"INILAH bayi yang lahir sungsang," kata Irjenbang dan Ketua Kehormatan CSIS Soedjono Humardani. Sang bayi yang ia maksudkan tak lain adalah A.M.W. Pranarka, 44, Ketua Departemen Politik CSIS, yang akhir pekan lalu berhasil mempertahankan disertasi berjudul: Sejarah Perkembangan Pemikiran tentang Pancasila sebagai Ideologi, Dasar Negara, dan Sumber Hukm, di depan Senat Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, dipimpin Rektor Dr. Koesdarminta. Sedianya, Pranarka akan mempertahankannya 15 Oktober tahun lalu, tapi terpaksa ditunda karena ada instruksi mendadak dari atas. Promotor Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe menilai disertasi ini sebagai, Dimulainya studi ilmiah tentang Pancasila, khusus mengenai segi keilmuan hukum dan kenegaraan," yang untuk pertama kalinya dilakukan di Paris, oleh para ahli luar negeri pula. Disertasi setebal 495 halaman itu, yang menurunkan sembilan dalil, antara lain berkesimpulan: Pancasila bukan suatu subsistem dari hellenisme bukan pula dari semitisme. Pancasila merupakan suatu kontinuitas dari sejarah kebudayaan Indonesia, merupakan tipe ideologi, dasar negara, serta sumber hukum tersendin, berbeda dengan ideologi, dasar negara, dan sumber hukum keagamaan. Demikian juga berbeda dengan aliran sekularisme sebagai ideologi dasar negara, maupun sumber hukum. Seperti juga Prof. Koesnoe, Prof. Dr. Daoed Joesoef - yang memberi sambutan pendek ketika makan siang di restoran Braga Permai seusai acara promosi itu - berpendapat bahwa karya Dr. Pranarka bukan sesuatu yang final, tapi merupakan suatu awal yang baik untuk lebih lanjut membahas Pancasila secara ilmiah di dunia akademi. Selain keluarga besar CSIS, yang dipimpin Ketua Kehormatan Ali Moertopo promosi itu dihadiri pula beberapa anggota DPR dan Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini