Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Sidang Tahunan MPR, Bamsoet Laporkan Rencana Hadirkan PPHN Lewat Konvensi Ketatanegaraan

Bambang Soesatyo secara resmi melaporkan rencana menghadirkan PPHN lewat konvensi ketatanegaraan di hadapan Sidang Tahunan MPR.

16 Agustus 2022 | 10.57 WIB

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Perbesar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo secara resmi melaporkan rencana menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN lewat konvensi ketatanegaraan di hadapan Sidang Tahunan MPR yang dihadiri Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Selasa, 16 Agustus 2022.

"Gagasan menghadirkan PPHN akan diupayakan melalui konvensi ketatanegaraan," ujar Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa, 16 Agustus 2022.

Bamsoet menyebut, PPHN penting untuk menghadirkan jalan pembangunan yang lebih menjamin ketahanan nasional, dengan kesanggupan untuk merealisasikan visi dan misi NKRI, serta jalan pembangunan yang lebih menjamin kesinambungan pembangunan, tanpa bergantung pada momen elektoral lima tahunan.

"Termasuk di dalamnya pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang tidak boleh terhenti karena adanya penggantian kepemimpinan nasional. Pembangunan IKN merupakan proyek jangka panjang. Guna mewujudkan IKN menjadi kota dunia yang berkelanjutan dengan konsep smart, green, blue city, serta hub bagi perekonomian nasional dan regional, dibutuhkan haluan negara serta konsistensi lintas pemerintahan," ujar Bamsoet.

Pembentukan haluan negara yang dipatuhi oleh pemerintahan periode-periode berikutnya dinilai menjadi aspek krusial untuk mengarahkan pembangunan, khususnya untuk mencapai visi Indonesia sebagai negara maju pada 2045.

"Hadirnya PPHN tidak akan mengurangi sistem presidensial yang telah kita sepakati bersama. Tidak akan menimbulkan kewajiban bagi Presiden untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN kepada MPR. Adanya PPHN justru akan menjadi payung ideologis dan konstitusional bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025 – 2045," ujar Bamsoet.

Jika Pokok-Pokok Haluan Negara disepakati oleh seluruh komponen bangsa, lanjut Bamsoet, maka calon presiden dan calon wakil presiden, serta kepala daerah tidak perlu menetapkan visi dan misinya masing-masing, melainkan seluruhnya memiliki visi dan misi yang sama, yaitu visi dan misi sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Badan Pengkajian MPR dengan mendasarkan pada aspirasi masyarakat dan daerah, telah menyelesaikan kajian substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara, dan telah disampaikan kepada Pimpinan MPR pada tanggal 7 Juli 2022, serta telah dilaporkan dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, pada tangga 25 Juli 2022 yang lalu.

Badan Pengkajian MPR merekomendasikan menghadirkan PPHN tanpa melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PPHN, kata Bamsoet, perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan yang hierarkinya berada di bawah Undang-Undang Dasar, tetapi harus di atas Undang-Undang. Alasannya, Pokok-Pokok Haluan Negara tidak boleh lebih filosofis daripada Undang-Undang Dasar, sekaligus tidak boleh bersifat teknis atau teknokratis seperti Undang-Undang.

"Dengan demikian, memang idealnya, PPHN perlu diatur melalui Ketetapan MPR, dengan melakukan perubahan terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, untuk saat ini, seperti kita pahami bersama, gagasan tersebut sangat sulit untuk direalisasikan. Oleh sebab itu, mengingat urgensinya berkaitan dengan momentum lima tahunan, gagasan menghadirkan PPHN yang diatur melalui Ketetapan MPR, cara menghadirkannya akan diupayakan melalui konvensi ketatanegaraan," ujar Bamsoet.

Dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, secara aklamasi telah menerima hasil kajian substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara. Untuk menindaklanjuti kajian substansi dan bentuk hukum PPHN tersebut, pada awal September yang akan datang, MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna, dengan agenda tunggal pembentukan Panitia Ad Hoc MPR dengan terlebih dulu memberikan kesempatan kepada Fraksi dan Kelompok DPD untuk menyampaikan pandangan umumnya.

"Dengan kesepakatan Rapat Gabungan tersebut, kami memiliki harapan untuk menuntaskan Rekomendasi MPR tentang PPHN, yang telah melewati dua periode keanggotaan MPR. Dan, yang paling utama, dengan adanya PPHN, maka Indonesia akan memiliki peta jalan pembangunan, yang memberi arah pencapaian tujuan negara, dengan mempertemukan nilai-nilai Pancasila dengan aturan dasar yang diatur konstitusi," ujar Bamsoet.

Adapun sampai saat ini, fraksi-fraksi masih belum satu kata dengan payung hukum PPHN. Fraksi Golkar MPR, partai Bambang sendiri, salah satu yang menolak usul PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan.

"Fraksi Partai Golkar MPR RI dengan tegas menolak," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Idris Laena lewat keterangan tertulis, Selasa, 26 Juli 2022.

Musababnya, lanjut Idris, konvensi tidak punya kekuatan hukum yang mengikat, baik terhadap lembaga negara yang lainnya, apalagi untuk mengikat seluruh Warga Negara Indonesia.

"Kalau konvensi yang dijadikan contoh adalah Pidato Presiden di Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus, yang setiap tahun dilaksanakan tanpa diatur konstitusi, tentu saja berbeda, karena pidato tahunan bukan produk hukum," ujar dia.

Lagipula, ujar Idris, payung hukum penyelengaraan Pidato Kenegaran Presiden 16 Agustus, juga hanya diatur dalam Pasal 100 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.

"Menjadikan Pasal 100 tata tertib MPR sebagai landasan produk hukum PPHN sudah pasti akan menjadi perdebatan panjang di kalangan masyarakat, karena tata tertib masing-masing lembaga hanya mengikat ke dalam Dan bukan bagian dari hirarki perundang-undangan Indonesia. Fraksi Partai Golkar pasti akan menolak wacana menghadirkan PPHN dengan landasan hukum yang mengada-ada dan terkesan dipaksakan," ujar dia.

Fraksi Golkar mengusulkan payung hukum PPHN berlandaskan undang-undang. "Lebih baik UU, karena lebih mengikat sebagai produk hukum dan sekaligus dapat menggantikan UU RPJPM yang akan segera berakhir," tutur Idris.

Baca juga: Bamsoet Akui PPHN Buat Jamin Keberlangsungan IKN

DEWI NURITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus