Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Teori Ksatria adalah salah satu teori yang menjelaskan masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Nusantara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teori ini dikemukakan oleh beberapa ahli yang menyatakan bahwa penyebaran agama dan budaya Hindu-Buddha ke Indonesia dilakukan oleh para ksatria dari India.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai salah satu teori agama Hindu-Buddha di Nusantara, kelebihan teori Ksatria tentu sangat menarik untuk dipelajari. Untuk itu, berikut adalah penjelasan kelebihan teori Ksatria beserta kelemahan, tokoh yang mengemukakan dan isinya.
Isi Teori Ksatria
Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria. Menurut teori ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan nusantara tidak bisa dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama.
Seperti diketahui bahwa di awal abad ke-2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena perebutan kekuasaan. Penguasa-penguasa dari golongan ksatria di kerajaan- kerajaan yang kalah perang pada masa itu dianggap melarikan diri ke Nusantara.
Di Indonesia mereka kemudian mendirikan koloni dan kerajaan-kerajaan barunya yang bercorak Hindu dan Budha. Dalam perkembangannya, mereka pun kemudian menyebarkan ajaran dan kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat lokal dinusantara.
Teori Ksatria menyatakan bahwa Indonesia pernah menjadi daerah koloni dan taklukan India sehingga golongan ksatria merupakan golongan terbesar di antara orang-orang India yang datang ke Indonesia. Ada sejumlah ahli yang mengemukakan teori ini. Berikut diantaranya.
1. F.D.K. Bosch
Teori ksatria menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia disebabkan adanya proses kolonisasi di wilayah India oleh orang-orang India. Raja-raja beserta prajurit India datang menyerang dan mengalahkan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Wilayah koloni-koloni itulah yang menjadi pusat penyebaran kebudayaan India.
2. R.C.Majundar
Mengutip modul Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia karya Mariana,R.C. Majundar berpendapat bahwa munculnya kerajaan Hindu di Indonesia disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau prajurit India.
Para prajurit India diduga mendirikan koloni-koloni di kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Namun, teori ksatria yang dikemukakan oleh R.C. Majundar tidak didukung oleh data yang memadai. Selama ini belum ada bukti arkeologis yang menunjukkan adanya ekspansi prajurit India ke Indonesia.
3. C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens
Menurut teori ini, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dilakukan oleh golongan ksatria. Dalam teori ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan Nusantara tidak bisa dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama.
Seperti diketahui bahwa di awal abad ke 2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena perebutan kekuasaan. Penguasa kerajaan-kerajaan yang kalah perang pada masa itu diidentifikasi telah melarikan diri ke Nusantara.
Kelebihan Teori Ksatria
Meskipun terdapat perdebatan mengenai validitasnya, teori ksatria memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya relevan untuk dijadikan salah satu perspektif dalam memahami sejarah Indonesia. Berikut adalah beberapa kelebihan teori ksatria.
- Menggambarkan betapa semangatnya para ksatria tersebut berpetualang dalam menyebarkan agama Hindu Budha.
- Klaim atas pengaruhnya para ksatria tersebut terhadap pendirian kerajaan Islam di Indonesia.
- Klaim atas pengaruhnya para ksatria terhadap perkembangan kebudayaan di Jawa.
Kelemahan Teori Ksatria
Selain kelebihan, teori Ksatria juga dianggap memiliki kelemahan. Kelemahan teori ini dikemukakan oleh Van Leur.
Keberatan pertama adalah mengenai kolonisasi. Suatu kolonisasi yang melibatkan penaklukan oleh golongan ksatria tentunya akan dicatat sebagai suatu kemenangan. Catatan demikian tidak ditemukan dalam sumber tertulis di India.
Di Indonesia pun tidak terdapat suatu Saudara peringatan apa pun, misalnya dalam bentuk prasasti.
Keberatan kedua, terletak pada pemahaman bahwa suatu kolonisasi selalu disertai oleh pemindahan segala unsur masyarakat dari tanah asalnya. Misalnya, sistem kasta, kerajinan, bentuk rumah, tata kota, bahasa, pergaulan, dan sebagainya. Dalam kenyataannya, di Indonesia berbeda dengan yang ada di India.
Bukti tentang penyerangan dari kerajaan di India ke Indonesia hanya ada pada berita tentang serangan Kerajaan Colamandala ke Sriwijaya. Kejadian itu pun tidak menyebabkan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.