Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama kerap menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Dilansir dari situs Kemenag, hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962. Hasil sidang isbat diumumkan oleh Menteri Agama dan menjadi momen yang ditunggu masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh pemerintah dan berlaku secara nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib, menjelaskan sidang isbat penting dilakukan. "Karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan," ujarnya dilansirdari situs Kemenag pada Senin, 11 Maret 2024.
Menurut dia, sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.
“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran," ujar Adib.
Dia menjelaskan dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
“Hasil musyawarah dalam sidang Isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” sebut Adib.
Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, kata Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja. "Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya. Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat," ujarnya.
“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat."
Sebelumnya, Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah mengusulkan peniadaan sidang isbat penentuan awal Ramadan. Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, penghapusan kegiatan Sidang Isbat untuk menentukan awal Ramadan bisa menghemat anggaran negara. "Dengan tidak diadakan isbat, lebih menghemat anggaran negara yang secara keuangan sedang tidak baik-baik saja," ucap Mu'ti.