Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret, Komisi Nasional Disabilitas menyampaikan jumlah perempuan difabel yang melek huruf. Angkanya lebih sedikit dibandingkan laki-laki penyandang disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Komisi Disabilitas Nasional Dante Rigmalia mengutip penelitian UNESCO pada 2018 yang menunjukkan tingkat melek huruf di kalangan perempuan penyandang disabilitas adalah 44.5 persen. Sementara laki-laki difabel yang melek huruf sebanyak 60,9 persen. "Penyebab kondisi ini adalah stigma dan pembatasan sosial," kata Dante Rigmalia dalam acara 'Mendobrak Bias dan Mewujudkan Kesetaraan Gender' yang diinisiasi oleh KSI X Change pada Selasa, 8 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan beberapa penelitian, Dante menjelaskan, halangan utama perempuan disabilitas mendapatkan haknya secara penuh dan setara adalah stigma negatif dari lingkungan sekitarnya. Dampak stigma ini juga terjadi pada perempuan disabilitas di Indonesia yang empat hak spesifiknya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Stigma dalam masyarakat mengakibatkan potensi perempuan disabilitas tertutup," kata Dante. Tidak hanya kehilangan hak, stigma tersebut juga mengakibatkan perempuan disabilitas mengalami kerentanan berkali lipat. Hambatan budaya dan diskriminasi membuat situasi kian rumah dan mempersempit kemungkinan perempuan penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak.
Dante Rigmalia juga mengutip penelitian Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan atau KOMPAK pada 2021 yang menyebutkan, stigma membuat perempuan difabel mendapatkan upah lebih rendah dibandingkan laki-laki penyandang disabilitas. Dengan berbagai temuan itu, artinya masih banyak tantangan bagi perempuan difabel dan menjadi pekerjaan rumah di setiap peringatan Hari Perempuan Internasiona.
Staf Ahli Menteri dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas, Vivi Yulaswati mengatakan, pengarusutamaan kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial menjadi tantangan besar. Dia mencontohkan, masih banyaknya perempuan Indonesia, baik yang disabilitas maupun non-difabel, bekerja di sektor informal. Pekerjaan di sektor informal ini membawa beban dan risiko tersendiri.
"Terutama isu keamanan dan kesejahteraan yang menjadi beban dan risiko bagi para perempuan di sektor informal ini," katanya. Lantaran banyaknya tantangan dalam pengarusutamaan kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial, Indonesia masih memiliki indeks inklusi yang rendah. Menurut dia, secara global Indonesia masih berada di peringkat 125.
Baca juga:
Hari Perempuan Internasional Ini 5 Masalah Penting Kesehatan Wanita