Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo setuju Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 dibatalkan dan dievaluasi. Menurut Firman, proyek PSN PIK 2 tidak boleh mengorbankan kepentingan masyarakat dan ekosistem setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya sangat setuju kalau proyek PSN PIK 2 dibatalkan dan harus dievaluasi secara menyeluruh dan dikaji secara mendalam, dan juga dilihat asas manfaatnya untuk rakyat atau kepentingan siapa. Apalagi kalau hanya untuk kepentingan pengusaha,” kata Firman dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Jumat, 3 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penetapan status PSN terhadap proyek properti Pantai Indah Kapuk 2 di pantai utara Jakarta dan Tangerang, Banten, pada Maret 2024 menuai kontroversi. Proyek yang digarap pengusaha pemilik Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, tersebut disinggung Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid. Nusron mengklaim telah mengantongi dugaan pelanggaran di PIK 2, salah satunya sebagian area proyek strategis di PIK 2 yang berada di kawasan hutan lindung.
Polemik muncul sejak status PSN untuk PIK 2 diberikan pemerintahan Presiden Joko Widodo kepada Aguan. Pemberian status PSN ini ditengarai sebagai imbalan karena mau berinvestasi dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Firman Soebagyo mengatakan proyek ini berpolemik ketika pejabat sebelumnya berbicara lantang bahwa PIK 2 tidak bermasalah dan semua perizinanannya beres. Namun, Firman heran karena Menteri ATR/BPN yang baru, Nusron Wahid, justru menyampaikan bahwa proyek PSN PIK 2 batal ditetapkan sebagai PSN karena masih ada masalah pelanggaran tata ruang.
Firman heran bertapa mudah pejabat menyatakan tidak ada masalah dan kemudian dianulir lagi oleh pemerintah sendiri yang menyatakan proyek PSN PIK 2 masih ada masalah sehingga ditinjau kembali.
“Saya sudah menyampaikan sejak awal bahwa sejak di era Pak Harto (Soeharto) reklamasi serta pembangunan kawasan PIK itu memang telah dinyatakan bermasalah melalui kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dilakukan pemerintah Orde Baru. Maka saat itu ditolak dan dibatalkan,” kata politikus senior Golkar ini.
Namun, Firman merasa aneh karena dalam beberapa dekade terakhir ini pembangunan kawasan PIK dilanjutkan dan berjalan dengan mulus. Padahal, ucap Firman, saat itu Komisi IV DPR RI telah menyampaikan penolakan keras karena ada prinsip-prinsip yang dilanggar, yaitu tata ruang dan KLHS.
“Proyek PSN PIK 2 tidak boleh mengorbankan kepentingan masyarakat setempat dan mengorbankan ekosistem dan kelestarian lingkungan,” tutur Firman.
Anggota Badan Legislasi DPR RI ini mengatakan persoalan pembangunan PIK 1 juga sudah menuai masalah sejak awal. Namun pemerintah juga tetap memuluskan proyek itu dan mengabaikan keberatan DPR serta protes masyaeakat setempat.
Firman meminta pemerintah dan para pihak terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh apalagi terkait kawasan hutan lindung. Ia mengatakan jangan ada investasi sehingga menabrak regulasi.
“Investasi adalah sebuah keniscayaan, tetapi kalau investasi mengorbankan rakyat dan kelestarian lingkungan, ini yang perlu diperhatikan dan harus ditinjau ulang,” tutur dia.
Dalam wawancara kepada Tempo yang diterbikan Majalah Tempo edisi 8 Desember 2024, Aguan menjelaskan bahwa PIK 2 bukan bagian dari PSN. Menurut dia, lahan hijau yang berada di sekitar pesisir Jakarta tak akan berubah. Selama ini daerah itu tak pernah dirawat dan kerap terkena abrasi.
“Ini ada barang mati menjadi hidup,” kata Aguan di kantor pemasaran PIK 2, Jakarta Utara, Selasa, 26 November 2024.
Sebelum pergantian tahun, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyinggung soal PSN Tropical Coastland Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Proyek yang terletak di Kabupaten Tangerang, Banten itu kata dia bermasalah karena tidak tercantum sebagai PSN pariwisata dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi maupun kabupaten/kota.
“Padahal, ini masuknya PSN pariwisata,” kata Nusron dalam acara Media Gathering Kementerian ATR/BPN di kantornya pada Selasa, 31 Desember 2024.
Walhasil, pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/mesti mengajukan perubahan RTRW. Nantinya, Kementerian ATR/BPN yang bakal mengeluarkan persetujuan. Bila Pemda tidak mengajukan, perusahaan atau si pemilik proyek harus meminta rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) kepada Menteri ATR/Kepala BPN.
Namun hingga kini, Nusron mengaku belum mendapat permintaan dari Pemda maupun perusahaan. Adapun proyek Tropical Coastland PIK 2 merupakan proyek yang digarap PT Agung Sedayu Group, perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan. “Jadi, kami tidak bisa menyatakan apa-apa,” tutur Nusron.
Selain persoalan RT/RW, Nusron mengatakan 1.500 hektare lahan di PSN tersebut berada di area hutan lindung. Persoalan ini bisa diselesaikan dengan menurunkan status dari hutan lindung menjadi hutan konversi. Kemudian, mengkonversinya menjadi area penggunaan lain (APL). Dalam penurunan status lahan itu, perusahaan mesti menyiapkan lahan pengganti yang nantinya ditentukan Kementerian Kehutanan.
Namun, meski menemukan sejumlah persoalan, Politikus Partai Golkar itu menyatakan kementeriannya tidak memiliki wewenang terkait dengan status PSN Tropical Coastland PIK 2. “Bola di tangan Kemenko Perekonomian. Kami hanya sudut pandang tata ruangnya,” kata Nusron. Namun, ia menjelaskan, KPPR menjadi pintu masuk untuk perizinan lain. “Sebelum ada itu, putar balik,” ucapnya.
Pemerintahan era Presiden Jokowi menetapkan Tropical Coastland PIK 2 sebagai PSN melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN. Tropical Coastland hanyalah bagian kecil dari megaproyek PIK 2 yang bakal mengelola lahan seluas 28 ribu hektare. Pendanaan proyek tersebut sepenuhnya mengandalkan investasi pengembang yang nilainya ditaksir mencapai Rp 65 triliun.
PRAGA UTAMA | RIRI RAHAYU | RIKY FERDIANTO | RIZKI YUSRIAL