Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNJUK rasa menolak Donald Trump merebak di berbagai kota di Amerika Serikat pada 9 dan 10 November 2016. Pengusaha properti dan dunia hiburan itu menang dalam pemilihan presiden atas pesaingnya, Hillary Clinton. Slogan kampanye Trump, "Make America Great Again", ternyata menarik perhatian warga kulit putih di perdesaan dan kelas bawah untuk memilihnya.
Slogan itu pertama kali digunakan oleh Ronald Reagan (juga dari Partai Republik) dalam kampanyenya sebagai calon Presiden Amerika Serikat pada 1980. Tim kampanye Reagan sengaja meluncurkan slogan "Make America Great Again" mengingat kondisi ekonomi Amerika yang menderita stagflasi. Reagan, mantan aktor itu, akhirnya terpilih mengalahkan Presiden Jimmy Carter (dari Partai Demokrat) dan John Anderson, calon independen.
Tempo edisi 15 November 1980 menurunkan laporan utama kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat. Salah satu judul tulisan adalah "Aktor Masuk Gedung Putih". Pada 4 November 1980 pukul 19.00, Hotel Century Plaza, Los Angeles, markas kampanye Reagan, dibanjiri orang. Seorang pendukung Reagan mengirimkan sebuah kue tart besar warna biru—suatu tanda kemenangan mutlak Partai Republik.
Karena tersenggol, kue tersebut hampir jatuh. "Wah, saya pikir dunia akan runtuh justru di saat saya naik," ujar Reagan berseloroh. Lalu, kepada sekelompok wartawan, ia berkata, mengutip ucapan mendiang presiden Abraham Lincoln, "Kini persoalan kalian sudah selesai. Sedangkan bagi saya persoalan baru mulai."
Kemenangan gemilang Reagan sudah bisa ditebak jauh sebelum semua tempat pemilihan ditutup. Jajak pendapat umum koran New York Times dan stasiun televisi CBS, misalnya, di akhir kampanye, menunjukkan keunggulan Reagan atas kedua lawannya.
Pada 4 November 1980, Partai Republik juga memenangi pemilihan Senat; mengakhiri mayoritas Partai Demokrat selama 25 tahun. Senator Paul Tsongas (Demokrat, Massachusetts) menyebut kekalahan partainya sebagai akibat kesalahan penilaian. "Kami sudah lama berkuasa sehingga kami kehilangan kontak dengan kenyataan di luar (Senat) sana," katanya.
John C. White, Ketua Partai Demokrat, menambahkan, "Saya mendapat kesan rakyat mendesak kami agar menilai kembali beberapa posisi yang selama ini kami pertahankan." Dr Herb Asher, dosen ilmu politik Ohio University, mengemukakan pendapat serupa. "Rakyat Amerika kini ingin melihat perubahan," ujarnya. "Mereka sudah sumpek merasakan keadaan ekonomi yang makin buruk."
Karena situasi ekonomi yang kian payah itulah—laju inflasi cenderung naik dan penganggur makin merajalela—Carter dan Partai Demokrat kehilangan banyak pendukung. Serikat buruh, kelompok masyarakat berpenghasilan kecil, dan golongan hitam di selatan, yang biasanya merupakan pendukung tradisional kuat Demokrat, berbondong-bondong memberikan suara untuk Reagan dan Partai Republik.
Banyak pengamat berpendapat, setelah Partai Republik menguasai Gedung Putih dan Senat, Amerika cenderung bergerak ke kanan (konservatif). "Secara definisi memang demikian, tapi soalnya tidak semudah itu. Sebab, rakyat memilih Reagan hanya menginginkan perubahan. Mereka ingin yang berkuasa (Carter) segera diganti," kata Dr Asher. "Yang jelas, kemenangan Reagan merupakan tanda-tanda kecenderungan Amerika ke arah konservativisme," ujar Profesor Richard Rollin, ahli sejarah University of Southern California.
Pada 20 Januari 1981, Ronald Reagan dilantik sebagai Presiden Amerika ke-40. Gaya kepemimpinannya sebagai Gubernur California bisa dijadikan petunjuk bagaimana Reagan memerintah. Ia memerintah seperti seorang direktur perusahaan. Ia duduk diam-diam di kepala meja mendengarkan nasihat para pembantunya sebelum mengambil keputusan. "Reagan akan membentangkan suatu masalah besar dan menyerahkan kepada para pembantunya untuk mengerjakan detail persoalan," kata seorang penasihat kampanyenya.
Reagan dianggap lebih hangat dan bisa menenteramkan perdebatan sengit dalam suatu sidang yang dipimpinnya dengan membagikan kacang manis kegemarannya. Ia lebih santai bekerja dibanding Carter. Untuk mengurus negara, Reagen lebih senang mendelegasikan wewenangnya kepada para pembantunya (menteri), sementara ia sendiri bermain golf di lapangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo