Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo dikenal lahir dari keluarga yang tercatat dalam sejarah Indonesia. Kakeknya, RM Margono adalah salah satu pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI). Dalam sebuah diskusi yang digelar Sygma Research and Consulting, Margono diusulkan jadi pahlawan nasional. Sedangkan ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo dikenal sebagai bengawan ekonomi.
Selain sebagai intelektual, Sumitro juga orang pergerakan. Pada era Orde Lama, Sumitro menjadi salah satu sosok yang melakukan perlawanan. Saat itu, Indonesia berada dalam ketegangan politik yang tinggi. Sistem politik waktu itu dipandang otoriter dan kurang mengakomodasi aspirasi rakyat.
Di tengah situasi ini, muncul berbagai gerakan perlawanan dari kelompok-kelompok yang menginginkan perubahan, salah satunya adalah Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI). Dilansir dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia, GPI didirikan pada tahun 1961 oleh para aktivis yang sebagian besar berasal dari Partai Sosialis Indonesia (PSI). Gerakan ini dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo.
Latar Belakang dan Struktur GPI
Sumitro Djojohadikusumo memiliki sejarah panjang dalam pergerakan politik dan ekonomi di Indonesia. Pasca-kegagalan PRRI, Sumitro yang disebut terlibat dalam gerakan tersebut akhirnya membentuk GPI. Bersama sejumlah aktivis PSI, ia membangun organisasi ini. GPI memiliki jaringan luas yang bekerja secara rahasia dan berpindah-pindah, sehingga dikenal dengan nama Mobile Headquarter (MHQ).
Gerakan ini memiliki struktur yang kompleks, terdiri dari beberapa biro yang masing-masing bertugas mengelola jaringan di berbagai wilayah, baik di dalam maupun luar negeri. MHQ yang menjadi pusat koordinasi GPI sempat berpindah markas ke beberapa kota besar, seperti Singapura, Kuala Lumpur, Hong Kong, hingga Zurich. Untuk melaksanakan operasinya, GPI juga membentuk unit-unit kecil yang disebut Case Officer (CO), termasuk CO 5 yang bertugas menyusup ke kalangan cendekiawan dan mahasiswa, tempat di mana aktivis mahasiswa Soe Hok Gie berperan.
Keterlibatan Soe Hok Gie dalam GPI dan Kedekatan dengan Prabowo
Soe Hok Gie, seorang mahasiswa Universitas Indonesia, bergabung dengan unit CO 5 dalam GPI. Di unit ini, ia aktif melakukan infiltrasi di kalangan intelektual dan mahasiswa. Keterlibatannya dalam GPI tidak hanya menunjukkan semangatnya untuk perubahan politik, tetapi juga memperkenalkannya pada keluarga Sumitro. Kedekatan inilah yang membuatnya bersahabat dengan Prabowo Subianto, yang saat itu masih sangat muda dan baru saja kembali dari Swiss.
Persahabatan antara Gie dan Prabowo memiliki dinamika unik. Meski terpaut usia sembilan tahun, keduanya sering berdiskusi mengenai idealisme, politik, dan masa depan Indonesia. Bagi Gie, Prabowo adalah sosok yang cerdas namun masih naif. Di sisi lain, Prabowo yang banyak terinspirasi oleh semangat perjuangan Gie mencoba memahami lebih dalam tentang situasi politik Indonesia, meskipun pada beberapa hal keduanya memiliki pandangan yang berbeda. Misalnya, Prabowo pernah mengajak Gie untuk bergabung dalam proyek pembangunan sukarelawan, semacam Peace Corps versi Indonesia, tetapi Gie meragukan kesiapan dan implementasi dari proyek tersebut.
Kritik Soe Hok Gie terhadap GPI dan Sumitro
Seiring berjalannya waktu, Soe Hok Gie mulai meragukan GPI dan kepemimpinan Sumitro Djojohadikusumo. Kritiknya terutama terkait dengan perubahan haluan Sumitro yang mulai mendekati pemerintah Orde Baru. Gie menilai para pendukung PSI, termasuk Sumitro, terlalu banyak mengumbar wacana tanpa tindakan nyata, yang ia sebut sebagai "kaum sosialis salon". Hal ini menyebabkan Gie mengambil jarak dan mengurangi keterlibatannya dalam GPI.
Dalam catatan hariannya, Gie mengungkapkan rasa kecewanya terhadap Prabowo dan Sumitro yang dinilai kurang peka terhadap realitas sosial yang dihadapi rakyat Indonesia. Menurut Gie, idealisme tanpa pemahaman lapangan hanya akan menjadi angan-angan yang rapuh. Pada akhirnya, ia menganggap bahwa gerakan seperti GPI harus benar-benar memahami penderitaan rakyat agar tidak terjebak dalam sekadar retorika.
Warisan GPI dan Relevansinya dalam Sejarah Indonesia
Gerakan Pembaharuan Indonesia yang dipimpin Sumitro Djojohadikusumo merupakan salah satu episode penting dalam sejarah perjuangan politik di Indonesia. Walaupun GPI pada akhirnya tidak berhasil mencapai tujuannya, gerakan ini menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang otoriter. Keterlibatan tokoh-tokoh seperti Soe Hok Gie dalam GPI menunjukkan bahwa semangat pembaruan selalu ada di kalangan anak muda yang ingin melihat perubahan nyata di negeri ini.
MYESHA FATINA RACHMAN | KEMENDIKBUD.GO.ID
Pilihan Editor: Prabowo Disebut Biayai Retret Kabinet Merah Putih Pakai Uang Pribadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini