BENDA-benda antik dan sakral semakin langka di Bali. Sebagian
karena barang-barang itu sendiri sudah amat tua, rapuh dan
rusak. Tapi tak kurang pula karena para pencuri telah menjadikan
benda-benda berharga itu sebagai incaran.
Untuk menyelamatkan benda-benda kuno dari kerapuhan, pertengahan
bulan lalu Dirjen Kebudayaan, Dr. Haryatie Subadio, meresmikan
gedung Balai Penyelamatan Benda Kuno Bali. Balai ini terletak di
Bedulu, Gianyar. Benda-benda lama yang dianggap bernilai dari
seluruh Bali akan dikumpulkan untuk dirawat di gedung ini.
Tapi menyelamatkan benda-benda antik maupun suci dari tangan
para pencuri tampaknya tak mudah. Bahkan pencurian terhadap
benda-benda kuno sudah lama mengkhawatirkan berbagai kalangan
di pulau wisata ini. Berkali-kali terjadi benda pusaka dari
keluarga bangsawan lenyap, sementara barang-barang yang
disucikan di pura-pura berpindah tangan.
Mungkinkah pencurian-pencurian itu dicegah? Agaknya sulit.
"Karena maling di sini lebih lihai," ujar Drs. Budiastra, Kepala
Museum Bali. Museumnya, 14 Februari lalu dibongkar maling. Yang
hilang ada 19 macam benda. Antara lain: 5 buah arca, 5 buah mata
uang emas kuno, 2 buah boli-boli dari porselin, sisir kepala,
kalung, subang -- semuanya terbuat dari emas.
Museum itu terletak di alun-alun dan di jantung Kota Denpasar.
Penjaga keamanan museum sendiri heran, bagaimana pencuri bisa
mencongkel lemari tempat menyimpan benda-benda itu.
Pencurian benda-benda kuno di Bali, bukan hanya terjadi di
museum. Pura-pura yang masih menyimpan benda kuno dan dianggap
benda suci, tidak luput dari incaran maling. Biasanya,
benda-benda sakral yang berasal dari pura, bisa kembali lagi
setelah diupacarai secara besar-besaran.
Agama Hindu Dharma beranggapan bahwa benda suci yang hilang,
bukan saja kehilangan secara materi, tetapi juga hilangnya
spirit yang dikandung benda tersebut. Karena itu upacara
kembalinya si benda hilang, tidak boleh dilupakan. Juga
masyarakat percaya, bahwa si maling akan kualat, mendapat
celaka.
Contohnya, sebuah kepala barong milik pura di Payangan, sudah
lama diincar maling. Begitu si maling mendekati barong, konon
gigi barong gemeretak. Dan lari tunggang langganglah si maling.
Ia cidera. Di Gua Lalang, ada maling yang mengintai sebuah
pratima, arca dari gelas yang dikeramatkan. Berhasil. Tapi
sampai di rumah, bukan pratima yang digenggamnya, melainkan
sebuah gelas biasa. Karena itu, jangan main-main dengan benda
suci," ujar seorang petinggi pura.
Pernah, ada seorang turis lokal bertamasya ke Pura Jagatnatha.
Di puncak Padmasana, dia melihat kilauan emas. Pada 3 Januari
lalu, di malam yang gerimis, dia berhasil mencongkel emas yang
ada di patung Tintya. Emas itu beratnya 400 gram. Tapi si
maling yang kabarnya berasal dari Probolinggo (Ja-Tim) cuma
berhasil membawa 150 gram. Dijual dan uangnya untuk foya-foya.
Ketika polisi melacak dan berhasil menangkapnya, pemuda yang
masih berusia 18 tahun itu telah mengidap penyakit rajasinga
dalam stadium lanjut.
"Yang pasti tidak mudah mencuri benda-benda suci milik pura,"
ujar pengurus Pura Jagatnatha. Di samping itu orang Bali juga
percaya, benda keramat milik pura tidak bisa hilang -- walaupun
arca di beberapa pura yang semula terbuat dari emas kini banyak
yang sudah diganti perunggu, atau kayu dan semen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini