Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UTUSAN Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana telah meminta maaf karena mengolok-olok seorang penjual es teh, Sunhaji, saat berceramah di salah satu pondok pesantren di Magelang, Jawa Tengah. Gus Miftah meminta maaf lewat video berdurasi satu menit, dan telah bertemu langsung dengan Sunhaji.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Miftah Maulana Habiburrahman, menanggapi yang viral hari ini. Yang pertama, dengan kerendahan hati saya minta maaf atas kekhilafan saya,” kata Miftah pada Rabu, 4 Desember 2024.
“Saya juga minta maaf kepada masyarakat atas kegaduhan ini, yang merasa terganggu atas candaan saya, yang dinilai oleh masyarakat berlebihan. Untuk itu, saya juga minta maaf,” ujarnya.
Miftah mengatakan dia telah mendapat teguran dari Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya. Dia diminta lebih berhati-hati dalam berbicara kepada publik.
Soal teguran Presiden Prabowo kepada Gus Miftah itu juga diungkapkan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi.
“Presiden sudah memberikan teguran kepada yang bersangkutan melalui Sekretaris Kabinet untuk segera meminta maaf kepada Bapak Sunhaji yang mungkin saja dan sangat mungkin terluka perasaannya karena kejadian kemarin,” kata Hasan di Jakarta pada Rabu.
Adapun video Miftah yang dianggap mengolok-olok pedagang asongan yang menjual es teh saat ia menggelar pengajian di Kabupaten Magelang, Rabu, 20 November 2024, viral di media sosial.
“Es tehmu seh akeh ra? (Es teh mu masih banyak gak?) Masih? Yo kono didol goblok (Ya sana dijual bodoh). Dolen disek, nko lak durung payu, wes, takdir (Jual dulu, kalau belum laku, sudah, takdir),” kata Miftah dalam momen itu.
Menag Berharap Kasus Miftah Bisa Jadi Pembelajaran Kontrol Diri
Menanggapi hal itu, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar berharap kasus yang menimpa Gus Miftah bisa menjadi pembelajaran untuk mengontrol diri di hadapan publik.
“Apa pun ini juga pembelajaran buat Gus Miftah bahwa ketika menjadi pejabat, figur publik seperti ini, harus ada controlling,” ujar Nasaruddin di Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Dia mengatakan, saat menjadi seorang pejabat atau figur publik, maka identitas yang melekat dalam dirinya sudah milik masyarakat serta pemerintah. Maka mesti ada kontrol diri agar tindakan atau perbuatan tidak menimbulkan salah persepsi.
Meski demikian, Nasaruddin menuturkan Gus Miftah dalam hidupnya memiliki banyak profesi yang beragam, mulai dari penceramah, Utusan Khusus Presiden, pelawak, hingga pimpinan pondok pesantren. Sehingga, kata dia, publik juga harus melihat Gus Miftah dalam kapasitas kegiatan yang tidak resmi.
“Jadi jangan sampai nanti Gus Miftah itu kita potret dengan gaya potret formal, tapi dia sedang dalam keadaan informal. Jadi seniman itu kan paling susah diukur. Nah, jangan lupa bahwa Gus Miftah itu adalah seorang seniman,” kata Nasaruddin.
MUI Tekankan Pentingnya Jaga Lisan dalam Komunikasi Publik
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis menekankan pentingnya menjaga perkataan atau lisan dalam komunikasi publik, terutama bagi para penceramah atau pejabat publik.
“Penting untuk kita semua menjaga lisan, apalagi sebagai pejabat publik tentunya lebih menjadi perhatian masyarakat,” ujar Cholil saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Cholil mengatakan hal itu menanggapi ucapan Gus Miftah kepada penjual es keliling yang viral di media sosial. Ucapan itu dinilai menyinggung sensitivitas publik dan mendapat berbagai reaksi dari masyarakat. Miftah sudah meminta maaf kepada sang penjual es atas ucapannya itu.
Menurut Cholil, permintaan maaf tersebut merupakan langkah yang baik, tetapi peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga bagi Miftah dan masyarakat umum, terutama bagi pejabat publik.
“Dia sudah minta maaf, baiknya jadi pelajaran bagi dia dan kita semua untuk menjaga lisan,” ujarnya.
Cholil menekankan pentingnya kesadaran dalam memilih kata-kata saat menyampaikan materi, baik dalam situasi formal maupun santai. “Materi yang disampaikan harus sesuai kondisi masyarakat yang hadir, menyelesaikan masalah bukan menambah masalah,” tuturnya.
Dia berharap kejadian ini dapat mendorong semua pihak, khususnya para pejabat publik dan tokoh masyarakat, untuk lebih bijak dalam berkomunikasi agar tidak menimbulkan perasaan tersinggung di kalangan umat.
Dengan adanya kejadian ini, MUI juga mengajak seluruh masyarakat selalu menjaga lisan dan keharmonisan dalam berinteraksi, baik di dunia maya maupun dunia nyata, guna menciptakan kedamaian dan kerukunan di tengah keragaman Indonesia.
“Kalau bercanda pun perlu menjaga sensitivitas publik, karena sopan atau tidaknya kata-kata itu dirasakan oleh umat,” kata dia.
Pribadi Wicaksono, Novali Panji Nugroho, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini