Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan setiap penempatan dan penarikan prajurit aktif TNI dari kementerian dan lembaga sesuai dengan surat perintah dan persetujuan pimpinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hariyanto mengatakan landasan mutasi tersebut adalah kerja sama yang diikat dengan perjanjian bersama dan sudah di sepakati sebelumnya. Jadi, kata Hariyanto, belum pernah ada pelanggaran dalam hal ini. "TNI patuh dan disiplin,” kata Hariyanto kepada Tempo, Selasa, 11 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Cerita Korban Banjir Bekasi dan Jakarta Bertaruh Nyawa
Sesuai dengan pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Hariyanto menegaskan bahwa prajurit aktif yang menduduki jabatan sipil di luar kementerian atau lembaga yang diperbolehkan undang-undang wajib pensiun dini atau mundur.
Hariyanto mengatakan perintah ini sesuai dengan Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal itu menyebutkan hanya 10 jabatan sipil yang bisa dijabat prajurit aktif tanpa mundur, yakni kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
“Prajurit dapat mengajukan pengunduran diri untuk beralih ke jabatan sipil di luar struktur TNI,” kata Hariyanto saat dikonfirmasi Tempo, Senin, 10 Maret 2025.
Hariyanto menegaskan proses pengunduran diri tersebut harus melalui persetujuan berjenjang, mulai dari atasan langsung hingga pimpinan tertinggi di lingkungan TNI. Setelah disetujui pengunduran dirinya, prajurit tersebut berstatus sipil penuh dan tidak lagi terikat dengan aturan serta kewajiban sebagai anggota TNI.
Prajurit aktif TNI yang mengisi jabatan sipil memang jadi salah satu pasal yang dibahas dan jadi sorotan di revisi UU TNI. RUU TNI menimbulkan kekhawatiran adanya dwifungsi TNI.
Selain itu, kenaikan pangkat Teddy Indra Wijaya dari mayor ke letnan kolonel dianggap melanggar aturan. Teddy, yang menjabat Sekretaris Kabinet, naik pangkat ke letkol tanpa melalui pendidikan Sekolah Staf dan Komando atau Sesko Angkatan Darat TNI (Seskoad).
Hingga saat ini Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya belum merespons upaya konfirmasi Tempo lewat nomor WhatsApp-nya.
Pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis mengatakan sejak awal melihat ada kejanggalan dalam penempatan Teddy sebagai Seskab.
“Karena Teddy adalah prajurit aktif, sedangkan Seskab adalah jabatan sipil jelas ini melanggar Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI,” kata Beni kepada Tempo, kemarin.
Selain itu, Beni mengatakan kenaikan pangkat Teddy dari mayor menjadi letnan kolonel menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Sebab, saat ini kedudukan Teddy sebagai pejabat di birokrasi sipil.
“Artinya tidak ada urgensi untuk memberikan kenaikan pangkat. Justru dia harus mengundurkan diri (pensiun dini),” tutur Beni. “Kecuali dia menjabat di struktur organisasi TNI yang sesuai dengan tingkat kepangkatannya.”
Beni menduga pemberian pangkat kepada Teddy dengan skema kenaikan pangkat reguler percepatan (KPRP) untuk memberikan kepantasan bagi Teddy karena jabatannya sebagai Seskab. Namun, Beni melihat rekam jejaknya hanya sebagai ajudan dalam empat tahun terakhir.
“Jadi enggak ada yang istimewa dalam prestasinya. Sehingga kenaikan pangkat kemungkinan sebagai bentuk penghargaan dari Presiden dan institusi TNI kepada dia,” ujar Beni.
Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini