Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden Prabowo Subianto melantik 961 kepala daerah dan menegaskan para kepala daerah mengikuti retret di Akademi Militer Magelang.
Pakaian loreng komando cadangan disiapkan bagi kepala daerah selama retret.
Para pengamat mengkritik retret bergaya militer sebagai upaya penguasa mengembalikan sentralisasi kekuasaan.
SEBANYAK 961 kepala daerah dan wakilnya baris-berbaris dari Monumen Nasional menyeberangi Jalan Medan Merdeka Utara menuju Istana Negara pada Kamis, 20 Februari 2025. Presiden Prabowo Subianto melantik 33 gubernur dan 33 wakilnya, 363 bupati dan 362 wakil bupati, serta 85 wali kota dan 85 wakil wali kota di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada pukul 10.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelantikan itu dilakukan di halaman Istana Negara dekat Wisma Negara. Di halaman tersebut terpasang tenda putih dengan sentuhan tirai biru langit. Presiden Prabowo Subianto mengatakan kepada kepala daerah dan wakilnya bahwa mereka akan digembleng dalam retret yang akan digelar di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, pada 21-28 Februari 2025. “Yang ragu-ragu boleh mundur,” ujar Prabowo dalam pidatonya di hadapan kepala daerah.
Para kepala daerah yang dilantik merupakan hasil pemilihan kepala daerah serentak pada 27 November 2024. Dalam gladi kotor dua hari sebelumnya, ratusan kepala daerah digembleng baris-berbaris di Taman Pandang Istana di Silang Monas. Ini merupakan pertama kalinya pelantikan kepala daerah dilakukan secara serentak di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara pelantikan kepala daerah terpilih di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 20 Februari 2025. TEMPO/Imam Sukamto
Kepala daerah juga pertama kalinya menjalani proses pelantikan bergaya militeristik. Setelah pelantikan, mereka akan mengikuti retret yang berlangsung selama delapan hari di Akmil Magelang. Para kepala daerah akan mengenakan seragam komando cadangan (komcad) saat mengikuti retret di Akademi Militer Magelang. “Ada baju komcad,” kata Khofifah Indar Parawansa setelah dilantik sebagai Gubernur Jawa Timur, Kamis, 20 Februari 2025. Dia berpasangan dengan wakilnya, Emil Elestianto Dardak.
Khofifah mengatakan tidak masalah bila retret digelar dengan suasana militer. Dia menegaskan siap melaksanakan pembekalan tersebut. “Biasa saja (suasana militer). Kami siap,” ujarnya.
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution juga mengatakan siap mengikuti pembekalan di Magelang. Menantu Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo itu mengatakan tidak langsung pulang ke Sumatera Utara. Bobby akan langsung bersiap menuju Magelang. “Siap digembleng. Sudah siapkan baju,” ujar Bobby.
Seragam loreng komcad juga pernah dipakai para anggota kabinet Indonesia Maju saat mengikuti retret di Akmil Magelang pada Oktober 2024. Baju tersebut dipakai saat mereka melakukan latihan baris-berbaris.
Retret bagi kepala daerah disebut bertujuan untuk memberikan pembekalan dan penggemblengan kepada 961 kepala daerah yang baru dilantik. Selama retret, para kepala daerah akan berbagi tenda dengan rekan-rekan mereka untuk membangun kebersamaan dan saling mengenal.
Selain seragam loreng komcad, para kepala daerah akan mengenakan seragam lain, seperti pakaian dinas harian putih, seragam Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP, dan pakaian olahraga. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan seragam Satpol PP dipilih karena semua kepala daerah sudah memilikinya.
Bima Arya menuturkan seragam Satpol PP akan dipakai pada salah satu hari acara pembekalan. “Semua punya (baju Satpol PP) karena ada tugas lapangan. Kepala daerah diminta untuk membawa itu,” ujar Bima Arya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin, 17 Februari 2025, seperti dikutip Antara.
Bima menjelaskan, ada tiga materi inti retret bagi kepala daerah. Materi itu akan berfokus pada penyatuan pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah. Materi yang disiapkan, di antaranya, sinkronisasi visi-misi kepala daerah dengan program pemerintah pusat, pemahaman tugas dan kewenangan, serta kepemimpinan. Lagi-lagi, kepala daerah akan mendapat pelatihan baris-berbaris di Akmil Magelang.
Saat dihubungi lebih lanjut, Bima Arya belum merespons upaya permintaan konfirmasi Tempo ihwal efektivitas pelatihan ala militer dalam retret nanti. Bima Arya, dalam keterangan sebelumnya, mengatakan kegiatan pembekalan selama retret di antaranya apel, upacara, dan team building atau membangun tim sehingga tidak semua aktivitas berlangsung di dalam ruangan.
Meski begitu, kata Bima Arya, Kemendagri telah menyiapkan sejumlah ruang untuk dijadikan kelas dalam acara pembekalan kepala daerah. “Ada ruang kelas besar yang kapasitasnya 500 orang. Ada juga ruang-ruang kelas kecil berkapasitas 50-100 orang untuk dialog interaktif antara peserta dan pemateri,” ujar mantan Wali Kota Bogor itu.
Presiden Prabowo Subianto melantik kepala daerah terpilih di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 20 Februari 2025. TEMPO/Imam Sukamto
Sentralisasi Kekuasaan
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengkritik retret kepala daerah yang bercorak militeristik. Ray menilai retret tersebut sebagai upaya penguasa mengembalikan sentralisasi kekuasaan agar para kepala daerah mengikuti semua keinginan pemerintah pusat. “Retret itu sentralistik. Keinginannya agar kepala daerah memahami pemerintah pusat, bukan pemerintah pusat memahami persoalan-persoalan yang ada di daerah,” ujar Ray ketika ditemui di Rawamangun, Jakarta Timur, pada Rabu, 19 Februari 2025.
Ray menduga niatan tersebut tidak terlepas dari latar belakang Presiden Prabowo sebagai prajurit militer. Prabowo, kata Ray, terlihat ingin memegang komando penuh atas pemerintahan, termasuk memastikan program pemerintah pusat bisa berjalan di daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman mengatakan hal yang sama. Dia menepis narasi pemerintah bahwa retret diperlukan demi menjaga sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Padahal, kata Herman, masalahnya bukan pada ketidakpahaman pemerintah daerah atau kepala daerah yang berhubungan dengan program di pusat, melainkan sejumlah kebijakan di level pemerintah pusat yang tidak sinkron. "Misalnya, antara undang-undang yang satu dan undang-undang lain,” kata Herman saat dihubungi Tempo, Kamis, 20 Februari 2025.
Selain itu, Herman melanjutkan, ada masalah yang disebut sebagai ego sektoral antara kementerian dan lembaga. Menurut dia, masalah tersebut juga membuat pembinaan dan pengawasan ke daerah terhambat. “Itu persoalan yang krusial, yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu 7-8 hari retret,” ujarnya.
Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman. Kppod.org
Herman menengarai Presiden Prabowo sengaja menerapkan gaya militeristik kepada para kepala daerah untuk mengembalikan sentralisasi kekuasaan. Bahkan, kata Herman, upaya mengembalikan sentralisasi sudah dipraktikkan lewat Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
“Tiba-tiba sebuah instruksi presiden mengalahkan Undang-Undang APBN, memotong transfer ke daerah tanpa pertimbangan pemerintah daerah,” ucap Herman. “Itu kan bentuk perampokan apa yang sudah menjadi hak daerah.”
Dihubungi secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, mengatakan Presiden Prabowo memang telah melontarkan argumen berulang bahwa hubungan pusat dan daerah harus memiliki keselarasan serta harmoni. Dengan begitu, kata Aditya, program yang diinginkan presiden harus dijalankan kepala daerah. “Tapi itu tidaklah mudah dilakukan karena para kepala daerah tidak selalu berasal dari partai yang mengusung presiden,” ujar Aditya, Kamis, 20 Februari 2025.
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting tersebut mengatakan koalisi di daerah berbeda dengan koalisi nasional meskipun Prabowo bersiap menggagas koalisi permanen untuk Pemilu 2029. Menurut Aditya, tidak mungkin partai politik dalam koalisi tidak menginginkan kadernya di daerah sukses dengan programnya sendiri.
Apalagi para kepala daerah memiliki program andalan semasa kampanye yang ingin dikejar. “Setiap partai, setiap kepala daerah, kan, juga ingin menunjukkan visi-misi programnya kepada para pemilihnya,” katanya. ●
Hendrik Yaputra, M. Raihan Muzzaki, dan Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo