Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah memperbaiki tata kelola dan memastikan sistem pelindungan yang baik sebelum kembali mengirim pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Pemerintah berencana mencabut moratorium pengiriman PMI ke negara tersebut pada Maret ini.
Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto mengatakan, pencabutan moratorium harus didukung dengan perbaikan tata kelola yang memastikan hak-hak PMI terpenuhi dan pelindungan lebih optimal. Komisi yang membidangi kesehatan, ketenagakerjaan dan jaminan sosial itu khawatir program perbaikan tata kelola dan pelatihan PMI yang disediakan pemerintah masih terbatas.
“Dikhawatirkan ini asal buka moratorium. Sementara, belum ada perbaikan tata kelola. Pemerintah harus menunjukkan keseriusannya dengan menghadirkan solusi konkret, bukan sekadar membuka kembali pengiriman tanpa kesiapan,” ujar Edy lewat keterangan tertulis pada Ahad, 16 Maret 2025.
Irma Suryani, anggota Komisi IX DPR lainnya, mendorong pemerintah Indonesia melakukan pembicaraan bilateral tentang pelindungan yang memadai bagi PMI di negara penempatan. Selain itu, Irma meminta Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) tidak memberangkatkan PMI yang tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan di negara penempatan.
Menurut dia, buruknya tata kelola hingga rendahnya pelindungan dari negara penempatan menjadi alasan diterapkannya moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Karena itu, dia menegaskan, Kementrian Pelindungan PMI (P2MI) harus memiliki peta jalan dalam melaksanakan tugasnya agar kejadian yang lalu tidak terulang.
Adapun Menteri P2MI Abdul Kadir Karding berencana menghapus moratorium atau penghentian pengiriman PMI ke Arab Saudi pada Maret ini. Moratorium PMI ke Arab Saudi sudah berlaku sejak 2015.
Pada 2015 silam, kata Irma, Komisi IX DPR merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. “Mengingat waktu itu terlalu banyak masalah dan pelindungannya tidak baik untuk PMI,” ujar dia.
Namun dengan ditetapkannya moratorium, pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi justru dilakukan secara ilegal. Laporan Tempo berjudul “Sindikat Buruh Migran Ilegal Tak Kenal Moratorium” pada 3 Juni 2023 mengulas bagaimana sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menjanjikan pekerjaan di Arab Saudi kepada para calon buruh migran sebagai modus perdagangan orang. Sindikat memanfaatkan celah pengawasan di masa moratorium.
Ihwal pencabutan moratorium, Menteri P2MI berharap nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi dilakukan paling lambat Maret 2025, sehingga pemberangkatan dapat dilakukan mulai Juni.
Abdul mengatakan, Presiden Prabowo Subianto sudah menyetujui rencana pencabutan moratorium. Kementeriannya saat ini sedang menyiapkan skema pelatihan dan penempatan PMI di Arab Saudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tingkat bilateral, Abdul mengatakan sudah berkomunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi mengenai rencana ini. Arab Saudi, kata dia, bersedia menjamin masing-masing akan mendapatkan upah 1.500 riyal atau 6,5 juta per bulan. “PMI juga akan diberikan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi ketenagakerjaan,” kata Abdul seusai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini