Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia memasuki fase transisi penting pada tahun 2025. Kementerian Agama (Kemenag) RI, yang selama ini bertanggung jawab penuh atas pengelolaan haji, akan menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada Badan Penyelenggara Haji (BPH).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini seiring dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk BPH, yang dipimpin oleh Mochamad Irfan Yusuf dan Dahnil Anzar Simanjuntak, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 144/P Tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya kelancaran penyelenggaraan ibadah haji 2025, meskipun saat ini sedang berlangsung proses transisi organisasi. Dalam rapat evaluasi yang diadakan dengan Komisi VIII DPR RI, Menag menyampaikan bahwa penyelenggaraan ibadah haji 2024 berjalan baik dan mengharapkan hal yang sama untuk tahun mendatang.
Menurutnya, seluruh langkah telah diupayakan agar jemaah mendapatkan pelayanan maksimal demi terwujudnya haji yang mabrur. Namun, dengan adanya pengalihan tanggung jawab ini, muncul kekhawatiran tentang kesiapan BPH dalam mengelola penyelenggaraan haji secara efektif.
Sementara itu, meski BPH direncanakan untuk sepenuhnya mengambil alih pada 2026, Kemenag tetap menjadi pengelola ibadah haji untuk 2025.
Pentingkah Badan Pengganti Ini?
Pembentukan BPH tidak lepas dari kontroversi. Banyak pihak menilai bahwa langkah ini melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan ibadah haji berada di bawah Kemenag. Dikutip dari Koran Tempo edisi 25 Oktober 2024, pemerintah seharusnya merevisi undang-undang ini terlebih dahulu sebelum membentuk badan baru.
Pengajar hukum tata negara, Herdiansyah Hamzah, mengungkapkan bahwa pembentukan BPH yang tergesa-gesa ini dapat menimbulkan tumpang tindih dalam pengelolaan haji antara Kemenag dan BPH.
Di sisi lain, Menag Nasaruddin Umar menegaskan bahwa meskipun ada proses transisi, fokus utama adalah memastikan keselamatan dan kenyamanan jemaah.
"Haji tidak boleh gagal gara-gara transisi organisasi," tegas Menag, dikutip dari haji.kemenag.go.id.
Kontroversi ini juga mengarah pada pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan ibadah haji. Dalam rapat evaluasi, Menag menjelaskan bahwa Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) mencapai angka memuaskan pada 2024.
Dengan adanya badan baru, kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga harus segera ditegaskan agar tidak terjadi kebingungan di antara jemaah haji yang sudah menunggu lama untuk diberangkatkan.
Keberadaan BPH mungkin menciptakan harapan untuk perbaikan dalam penyelenggaraan haji, tetapi ketidakpastian hukum dan administratif saat ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu merumuskan strategi yang lebih baik untuk memastikan bahwa semua pihak berfungsi secara sinergis dalam pengelolaan ibadah haji.
Pada akhirnya, penantian jutaan calon haji di Indonesia mengharuskan pemerintah untuk berpikir matang agar segala sesuatunya berjalan lancar dan efektif di masa mendatang.
KEMENAG | KORAN TEMPO
Pilihan editor: AMPHURI Berharap Prabowo Melobi Pangeran MBS untuk Tambah Kuota Haji