sepak bola kelompok umur di Jakarta. ada pemalsuan umur. (or)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK pertama kalinya PSSI menyelenggarakan pertandingan sepak bola kelompok umur 13-15 tahun yang berlangsung 18-23 Juli di Stadion Kuningan, Jakarta. Dan pertandingan antarremaja dari enam kota itu (Medan, Pontianak, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya) sebagaimana kakak-kakaknya, juga tidak luput dari ricuh dan perang protes. Pemalsuan usia yang membikin gara-gara. Ceritanya dimulai dari Semarang yang sudah menang telak 7-1 atas Bandung. Sekalipun mengaku kalah, tetapi tim manajer Bandung meminta panitia untuk meneliti usia para pemain Semarang. Ternyata pemain Semarang, Edy Isywoyo, kabarnya kepergok berusia lebih dari 15 tahun. Ini diketahui setelah salinan STTB SD-nya diteliti. Kemudian tim manajer Semarang ganti memprotes dengan tuduhan pemain Bandung, Acu Nandang, mencuri usia. Tetapi begitu panitia memeriksa ijazah SD-nya tidak ditemukan yang aneh-aneh. "STTB SD asli yang saya bawa memang milik saya, yang berubah mungkin potongan rambut," tutur Acu. Ia cukup kaget ketika namanya terbawa-bawa dalam kasus pemalsuan umur. Akhirnya Semarang yang kena hukum dan dinyatakan kalah WO 0-5. Dalam pembuktian pemalsuan usia ini Mabak lewat tim dari dinas kesehatan ikut terlibat. Sebanyak 22 orang yang diperiksa di laboratorium Mabak, 14 di antaranya ternyata sudah bangkotan. "Berdasarkan pemeriksaan radiologis terhadap tulang dan gigi, terbukti umur pemain tidak sesuai dengan yang tertera dalam ijazah atau akta kelahiran," ungkap dr. Bimanesh Sutardjo, salah seorang dari tiga dokter yang memeriksa. Pemeriksaan meliputi pertumbuhan gigi belakang dan sendi-sendi tulang. "Pemeriksaan pertumbuhan pusat-pusat penulangan pada sendi siku untuk menentukan umur seseorang bisa dipertanggungjawabkan," sambung dokter berpangkat letnan satu itu. Sebelum pemeriksaan laboratorium, melalui pemeriksaan ijazah dan akta kelahiran, panitia memang telah mencurigai sebanyak 20% dari seluruh pemain berumur lebih 15 tahun. Tim manajer Semarang, Agus Sudarmadji, akhirnya terus-terang mengakui kelalaiannya dalam mengontrol anak-anak asuhannya. Tapi sebenarnya PSSI juga punya andil. Sebab undangan pertama yang dilayangkan ke beberapa daerah disebutkan tahun 1968 sebagai batas kelahiran. Belakangan mendadak datang pemberitahuan lewat teleks agar umur pemain tidak lebih 15 tahun pada Juli 1983. Semarang, menurut Sudarmadji, sudah telanjur membentuk tim. Dan terhadap anak-anak asuhannya yang tidak lapor mengenai usia, dia punya jawaban begini: "Katakanlah anak-anak itu sengaja mengubah tahun kelahirannya, tapi mereka tidak bermaksud jahat, mereka hanya ingin main di Jakarta," tuturnya. Tetapi kalau memang niatnya hanya untuk sampai dan main di Jakarta, mengapa tidak berterus-terang saja. Sebagaimana tim Pontianak yang sejak hari pertama mengakui timnya membawa tuiuh pemain berusia 16 tahun. Untuk kejujuran ini Pontianak terpilih sebagai tim paling sportif. Meskipun untuk kejujuran yang diberi penghargaan berupa piagam khusus itu, Pontianak oleh panitia dianggap tidak berhak merebut kejuaraan. Dan bertanding hanya untuk persahabatan. Invitasi itu sendiri juaranya kemudian direbut Medan disusul Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Dari 111 remaja yang ambil bagian dalam turnamen yang menelan biaya Rp 20 juta ini, 42 pemain terpilih mengikuti seleksi untuk disekolahkan di Pusat Pendidikan Sepak Bola di Salatiga. "Bila mereka dilatih terus menerus, pada usia 20 tahun kelompok ini sudah siap pakai," ujar Sucipto Suntoro, wakil ketua panitia penyelenggara. Kejuaraan kelompok umur (13-15 tahun) yang idenya sudah lahir sejak 1979 ini, memang merupakan program pembinaan PSSI paling awal sebelum jenjang berikutnya (junior) yang pemainnya ditetapkan berumur 16-18 tahun. "Dengan adanya invitasi ini PSSI sudah punya pola pembinaan yang berjenjang," kata Nugraha Besoes, ketua penyelenggara. Sebab untuk melahirkan pemain yang berkualitas prima, menurut Ismanu, anggota tim penilai, minimal diperlukan waktu sedikitnya empat tahun. "Kalau tidak dipersiapkan dari sekarang, dan membentuk tim nasional dengan asal comot saja, bisa payah hasilnya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus