Saya tertarik menanggapi keputusan pengadilan Manokwari, Irian Jaya, lewat tulisan "Utang Nyawa Dibayar Istri" (TEMPO, 27 November, Hukum). Dari judul itu kita dapat melihat bagaimana nilai perempuan sebagai inividu masih belum begitu dipedulikan. Untuk menjadi seorang hakim memang dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas, terutama pendalaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, hakim lewat keputusan-keputusannya berfungsi sebagai penerang masyarakat. Demikian pula dalam menangani masalah adat yang banyak terdapat di Indonesia. Manusia harus dipikirkan sebagai titik sentral dalam keputusan hakim. Dalam kasus "Utang Nyawa Dibayar Istri" itu, sang hakim, sebagai individu yang mempunyai akal budi, berhak memutuskan yang ingin atau tidak ia lakukan, lebih-lebih menyangkut hidup bersama orang lain. Adat, yang dipertimbangkan di situ, adalah kebudayaan. Keberadaannya seharusnya tidaklah statis, tapi dinamis: selalu diperbaiki dengan perhatian utama pada manusia.ANY ANDJARWATIGettrasse 5 37073, Goettingen Germany
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini