Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Anggota BEM KM UGM Terima Intimidasi Digital setelah Ikut Aksi Kawal Putusan MK

Salah satu anggota BEM KM UGM menerima intimidasi digital dari nomor luar negeri setelah mengikuti aksi Kawal Putusan MK beberapa waktu lalu.

1 September 2024 | 16.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Spanduk perlawanan Peringatan Darurat terpasang di Gedung Fakultas Hukum UGM, Senin, 26 Agustus 2024. TEMPO/Iqbal Muhtarom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa atau BEM KM UGM, Nugroho Prasetyo Aditama, mengaku salah satu anggotanya mendapatkan intimidasi setelah mengikuti demo Kawal Putusan MK beberapa waktu lalu. “Setelah aksi tanggal 22 Agustus itu, anggota saya dikirimi pesan oleh nomor luar negeri,” kata dia saat dihubungi Tempo, Ahad, 1 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nugroho menceritakan, sebelumnya anggotanya itu sempat memberikan pernyataan kepada salah satu awak media terkait aksi Kawal Putusan MK di Yogyakarta. Tak lama setelah itu, anggotanya dikirimi gambar sekali lihat melalui pesan Whatsapp oleh nomor luar negeri. Gambar itu berisi tangkapan layar pernyataannya di salah satu media. “Bro, ini kamu ya?” tulis nomor tak dikenal itu setelah mengirim gambar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah menerima ancaman tersebut, anggotanya itu segera menghubungi dirinya. Ia pun mengarahkan untuk memperkuat keamanan digitalnya. “Ini risiko, kami harus segera memitigasinya,” ujarnya. Nugroho tak memungkiri bahwa dirinya juga berulang kali pernah dihubungi oleh nomor tak dikenal dengan kode luar negeri. “Setahuku, kalau ditelepon sama nomor luar negeri itu salah satu percobaan peretasan."

Selain digelar di depan Gedung DPR di Jakarta, aksi Kawal Putusan MK dilakukan di berbagai daerah, termasuk Yogyakarta. Bahkan Yogyakarta menjadi salah satu daerah yang menggelar aksi secara maraton. Aksi mengawal putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah tersebut diikuti berbagai elemen, mulai dari buruh, seniman, pedagang, aktivis, mahasiswa, pelajar, hingga dosen, dan dosen.

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari 25 persen perolehan suara parpol atau gabungan parpol atau 20 persen kursi DPRD menjadi hanya 6,5-10 persen suara sesuai dengan jumlah penduduk. MK juga menyatakan batas usia minimal calon gubernur adalah 30 tahun dan calon bupati atau walikota 25 tahun saat ditetapkan KPU. 

Namun, sehari setelah MK mengeluarkan putusan, Badan Legislatif DPR RI merevisi UU Pilkada dan menafsirkan ambang batas hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. DPR juga menyatakan batas usia minimal calon kepala daerah dihitung saat dilantik. Hal tersebut memicu kemarahan publik dengan turun aksi. Di Jakarta dan beberapa daerah mahasiswa mengalamai represi dan ditangkap polisi.

NOVALI PANJI NUGROHO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus