Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMI, pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Madya Tanjungbalai, Sumatra Utara, ingin mendapat penjelasan dari Direktur Jenderal Pajak mengenai pajak reklame. Di daerah kami telah dikeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5/1998 tentang Pajak Reklame. Perda tersebut mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menetapkan enam jenis pajak daerah tingkat II di seluruh Indonesia dan salah satunya adalah pajak reklame.
Kami tidak tahu persis apakah papan nama praktek dokter dalam UU nomor 18 tersebut termasuk dalam obyek pajak. Secara tertulis, kami telah menjelaskan bahwa papan praktek dokter bukan untuk mengiklankan diri karena hal tersebut tidak dibenarkan oleh Kode Etik Kedokteran. Namun, yang pasti, sesuai dengan penjelasan pihak pemerintah daerah, papan nama praktek dokter merupakan salah satu obyek pajak sehingga dikenai pajak reklame. Padahal, menurut Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1988, praktek perorangan dokter dan praktek berkelompok dokter termasuk kegiatan yang tidak dikenai wajib daftar perusahaan. Dengan kata lain, hal-hal yang berkaitan dengan praktek dokter tidak bisa dijadikan obyek pajak.
Beberapa kali diskusi dengan pihak Dinas Pendapatan Daerah menemui jalan buntu. Mereka bersikukuh bahwa peraturan yang mereka jalankan secara hierarki lebih tinggi dari penjelasan kami. Kami bukan mempersoalkan besarnya nilai nominal pajak yang dikutip, tapi kami merasa sangat keberatan karena papan praktek dokter dianggap sebagai sarana iklan/promosi dan dikenai pajak.
DR. HAFIZ ABUBAKAR, SP.A.
Ketua IDI Cabang Tanjungbalai
NPA IDI 23294
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo