Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), seseorang yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebelum tenggat waktu yang telah ditentukan. Jika tidak, maka akan dikenakan sanksi berupa denda maupun pidana.
Dalam Pasal 7 Undang Undang KUP disebutkan, seseorang yang terlambat atau tidak melaporkan SPT pajak akan disanksi berupa denda dengan besaran tertentu. Untuk orang pribadi, denda yang akandikenakan adalah sebesar Rp 100 ribu Sementara untuk badan atau perusahaan, denda yang dikenakan lebih besar, yaitu Rp 1 juta.
Selain itu, sanksi pidana juga bisa diberikan bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak melapor pajak. Sanksi pidana bisa diberikan dalam bentuk kurungan penjara dan denda sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 1 UU KUP.
Adapun sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Selain itu, akan didenda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Meski demikian, melansir dari laman Indonesia.go.id, ada beberapa orang yang tidak terkena denda dan sanksi administrasi dari Ditjen Pajak meski belum melaporkan SPT Tahunan.
Menurut Pasal 7 Ayat 2 UU KUP, mereka yang dibebaskan dari denda dan sanksi administrasi adalah orang pribadi yang telah meninggal dunia, atau tak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kemudian orang pribadi yang berstatus warga negara asing yang sudah tidak tinggal di Indonesia juga terbebas dari denda dan sanksi tersebut.
Pasal 7 Ayat 2 UU KUP juga berlaku bagi badan usaha yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Indonesia atau badan usaha asing yang tak lagi melakukan kegiatan usaha di Indonesia, tapi belum dibubarkan sesuai peraturan yang berlaku.
Di dalamnya termasuk bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi. Kemudian, Pasal 7 Ayat 2 UU KUP juga mencakup wajib pajak yang terkena bencana yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Terakhir adalah wajib pajak lain yang ditentukan oleh PMK nomor 186/PMK.03/2007. Di dalam PMK ini, pengecualian diberikan kepada wajib pajak pribadi atau badan yang menjadi korban kerusuhan massal, musibah kebakaran, ledakan bom atau serangan terorisme.
Pengecualian juga diberikan bagi wajib pajak yang mengalami perang antarsuku, dan mengalami kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan. Untuk membayar denda, Ditjen Pajak memberi kemudahan dengan membayar secara daring.
WINDA OKTAVIA
Pilihan Editor: Besok Batas Waktu Lapor SPT Pajak, Ini Panduan yang Mudah dan Praktis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini