Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mahasiswa mengaku menjadi korban pemukulan oleh aparat keamanan ketika mengikuti demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI di depan komplek Kantor Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, di Semarang, Kamis, 20 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya mahasiswa berinisial L itu mengaku mengingatkan polisi untuk tidak memukuli peserta aksi. Peringatan itu malah membuatnya dipukul aparat berseragam itu. "Dipukul di kepala dan kakinya," kata dosen Soegijapranata Catholic University, Hotmauli Sidabalok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
L dipukul hingga membuatnya tersungkur. Ia lantas ditangkap dan dibawa ke Markas Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. L dibebaskan pukul 21.00 WIB setelah ada pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang dan dosen Soegijapranata Catholic University.
L kemudian dibawa ke Rumah Sakit Kariadi untuk pemeriksaan lukanya. "Dibawa ke Kariadi untuk divisum," kata Hotmauli.
Ketika menjalani pemeriksaan, polisi sempat meminta L menandatangani surat pernyataan tak akan mengulangi aksi kekerasan. Namun permintaan itu ditolak. "Dia tidak melakukan kekerasan. Malah dia yang menerima kekerasan," kata Hotmauli.
Selain L, ada tiga orang lain yang juga ditangkap polisi, yaitu satu mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung; sopir mobil komando, dan operator sound system. Ketiganya dilepaskan pukul 21.15 WIB.
Pilihan Editor: Kemunduran Demokrasi Indonesia Melalui Revisi UU TNI