Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden Prabowo Subianto hendak memberikan amnesti dan abolisi kepada tahanan politik konflik Papua.
Cara Prabowo menangani konflik Papua sama seperti Jokowi.
Pemerintah harus membentuk tim khusus untuk menggelar negosiasi damai dengan gerakan separatis Papua.
RENCANA pemberian amnesti dan abolisi kepada narapidana tahanan politik dan kelompok kriminal bersenjata di Papua disebut menjadi langkah Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan rekonsiliasi di Papua. Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengatakan Presiden Prabowo memerintahkan agar dilakukan pendekatan baru untuk penyelesaian konflik di Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Natalius menyebutkan ada dua perintah Prabowo untuk penyelesaian konflik. Pertama, melakukan pendekatan yang lebih humanis dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. “Kedua, memberikan amnesti kepada aktivis Papua yang menyuarakan kemerdekaan atau menyebarkan atribut,” kata Natalius saat dihubungi pada Rabu, 29 Januari 2025. "Tahanan politik juga diberi amnesti."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amnesti dan abolisi merupakan pengampunan atau pengurangan hukuman terhadap individu ataupun kelompok. Amnesti diberikan presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung serta Dewan Perwakilan Rakyat dan dapat diberikan tanpa pengajuan permohonan lebih dulu. Adapun abolisi dapat diartikan sebagai penghapusan proses hukum yang sedang berjalan terhadap individu.
Isu amnesti juga pernah menjadi pembahasan saat delegasi pemerintah Kerajaan Inggris menemui Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra pada Senin, 20 Januari 2025. Hadir dalam pertemuan di kantor Kementerian Hukum itu Menteri untuk Kawasan Indo-Pasifik Catherine West serta Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Dominic Jermey.
Pertemuan dibuka dengan pertanyaan Dominic soal kebijakan pemerintahan Prabowo terhadap konflik di Papua. Yusril menjelaskanPrabowo sedang membahas pendekatan baru dalam penyelesaian konflik di Papua. Dia juga mengatakan aktivis perdamaian asal Finlandia, Juha Christensen, menawarkan diri menjadi mediator antara pemerintah Indonesia dan kelompok-kelompok di Papua. Juha pernah terlibat dalam proses perdamaian pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. “Pada dasarnya, Presiden Prabowo sudah setuju untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat dalam konflik di Papua,” ujar Yusril kepada delegasi Inggris dalam keterangan resminya, Selasa, 21 Januari 2025.
Belakangan, Yusril mengatakan tidak semua narapidana konflik di Papua mendapat amnesti dan abolisi. Dia mengatakan pengampunan bagi anggota kelompok bersenjata Papua hanya berlaku terhadap mereka yang sudah menyatakan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengatakan pemerintah masih mengklasifikasi dan menyiapkan asesmen atau penilaian terhadap narapidana yang akan diberi amnesti, termasuk para tahanan politik di Papua. Kementerian Imigrasi berfokus menyiapkan data para napi sesuai dengan klasifikasi masing-masing. Adapun untuk penilaian nantinya dilakukan oleh Kementerian Hukum. Dari data sementara, kata Agus, ada sekitar 18 narapidana yang terlibat dalam gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Natalius mengatakan tidak semua anggota dan kelompok separatis mendapat amnesti. Pemerintah lebih dulu melakukan asesmen kepada siapa saja yang berhak menerima amnesti. Ia menjelaskan, amnesti tidak mungkin diberikan kepada narapidana yang melakukan pidana pembunuhan. “Lain soal kalau mereka, misalnya, berjuang di Papua secara politik, tanpa kekerasan, lalu ditahan dan diproses hukum. Itu menjadi concern Presiden untuk memberikan amnesti,” ujarnya.
Massa dari Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) memperingati 58 tahun Perjanjian New York 1962, di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, 15 Agustus 2020. TEMPO/Subekti
Natalius menuturkan pendekatan dalam penanganan di Papua harus mengubah orientasi secara keseluruhan. Pertama, menciptakan perdamaian di Papua melalui proses rekonsiliasi dan dialog yang profesional dan bermantabat. Kedua, rekonsiliasi juga harus dibangun dengan melibatkan semua komponen Papua, rakyat Papua. Salah satu aspek rekonsiliasi, kata Natalius, adalah menjaga kelestarian alam, sumber daya alam, serta nilai budaya dan kesejahteraan masyarakat lokal Papua.
Natalius menolak menjelaskan bahwa yang dilakukan pemerintah dalam menangani konflik Papua telah bergeser dari cara-cara militer menjadi pendekatan kesejahteraan. "Bukan kapasitas saya menyampaikan hal itu. Tapi ada pendekatan yang dibuka oleh Presiden, yakni yang lebih soft melalui kebijakan amnesti," kata komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 itu.
Ihwal pendekatan pembangunan, Natalius mengkritik sejumlah kementerian yang dinilai mengesampingkan aspek lingkungan dan adat masyarakat dalam orientasi pembangunan serta proyek pertambangan di tanah Papua. Menurut dia, pembangunan dan investasi di Papua seharusnya selaras dengan aspek ekosistem, lingkungan, kesejahteraan masyarakat adat, nilai budaya, partisipasi masyarakat, dan pendapatan pemerintah daerah.
Menurut Natalius, kementerian lain tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, HAM, dan partisipasi masyarakat adat dalam pembangunan. Pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek ekologis, partisipasi masyarakat, dan HAM akan menimbulkan kerusakan yang lebih masif. "Padahal Presiden Prabowo ingin mengedepankan demokrasi dalam pembangunan di Papua."
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kantor Perwakilan Papua Frits Ramandey menyambut baik rencana pemberian amnesti untuk tahanan politik di Papua. Frits mengatakan langkah pemerintah secara prinsip cukup baik untuk membangun dialog dengan kelompok bersenjata. Pemberian amnesti itu dapat menjadi modal untuk menjajakan usulan dialog kemanusiaan di Papua. “Ini sebagai sebuah metode membangun dialog dengan masyarakat Papua secara berjenjang,” ujar Frits, Senin, 27 Januari 2025.
Juru bicara Jaringan Damai Papua (JDP), Yan Christian Warinussy, mengatakan pemberian amnesti ada kemungkinan menjadi keinginan tahanan politik yang terlibat gerakan OPM. Salah satunya narapidana bernama Yogor Telenggen alias Kartu Kuning Yoman. Yan mengatakan Yogor menjalani hukuman seumur hidup dalam kasus penembakan pesawat Trigana Air di Bandar Udara Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, pada 8 April 2012. Menurut dia, Yogor ingin penahanannya dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan Makassar ke Lapas Abepura, Papua. “Kalau di Makassar, dia tidak bisa dikunjungi oleh keluarganya,“ kata Yan.
Yan mengatakan pemerintah perlu bertindak lebih dari sekadar amnesti. Menurut dia, pemerintah harus menghentikan pendekatan dengan kekerasan di Papua. Salah satunya mengirim tim yang bisa diterima semua tokoh Papua untuk menjajaki perundingan. “Harus ada seseorang atau beberapa orang yang ditunjuk Presiden menjadi fasilitator. Mereka perlu berbicara secara terbuka apa yang sebenarnya diinginkan kelompok di Papua dan yang diinginkan oleh Jakarta,” ucap Yan.
Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom. Istimewa
Adapun juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, mengatakan kelompoknya tidak akan berubah sikap sekalipun pemerintahan Prabowo memberikan amnesti. “Kalau Presiden menganggap semua orang TPNPB dikasih amnesti biar menyerah, itu tidak mungkin terjadi,” tutur Sebby kepada Tempo pada Selasa, 28 Januari 2025. “Maka tidak mungkinlah kami menyerah kepada Indonesia melalui amnesti.”
Kendati begitu, Sebby mengatakan kelompoknya tidak akan membatasi pemberian amnesti kepada tahanan politik OPM. Menurut dia, amnesti merupakan hak pemerintah Indonesia dan para tahanan untuk mendapatkannya. "Itu kan urusan mereka,” kata Sebby. “Tapi, kalau mau menyerah, baru kemudian Indonesia kasih amnesti, itu tidak mungkin terjadi.“
Sebby mengatakan pihaknya tidak menolak berunding dengan pemerintah Indonesia. Namun kelompoknya menolak jika pembicaraan dimediasi oleh Juha Christensen. Alasannya, TPNPB-OPM tidak sepakat dengan hasil perdamaian seperti yang dilakukan di Aceh.
Tempo belum mendapat konfirmasi dan tanggapan dari Juha Christensen. Hingga berita ini ditulis, pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan belum direspons.
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan bersedia berunding dengan pemerintahan Prabowo asalkan serius dalam melakukan hal itu. Ketua KNPB Pusat Warpo Sampari Wetiipo mengatakan perundingan wajib difasilitasi pihak ketiga dari kalangan internasional yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Warpo menegaskan pihak ketiga tersebut harus disepakati kedua pihak. "Ada syarat-syarat yang juga harus disepakati. Bukan sembarang dialog atau perundingan dan segala macam,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 29 Januari 2025.
Seperti TPNPB-OPM, KNPB juga menyatakan menolak mediator dalam perundingan yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia. KNPB merupakan organisasi politik yang mengkampanyekan referendum untuk menentukan nasib sendiri bagi orang Papua. KNPB didirikan pada 19 November 2008 oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat Papua.
Mengulangi Jokowi
Menanggapi hal tersebut, profesor riset pada Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, menilai rencana pemberian amnesti oleh Prabowo sebetulnya mengulangi yang dilakukan Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo. Pada 2015, Jokowi memberikan grasi kepada tahanan politik gerakan pro-kemerdekaan Papua.
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (kanan) memberikan berkas grasi kepada lima tahanan politik yang terlibat Organisasi Papua Merdeka pada 3 April 2003 di Wamena, di Lapas Abepura, Jayapura, Papua, 9 Mei 2015. ANTARA/Hafidz Mubarak A.
Grasi adalah pengampunan atau keringanan hukuman yang diberikan oleh presiden kepada terpidana. Jokowi memberikan grasi kepada lima narapidana, yakni Numbungga Telenggen yang dihukum seumur hidup serta Linus Hiluka, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda, dan Yafrai Murib yang masing-masing divonis 20 tahun penjara. Kelimanya terlibat pembobolan gudang senjata Komando Distrik Militer 1710/Wamena pada 2003.
Cahyo mengatakan Numbungga justru menjadi salah satu panglima TPNPB-OPM setelah bebas karena mendapat grasi pada 2015. Artinya, kata dia, pemberian amnesti—dulu grasi—itu tidak menjadikan rekonsiliasi sebagai cara penyelesaian konflik. "Justru Numbungga Tkemudian bergabung kembali ke TPNPB-OPM,” ujar dia.
Cahyo menduga rencana pemberian amnesti oleh pemerintahan Prabowo justru meneruskan cara-cara Jokowi dalam penyelesaian konflik di Papua. Dia juga menduga rencana amnesti sekadar respons Yusril Ihza Mahendra atas pertanyaan delegasi Inggris soal Papua. “Itu bisa jadi salah satu kampanye di dunia internasional bahwa pemerintah mengedepankan cara-cara humanis. Kalau kita lihat di lapangan, kan, tidak demikian,” ujarnya.
Menurut Cahyo, pemerintah semestinya membentuk tim khusus perundingan Papua sebelum membawa rencana amnesti. “Pemberian amnesti tidak akan efektif jika tidak didahului adanya proses peacekeeping, penghentian permusuhan atau tembak-menembak, dan dialog pemerintah dengan pihak berkonflik,” ujar Cahyo saat dihubungi pada Rabu, 29 Januari 2025.
Dalam penyelesaian konflik, dia menjelaskan, ada tahapan yang harus dilalui sebelum pemberian amnesti. Pertama, jeda kemanusiaan dengan menjaga perdamaian. Kemudian, tahapan peacemaking atau dialog di antara pihak yang berkonflik. Terakhir, ada peacebuilding, yang termasuk di dalamnya amnesti, rehabilitasi, dan kompensasi. “Jadi, harus penyelesaian politik dulu, berdamai dulu, baru amnesti,” tutur Cahyo.
Salah satu yang diusulkan Cahyo adalah pembentukan tim khusus oleh pemerintah untuk menggelar negosiasi damai dengan gerakan separatis Papua. Indonesia bisa mencontoh Filipina yang berunding dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Moro National Liberation Front (MNLF). Saat itu Filipina memiliki tim khusus bernama Office of Presidential Advisor on the Peace Process, yakni tim penasihat presiden khusus untuk proses perdamaian dengan kelompok pemberontak Moro. “Kalau tim seperti itu tidak dibentuk, hanya mengandalkan operasi penegakan hukum dan pembangunan infrastruktur, sampai kiamat pun (konflik di Papua) tidak akan selesai,“ ujar Cahyo.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyambut baik rencana amnesti untuk tahanan politik yang terlibat OPM. Menurut dia, amnesti harus dilakukan secara paralel dengan menghentikan konflik bersenjata.
Menurut Usman, amnesti juga harus menghormati prinsip HAM, misalnya tidak boleh diberikan kepada orang yang terlibat dalam kejahatan serius atau pelanggaran HAM berat. “Amnesti bisa saja sebagai koridor kemanusiaan untuk membangun kepercayaan para pihak bahwa kita memang harus berdamai,” ucapnya, Rabu 29 Januari 2025.
Menurut dia, apabila pemerintah serius melakukan rekonsiliasi, amnesti juga harus diberikan kepada para tahanan politik yang menjadi tokoh kunci gerakan pro-kemerdekaan Papua. “Mereka tidak hanya dibebaskan dari jerat hukum, tapi juga dilibatkan dalam perundingan,” ujarnya. ●
Novali Panji Nugroho, Andi Adam Faturahman, dan Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo