Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bukan uang tapi nikmatnya

Pembalap muda dari prancis, laurent fignon, 24 th, keluar sebagai juara tour de france. (or)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBALAP muda berkaca mata, Laurent Fignon menemukan kebahagiaan yang diangan-angankan orang Prancis ketika band militer memainkan lagu kebangsaan, Marsellase. Ratusan ribu orang bersorak-sorai sepanjang Champs-Elysees menyambut pemuda berumur 23 tahun itu sebagai juara Tour de France, Senin lalu. Dia melayang melintas garis finish di atas sepeda yang berbobot hanya 8 kg. Itulah akhir penderitaan Fignon melawan kelelahan dan panas musim panas yang mengganas sepanjang perlombaan menempuh rute 3.750 km Dimulai 1 Juli dan berakhir dalam 24 hari. Sewaktu 140 peserta mulai ngebut dari garis start di tenggara Kota Paris, orang bertanya-tanya siapa yang bakal jadi kampiun sekali ini. Favorit Bernard Hinault, juara empat kali, absen karena lutut kirinya cedera. Pada etape-etape permulaan, kaus kuning (tanda pembalap yang memimpin) terus-menerus berganti-tangan dari pembalap Irlandia, Sean Kelly, ke pembalap tuan rumah Pascal Simon dan Jean-Rene Bernaudeau serta Philip Anderson dari Australia. Fignon sendiri hanya menempel dari belakang. Dia rupanya mencadangkan tenaga untuk duel yang menentukan ketika perlombaan memasuki daerah Pegunungan Alpen, terutama di Pyrenees. Di daerah berbukit-bukit itu perlombaan melaju menjadi pertarungan yang melelahkan. Pembalap terkadang harus menanjak mencapai puncak bukit yang tingginya sampai 2.600 meter. Membuat kecepatan melorot rata-rata 30 km per jam. Sedangkan kalau menurun bisa bergulir dengan rata-rata 90 km per jam. Sepertiga dari peserta minta ampun dan menyerah di sini. Pada hari ke-18 di daerah pegununan yang ganas itulah, Pascal Simon, jago dari tim Peugeot bertabrakan, terlempar dari sadal dan tulang bahunya remuk. Fignon tampil ke depan dan merebut kaus kuning. Kaus kuning kemenangan buat anak muda kelahiran Paris itu rupanya tidak saja memberikan rasa bangga. Tapi juga sumber tenaga yang gaib. "Kaus kuning ini mengubah manusia," ucap Fignon. "Anda akan mengayun lebih keras, dan menderita lebih banyak. Kaus kuning ini menolong saya untuk berbuat melebihi kemampuan saya sendiri," katanya pula. Sejak dari Pyrenees secara taktis, dia mempertahankan posisi. Dan bakatnya yang hebat dia pertontonkan dengan memenangkan time trial sepanjang 50 km di Dijon. "Kemenangannya di time trial itu menempatkan dirinya sejajar dengan Anquetil, Hinault, dan saya," komentar Eddy Merckx yang pernah menjuarai Tour de France lima kali bersama Anquetil. Fignon malahan lebih hebat dari mereka semua. Karena lomba kemarin merupakan penampilannya yang pertama. Tak pernah ada pemenang semuda Fignon. Ia menempuh seluruh rute lomba keliling Prancis itu dalam 105 jam 7 menit 52 detik. Buat kemenangan dari perlombaan yang menyiksa selama hampir sebulan itu, Fignon merebut sebagian besar dari hadiah berjumlah US$ 300.000. Tidak ada artinya dibandingkan dengan kemenangan di lapangan tenis maupun golf. Tetapi para pembalap dari berbagai negara tetap mau ambil bagian karena daya tarik lomba itu sendiri. Ia sudah merupakan bagian dari cara orang Prancis memperingati Hari Kemerdekaan Nasional, 14 Juli. Sekalipun hadiahnya kecil, peserta tetap merasa puas. Karena paling tidak mereka bisa menikmati bagaimana rasanya mengayuh dengan kawalan mobil yang hanya bisa dinikmati seorang presiden. Dan ditonton sekitar 18 juta orang yang berdiri di sepanjang rute yang dilalui. Belum lagi dihitung sekitar 100 juta penonton televisi. Masyarakat Prancis sendiri bukan main bangganya dengan lomba ini. Bisa dimaklumi. Karena lomba gaya Prancis yang sudah berumur 80 tahun ini sudah menjadi sejarah dan mengilhami rupa-rupa lomba daya tahan mendayung pedal. Mulai dari Italia, Spanyol, Ceko, Mesir, Tunisia, dan jangan lupa Tour de Jawa yang mulai menggelinding minggu depan. Tak heran orang-orang Prancis menganggap Tour de France merupakan arena olah raga tahunan paling menarik. Hanya bisa ditandingi Olimpiade dan Piala Dunia (sepak bola) yang berlangsung empat tahun sekali itu. Tetapi bagaimanapun menariknya balapan ini dia punya kelemahan. Tak sepeser uang masuk yang bisa ditarik dari penonton. Karena arenanya jalan raya. Beberapa tahun yang lalu panitia nyaris bangkrut. Tapi lomba tahun ini, yang disponsori dua perusahaan pers yang masing-masing menerbitkan Le Parisien Libere dan L'Equipe (sebuah harian olah raga) pulang modal. Biaya perlombaan yang mencapai US$ 4 juta (sekitar Rp 4 milyar) ditutup dari iklan. Juga dari beberapa kotapraja yang menginginkan iring-iringan pembalap melalui dan mengmap di kota mereka. Ongkos mampir cara Prancis ini bisa mencapai Rp 75 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus