Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERKENANKAN saya memberikan sedikit koreksi untuk meluruskan data sejarah Aceh yang diputarbalikkan dalam tulisan di TEMPO Edisi 12-18 Juni 2000. Di situ disebutkan bahwa Sultan Muhammad Daud Shah, Sultan Kerajaan Iskandar Muda (mestinya sultan kerajaan Aceh yang terakhir) wafat pada tahun 1874. Ini sungguh-sungguh merupakan suatu blunder.
Sultan Aceh yang terakhir wafat pada 6 Februari 1939—bukan pada 1874 seperti kata sahibulhikayat—di Meester Cornelis (Jatinegara sekarang). Beliau dikuburkan di Rawamangun. Nama lengkapnya Sultan Alaiddin Muhammad Daud Shah II. Sedangkan Sultan Aceh yang wafat pada 1874, tepatnya 15 Januari, yang berkuasa ketika balatentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Kohler mendarat di Aceh adalah Sultan Alaiddin Mahmud Shah II, yang kemudian digantikan oleh Sultan Alaiddin Muhammad Daud Shah II pada 1884.
Kemudian, sahibulhikayat mengatakan: ”Setelah berpuluh tahun tak mampu menguasai Aceh, pada 25 Desember 1873 pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Van Swietan berhasil mencaplok Aceh dan menjadikannya koloni”. Keterangan ini juga salah. Pertama kali tentara Belanda mendarat di Aceh adalah pada 26 Maret 1873, di bawah pimpinan Jenderal Kohler. Pendaratan pertama ini gagal. Sembilan bulan setelahnya, yaitu pada 9 Desember 1873, barulah terjadi pendaratan kedua (ekspedisi kedua) di bawah pimpinan Jenderal Van Swietan dan Jenderal Van Spyk. Pendaratan ini berhasil baik.
Dikatakan: ”Di dalam kesultanan sendiri terjadi masalah karena anak Sultan yang seharusnya menggantikan Muhammad Daud Shah baru berumur 12 tahun. Suksesi macet”. Di sini terdapat dua buah kesalahan. Pertama, Sultan yang harus digantikan oleh anak yang berumur 12 tahun bukanlah Sultan Muhammad Daud Shah, akan tetapi Sultan Mahmud Shah II. Anak 12 tahun yang akan menggantikannya itu bernama Tuanku Muhammad Daud. Ia adalah putra Tuanku Zainal Abidin, cucu Sultan Ibrahim Mansur Shah. Macetnya suksesi hanya sementara. Banta Muda Tuanku Hasjim ibnu Tuanku Abdul Kadir ibnu Tuanku Tjut atau keturunan Abdul Rahim Maharadja Lela yang berasal dari Bugis diangkat menjadi Pemangku Sultan. Dengan keterangan ini, sama sekali tidak benar keterangan yang berbunyi sebagai berikut: Di tengah gentingnya suasana perang, kekuasaan lalu diserahkan ke Tengku Muhammad Saman di Tiro sebagai Wali Negara sekaligus panglima perang. Tgk. Sjeh Muhammad Saman di Tiro tetap sebagai panglima perang besar Aceh yang tiada tara.
Setelah 10 tahun berkuasa, Banta Muda Tuanku Hasjim menyerahkan kekuasaan kepada Tuanku Muhammad Daud yang kini ditabalkan menjadi sultan dengan gelar Sultan Muhammad Daud Shah II, di dalam Masjid Indrapuri, Aceh Besar, pada 1884. Karena keamanan di Aceh Besar tidak terjamin, Sultan mengungsi ke Keumala, Aceh Pidie. Di sanalah beliau bersama-sama pembesar-pembesar kerajaan Aceh lainnya memimpin Kerajaan Aceh yang sedang berperang melawan Belanda, sampai beliau ditawan oleh Belanda pada 1902.
Menyimak dengan cermat keterangan-keterangan atau data sejarah Aceh yang saya kemukakan, saya kira bukanlah merupakan pelecehan kalau saya katakan bahwa Silsilah Keturunan Teungku Chik di Tiro seperti yang dimuat dalam TEMPO berbau rekayasa (fabricated pedigree). Dari buku-buku sejarah yang pernah saya baca, baik yang berbahasa Indonesia, yang berbahasa Inggris, maupun yang berbahasa Belanda, tidak pernah saya temui data sejarah yang memberi gambaran bahwa kekuasaan untuk memerintah kerajaan Aceh pernah diserahkan kepada Tgk. Chik di Tiro, Muhammad Saman, sehingga beliau diberi gelar Wali Negara (raja atau sultan), yang dengan demikian anak-anaknya dan cucu-cucunya turun-temurun mewarisi kerajaan Aceh, masing-masing dengan gelar Wali Negara.
H.M. NUR EL IBRAHIMY
Mantan Anggota DPR-RI
Jalan Tebet Barat IV/16
Jakarta 12810
Beberapa keterangan tentang detail sejarah kami himpun dari pihak GAM dan beberapa sejarawan asal Aceh. Penjelasan Anda telah memberi perspektif lain tentang sejarah Aceh dan autentisitas peran dinasti Tiro dalam perjuangan Aceh. Terima kasih—Red.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo