Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Profil Gus Mus yang Didatangi Tokoh Aliansi MPR yang Curhat Ancaman Pemilu 2024 Tidak Jurdil

Pada Ahad siang, 12 November 2023 lalu, sejumlah tokoh dalam Majelis Permusyawaratan Rembang mengunjungi rumah KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus.

14 November 2023 | 19.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Achmad Mustofa Bisri atau Gus Mus merupakan seorang cendekiawan muslim yang dikenal karena pemikiran dan karya-karyanya di bidang sastra serta kebudayaan. Gus Mus masuk dalam 50 tokoh Islam berpengaruh di dunia di bidang keilmuan. Wikipedia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Ahad siang, 12 November 2023 lalu, sejumlah tokoh bangsa yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang mengunjungi rumah KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di Kelurahan Leteh, Rembang, Jawa Tengah pada Ahad siang, 12 November 2023.

Para tokoh dengan berbagai latar belakang itu menyampaikan kekhawatiran ihwal ancaman Pemilu 2024 yang berpotensi berlangsung tidak sesuai asas jujur dan adil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau mengutip puisi Gus Mus kan, ‘Kita tengah menghadapi satu materi dengan rasa yang berbeda’. Termasuk materi republik dengan rasa kerajaan,” kata Koordinator Pertemuan Alif Iman Nurlambang dalam konferensi pers yang ditayangkan secara virtual pada Ahad.

Profil KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus

Nama Ahmad Mustofa Bisri tidak asing di kalangan pesantren dan dunia sastra Indonesia. Tokoh yang lebih popular dengan panggilan Gus Mus ini adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah. Sosoknya juga aktif di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU sebagai Rais Syuriah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gus Mus lahir di Rembang sekitar setahun sebelum Indonesia merdeka, yakni pada 10 Agustus 1944. Dia dikenal juga sebagai penyair. Karyanya sudah tersebar ke mana-mana. Di antaranya: Tadarus, Antalogi Puisi (1993), Mutiara-mutiara Benjol (1994), serta kumpulan puisi Pahlawan dan Tikus (1996).

Dikutip dari Jurnal Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Mustofa Bisri merupakan sosok kiai yang nyentrik dan unik. Sebagai seorang ulama, ia selalu berusaha memberikan solusi terhadap berbagai problem keberagamaan. Terutama kaitannya dengan hukum-hukum Islam yang dipahami dan ditangkap oleh masyarakat.

Badiatul Roziqin dkk dalam 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (2009) mengungkapkan, santri-santri Gus Mus tersebar luas di mana-mana, dari kelas pedesaan, petani miskin, kaum nelayan hingga selebritas dan seniman. Sedemikian luas pergaulan Gus Mus, sehingga ia pandai menyesuaikan diri dalam lingkungannya.

“Karena Gus Mus akrab dengan berbagai kalangan dan berbagai macam lapisan masyarakat, maka komunikasi yang digunakannya disesuaikan dengan tingkat pemahamannya,” tulis Badiatul.

Meskipun Gus Mus seorang kiai besar, ia menempatkan semua kenalannya yang beraneka ragam sebagai teman yang senantiasa dihormati. Pengajaran agama yang disampaikan kepada umat setiap kali ceramah juga sederhana, berisi, dan tidak muter-muter. Sehingga, dapat dipahami dengan mudah oleh orang awam yang datang dari kampung sekalipun.

Dikutip dari Gusmus.net, laman resmi Gus Mus, alumnus dan penerima beasiswa dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir pada 1964-1970 untuk studi Islam dan bahasa arab ini dibesarkan dalam keluarga yang patriotik, intelek, progresif sekaligus penuh kasih sayang. Kakeknya, H. Zaenal Mustofa, adalah seorang saudagar ternama yang dikenal sangat menyayangi ulama.

Gus Mus juga seorang budayawan yang aktif menulis kolom, esai, cerpen, dan puisi di berbagai media massa. Seperti: Tempo;, Forum, Umat, Amanah, Ulumul Qur’an, Panji Masyarakat, Horison, Kompas, Jawa Pos, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Detak, Wawasan, Bali Pos, Dumas, Bernas, Pelita, Pesantren, Warta Nu, hingga Aula.

Kepedulian Gus Mus yang tercurah media massa melahirkan konsep “MataAir”. Konsep ini mewadahi mimpinya tentang media alternatif yang berupaya memberikan informasi yang lebih jernih. Pada awalnya merupakan respons atas keprihatinannya terhadap kebebasan pers yang sangat tidak terkendali saat Orde Baru.

Meski belum sepenuhnya hadir seperti yang diharapkan Gus Mus, konsep MataAir ini akhirnya terwujud dengan diluncurkannya situs Mata mAir, gubuk maya Gus Mus di www.gusmus.net pada 2005. Kemudian disusul penerbitan perdana majalah MataAir jakarta dan MataAir Yogyakarta pada 2005.

Sejak muda Gus Mus adalah pribadi yang terlatih dalam disiplin berorganisasi. Sewaktu kuliah di Al Azhar, Kairo, bersama KH Syukri Zarkasi (kini Pengasuh Ponpes Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur), Gus Mus menjadi pengurus Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia atau HIPPI Divisi Olah Raga. Di HIPPI pula Gus Mus pernah mengelola majalah organisasi berdua saja dengan KH. Abdurrahaman Wahid alias Gus Dur.

Peran Gus Mus di NU

Tidak berbeda dengan para kiai lain yang memberikan waktu dan perhatiannya untuk Nahdlatul Ulama, sepulang dari Kairo, Gus Mus berkiprah di PCNU Rembang pada awal 1970-an, Wakil Katib Syuriah PWNU Jawa Tengah pada 1977, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, hingga Rais Syuriyah PBNU pada 1994 sampai 1999.

Tetapi mulai 2004, Gus Mus menolak duduk dalam jajaran kepengurusan struktural NU. Pada pemilihan Ketua Umum PBNU 2004-2009, Gus Mus menolak dicalonkan sebagai salah seorang kandidat. Pada periode kepengurusan NU 2010 – 2015, hasil Muktamar NU ke 32 di Makassar Gus Mus diminta untuk menjadi Wakil Rois Aam Syuriyah PBNU mendampingi KH. M.A. Sahal Mahfudz.

Pada Januari tahun 2014, KH Sahal meninggal. Maka sesuai AD ART NU, Gus Mus mengemban amanat sebagai Pejabat Rois Aam hingga muktamar ke-33 yang berlangsung di Jombang Jawa Timur. Pada muktamar NU di Jombang, Muktamirim melalui tim Ahlul Halli wa Aqdi, menetapkan Gus Mus memegang amanat jabatan Rois Aam PBNU. Namun Gus Mus menolak dan akhirnya Mukatamirin menetapkan Ma‘ruf Amin menjadi Rois Aam PBNU periode 2015-2020.

Dikutip dari nu.or.id, Gus Mus juga menghadiri seminar di berbagai negara seperti Universitas Hamburg Jerman, Universitas Malaya (Malaysia), Belanda, Prancis, Jepang, Spanyol, Kuwait, dan Arab Saudi. Fakultas Sastra Universitas Hamburg, mengundang Gus Mus untuk sebuah seminar dan pembacaan puisi (2000). Universitas Malaya (Malaysia) mengundangnya untuk seminar Seni dan Islam.

Sebagai cerpenis, KH Mustofa Bisri menerima penghargaan “Anugerah Sastra Asia” dari Majelis Sastra Malaysia pada 2005. Gus Mus juga pernah menerima anugerah Konservasi Upakarti Parama Bhijangga dari Universitas Negeri Semarang (Unnes). Anugerah itu diberikan karena Gus Mus dinilai menunjukkan dedikasi besar dalam pengembangan budaya, khususnya bidang sastra dan seni rupa.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | RINDI ARISKA | DANIEL A. FAJRI | SUSENO
Pilihan editor: Mahfud MD Ungkap Pertemuannya dengan Gus Mus

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus