Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Setelah babi doyan bangkai

Kelestarian komodo terancam oleh populasi babi hutan. karena alam NTT yang tandus, babi hutan mulai merebut bangkai yang merupakan sumber makanan komodo. (ling)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK Pulau Komodo geger. Ternak piaraan mereka diterkam babi hutan. Ternyata itu bukan omong kosong. Dua pekan lalu Kepala Konservasi Sumber Daya Alam VII Abdul Bari T.S. bahkan melihat sendiri beberapa ekor babi hutan mengeroyok seekor kambing. Akhir-akhir ini serangan babi hutan terhadap ternak penduduk memang semakin gencar. Ketika Gubernur NTT Ben Mboi dan rombongan berkunjung ke Taman Nasional Komodo, Juni lalu, bahkan sempat menonton porsi bangkai yang disediakan buat komodo digasak babi hutan. Seorang petugas yang mengantar turis asing di tempat pengamatan Banu Gulung Loh Liang di Pulau Komodo berceritera: "Wah, tamu puas sekali karena bisa melihat pertarungan komodo dan babi hutan memperebutkan umpan kambing." Rebutan makanan itu terjadi antara seekor babi hutan betina melawan tiga ekor komodo. Meskipun jumlah komodo lebih banyak, karena belum dewasa, mereka toh kewalahan juga. Tadinya, komodo (varanus komodoensis) diancam kepunahan karena seringnya terjadi kebakaran hutan. Kemudian muncul ancaman anjing pemburu yang ditinggal tuannya dan kemudian beranak pinak. Seperti juga babi hutan kini, anjing-anjing itu gemar sekali akan daging rusa atau kambing. Ancaman anjing berkurang setelah petugas melakukan tindakan drastis dengan menembaki binatang tersebut. Populasi anjing terbanyak hanya di Pulau Padar. Tapi populasi babi hutan merata terdapat di empat pulau terbesar (Komodo, Padar, Rinca, dan Gilimotang). Tentang kegemaran babi hutan (sus scrofa) menyantap bangkai, Abdul Bari cenderung menuding perubahan tingkah laku itu dikarenakan oleh keadaan alam NTT yang tandus. Sehingga babi hutan tersebut tak mudah memperoleh umbi-umbian. "Babi hutan adalah binatang pemakan tumbuh-tumbuhan maupun daging," kata Ketua Jurusan Zoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof, Dr. Soenarjo kepada Yulia Madjid dari TEMPO. Ia menambahkan sebagai binatang pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging (omnifora) biasanya babi hutan mencari umbi-umbian di samping tikus, jangkrik, atau cacing. Jadi kegemaran babi hutan memakan bangkai bukan hal yang aneh. Sebab "peri laku babi hutan memang dapat berkembang," kata Kepala Museum Zoologicum Bogoriense, Soemartono Adisoemarto, PhD. Kejahatan babi hutan lainnya, menurut Soemartono, adalah ketika babi itu menggali-gali tanah, telur komodo yang biasanya dipendam oleh induknya di tanah, jadi santapan lezat juga. Jelas bahwa babi hutan merupakan ancaman terbesar dari bahaya-bahaya lain yang bisa memusnahkan komodo. Terutama bila populasinya berimbang. Berapa jumlah babi hutan di daerah suaka alam Komodo? "Sensus babi hutan belum pernah kami lakukan," kata Direktur PPA Bogor Syafei Manan, MSc. Yang diketahui baru populasi komodo. Menurut Abdul Bari, jumlah komodo berdasarkan sensus April 1983 tinggal 1.760 ekor -- empat tahun sebelumnya jumlah mereka tercatat 2.001 ekor. "Tapi ini masih dalam perkembangbiakan normal," kata Abdul Bari. Masalah lain yang dicemaskan adalah berubahnya babi hutan menjadi buas setelah keenakan memakan daging. Akibatnya komodo yang lemah akan menjadi santapannya. Sehingga berlakulah hukum siapa yang kuat yang akan menang bagi masyarakat komodo. Soemartono mengkhawatirkan bahwa semakin lama babi hutan menikmati empuknya daging rusa atau kambing, "daya tahannya semakin lebih besar." Dia kemudian menyamakan manusia pemakan daging akan lebih sehat dibandingkan dengan manusia yang hidup sebagai jenis herbafora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Jelas kalau desakan babi hutan terhadap komodo semakin besar Pulau Komodo akan berubah menjadi Pulau Babi. Meskipun babi hutan bukan berupa kompetitor langsung dari komodo, toh "kini dia merupakan pengganggu makanan komodo. Perlukah babi hutan dihabisi? Soenarjo tidak setuju untuk memusnahkan sama sekali babi hutan tersebut. Sebab binatang itu juga merupakan keseimbangan dari alam. "Tapi perlu dicek berapa komodo dan berapa babi hutan yang boleh tetap lestari di situ."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus