Saya anggap perayaan Natal di Universitas Nommensen kali ini merupakan langkah buruk. Ada tiga alasan tentang itu. Yang pertama, di saat keuangan Nommensen morat-marit, apakah kita mau menambah penyakit? Untuk apa bernatal mewah? Saya sangat kecewa, uang jutaan rupiah itu tidak digunakan untuk hal yang penting. Padahal, masih ada yang lebih urgen untuk dibenahi, bahkan terlalu banyak. Menambah fasilitas laboratorium saja susah. Bayar honor pun sering terlambat, kena potong lagi. Kedua, Natal itu adalah natal-natalan. Karena perayaan ini tidak akan menciptakan keutuhan dan kedamaian, malah bisa menambah kacau. Kita masih dibakar oleh perasaan dendam, curiga, khianat, "penjilatan". Kita akan selalu terbelit kemunafikan karena merasa diri selalu benar dan idealistis. Kita pun melewati Natal tanpa pesan, tanpa makna, hilang, lenyap, tanpa bekas. Sia-sia. Saya tahu pasti, keutuhan dan kedamaian itu datang bila kita saling memaafkan, saling mengisi, dan saat berdoa khusyuk terbang ke surga bertutur sapa dengan Sang Maha Pencipta. Yang ketiga, bagaimanapun hakikat Natal bukan kemewahan atau gengsi-gengsian, tetapi kewajaran, bahkan kesangatsederhanaan. Yesus itu lahir di kandang domba, bukan di gedung pencakar langit nan mewah. Saya sungguh kecewa mengapa harus di Atrium Hall Uniland Building. Tempat lain kan ada: sederhana dan bisa mengirit dana. Yang terpenting adalah maknanya.TURUNANGULOMahasiswa Fakultas Pertanian Univ. Nommensen Jalan Durian 4 Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini