Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Pengirim Peti Tak Pantas Dibui

20 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda jika kasus Sumardy dibawa ke pengadilan?
(Periode 15-22 Juni 2011)
Ya
33,77% 204
Tidak
63,75% 385
Tidak Tahu
2,48% 15
Total 100% 604

SEJUMLAH perusahaan panik menerima kiriman peti mati pada Senin dua pekan lalu. Kehebohan serupa menimpa kantor media massa. Belakangan diketahui, aksi itu hanya strategi pemasaran Buzz&Co, perusahaan agensi komunikasi.

Adalah Sumardy, CEO Buzz&Co, penggagas ide pemasaran tersebut. Menurut dia, pengiriman peti itu sekaligus menandai peluncuran perdana situs dan buku perusahaannya. Ia memilih cara tak lazim karena kampanye pemasaran yang diusung perusahaan iklan dianggapnya mulai membosankan.

Total ada 100 peti yang hendak dikirim. Peti itu berisi bunga tabur dan setangkai mawar. Sebagian dikirim ke beberapa kantor redaksi media massa—antara lain Tempo dan The Jakarta Post.

Polisi lantas mendatangi kantor Sumardy. Setelah menggeledah, mereka membawa Sumardy dan lima karyawannya ke kantor polisi. “Mau untuk pemasaran atau apa pun, kalau meresahkan, akan ditangkap,” kata Kepala Bagian Operasional Polda Metro Jaya Komisaris Sujarno.

Sumardy langsung menjadi tersangka. Ia dijerat pasal perbuatan tidak menyenangkan. Untungnya, ia hanya dikenai wajib lapor setiap Senin dan Kamis. Tak perlu ditahan.

Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden, sekitar 63,75 persen, tidak setuju Sumardy dijerat hukum. Hanya 33,77 persen responden yang setuju ia ditahan.

Indikator Pekan Depan
Meski menuai kritik, pemerintah bakal membeli pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2 (BBJ2) dari Boeing Commercial Airplanes dan General Electric. Anggaran pembelian sudah disepakati Dewan Perwakilan Rakyat. Bila tak ada rintangan, pesawat dirakit tahun depan dan selesai pada 2013. Pesawat itu direncanakan tiba di Jakarta pada akhir 2013.

Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi berdalih pembelian pesawat akan menghemat anggaran Rp 114,2 miliar setahun dibanding bila harus menyewa pesawat dari Garuda Indonesia.

Rencana ini mendapat sorotan. Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menilai pesawat kepresidenan tidak efektif untuk kunjungan presiden di dalam negeri. Pesawat senilai US$ 58 juta (Rp 500 miliar) ini berbadan besar sehingga perlu landasan panjang. ”Landasan di dalam negeri rata-rata pendek,” ujarnya.

Belum lagi soal efektivitas penggunaan pesawat. ”Pembelian ini akan percuma bila dalam setahun penggunaannya minim,” katanya. Sebab, biaya perawatan mesin pesawat jenis ini tidak murah. Untuk kunjungan domestik, dia menyarankan pemerintah menggunakan pesawat kecil baling-baling jenis CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia.

Nah, setujukah Anda dengan rencana pemerintah membeli pesawat kepresidenan? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus