Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kejutan kecil di ujungpandang

Jakarta muncul sebagai juara umum. liem swie king dikalahkan oleh eddy kurniawan. (or)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA yang semula gentar menghadapi Jawa Tengah dalam kejuaraan nasional di Ujungpandang (19-23 Juli) ternyata muncul sebagai juara umum dan merebut Piala Presiden. Kemenangan DKI itu menjadi spektakuler dengan sukses pemainnya, Eddy Kurniawan, mengalahkan Liem Swie King yang mewakili Ja-Teng di semifinal. Kekalahan King tadi membuat kubu Jawa Tengah terperangah. Sebab ternyata bukan hanya Rudy Hartono, Lius Pongoh, dan Icuk Sugiarto saja yang bisa menumbangkan juara All England tiga kali itu, tetapi seorang yang kurang terkenal seperti Eddy Kurniawan, 21 tahun, juga bisa menundukkannya. Berbagai kalangan, seperti ketua Bidang Pembinaan PBSI, Rudy Hartono dan Pelatih Tahir Djide menyebutkan kekalahan King karena kurang latihan. Sementara Eddy Kurniawan punya waktu yang cukup untuk berlatih. Karena kebetulan sedang libur sekolah. Pemain kesayangan Rudy Hartono ini kabarnya juga dilatih secara khusus oleh bintang bulu tangkis itu. Eddy Kurniawan adalah anggota klub bulu tangkis Jaya Raya asuhan Rudy Hartono. Sebagian penonton yang memadati Gelanggang Olah Raga Mattoangin sudah melihat tanda-tanda kekalahan Liem Swie King itu begitu juara asal Kudus itu muncul di arena. Seekor kucing membuntutinya. King terpaksa meminta izin wasit untuk mengusir binatang itu. Waktu habis beberapa menit untuk mengusir kucing yang jadi salah tingkah dan tak tahu jalan keluar dari lapangan itu. Buat Eddy Kurniawan sendiri kemenangan atas King (15-9, 4-15, 15-12) membuat kepercayaan pada dirinya tumbuh kembali. Dia baru sekitar 2 bulan selesai menjalani skorsing 3 bulan karena kesalahannya "mengganggu" isi kantung teman seregunya, ketika dia bersama beberapa pemain muncul di Kejuaraan Terbuka Jepang, awal tahun ini. Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia jurusan ekonomi itu punya bentuk tubuh mirip Rudy Hartono. Eddy memiliki daya tahan yang tinggi. Di pemusatan latihan Senayan hanya Lius Pongoh yang bisa melebihi daya tahannya dalam latihan fisik, terutama lari. Tetapi daya tahan yang dia bina selama liburan sekolah dan selama menjalani skorsing itu, ternyata tidak cukup sebagai bekal untuk mengalahkan juara dunia, Icuk Sugiarto, yang tampil sebagai juara tunggal putra di kejuaraan nasional Ujungpandang itu. Kemenangan Eddy, begitu juga Sigit Pamungkas yang mengalahkan Hastomo Arbi, juara SEA Games 1979, dinilai Ketua Umum PBSI, Ferry Sonneville, sebagai kejutan yang bisa menggairahkan. "King dirangsang untuk berlatih lebih iat lagi," katanya. Ferry menyebutkan sekalipun King kalah dari Eddy Kurniawan bukan berarti rankingnya melorot di bawah Eddy. Sebab prestasi yang sebenarnya tak bisa hanya diukur dari satu kali bertanding. Selama mengikuti berbagai kejuaraan di Asia maupun Eropa, Eddy selama ini hanya mampu sampai di babak ketiga. Diikutsertakannya pemain-pemain nasional dalam kejuaraan nasional kali ini, seperti dikatakan Rudy Hartono, untuk memperketat persaingan. Rudy melihat kejuaraan di Ujungpandang itu jauh lebih baik mutunya dibandingkan dengan kejuaraan yang sama di Palembang beberapa tahun yang lalu. Tetapi yang paling membanggakan dari Ujungpandang ini, menurut Rudy Hartono, adalah musyawarah kerja yang berlangsung serentak dengan kejuaraan. Musyawarah menggariskan supaya daerah lebih banyak berfungsi dalam melahirkan dan membentuk pemain. "Sehingga nantinya peranan pelatnas di Senayan dikurangi dan dikembalikan ke daerah," katanya. Mulai dari akhir tahun ini, kata Rudy, pelatnas disentralisasi yang terbagi dalam enam sektor sudah mulai berjalan. Keenam sekor itu meliputi Jakarta, Jawa Tengah (juga mencakup Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Timur (mencakup Bali dan Nusa Tenggara), Sumatera Utara (meliputi seluruh Sumatera), dan Sulawesi Selatan (meliputi seluruh Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya). Pemusatan latihan di Senayan katanya hanya akan mengadakan kegiatan temporer setiap dua atau tiga bulan sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus